Ajari sang Penerus Hidup Sederhana
Suatu siang pada pertengahan April lalu, puluhan wartawan yang menyanggong kegiatan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla (JK) di Posko Slipi II, Jalan Ki Mangunsarkoro, tengah kelaparan. Meski demikian, tidak satu pun yang berani beranjak mencari makan. Setelah kekalahan Golkar dalam perhitungan cepat pemilu legislatif itu, fakta dan kabar burung berseliweran hampir setiap menit.
Di tengah puluhan wartawan yang meriung, sesosok pria berkulit putih duduk berbaur. Asap rokok putih sesekali mengepul. Mengenakan kaus polo kuning, celana jins, dan sandal kulit, pria 30-an akhir itu sesekali berbicara santai dengan beberapa wartawan yang bertugas meliput di Istana Wapres. Wajahnya tenang menyimak pembicaraan wartawan yang asyik berdiskusi tentang percaturan politik menjelang penentuan koalisi partai politik di pemilu presiden.
Ketika pembicaraan mengarah ke urusan perut, sosok itu sontak berdiri. Langkahnya ringan menuju pintu pagar dan bersuit memanggil dua tukang sate yang mangkal di pelataran Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat. Paspampres yang berjaga di kediaman dinas Wapres hanya tersenyum ketika dua gerobak itu diboyong masuk ke posko dan langsung dirubung wartawan. "Tenang, semua sudah dibayar Pak Ihin," ujar seorang staf wakil presiden.
Ihin yang dimaksud staf itu adalah Solihin, putra satu-satunya JK. Ahli waris kerajaan bisnis keluarga JK itu memang tak pernah berpenampilan seperti miliuner yang juga putra wakil presiden. Kaus dan jins adalah pakaian sehari-hari. Wartawan hanya sesekali menemui Ihin mengenakan jas ketika peringatan Detik-Detik Proklamasi di Istana Kepresidenan dan ketika mendampingi JK bertemu pemimpin-pemimpin dunia dalam kunjungan ke luar negeri.
Tak berbeda dengan JK yang berpolitik setelah puluhan tahun menjadi pengusaha, Solihin kini masih fokus menjalankan kerajaan bisnis keluarganya.
Solihin tampaknya memang disiapkan sebagai penerus JK. Meski hingga kini dia tidak berpolitik praktis, dalam sejumlah pertemuan politik menjelang pemilu legislatif dan pemilu presiden, Solihin selalu diajak JK untuk mendampingi. Begitu pula bila JK bertemu dengan pemimpin-pemimpin dunia. Di tim kampanye nasional JK-Wiranto, Ihin juga tercatat sebagai bendahara.
Penampilan Ihin yang sederhana itu kerap menipu. Menurut sejumlah sumber, tak terhitung berapa kali Ihin ditolak masuk ke kediaman atau ke dalam rombongan wakil presiden oleh anggota-anggota Paspampres yang baru atau oleh aparat pengamanan di daerah. Karena selalu membawa kamera, dalam berbagai kunjungan ke daerah Ihin kerap ditolak masuk ke bus rombongan wakil presiden karena disangka wartawan. Namun, setiap kali ditolak masuk ke bus rombongan, Ihin tak pernah membantah. Dia akan selalu menurut ketika disuruh masuk ke bus anggota rombongan, bahkan bus wartawan.
Tak hanya aparat keamanan yang tertipu. Anggota tim kampanye SBY-JK di Pemilu Presiden 2004 Muhammad Luthfi (sekarang ketua BKPM, Red) suatu kali pernah memarahi Ihin di depan umum. Penyebabnya, pria dengan dahi lebar itu terlambat masuk ke pesawat yang akan membawa JK dan Mufidah berkampanye ke satu daerah. (noe/agm)
Di tengah puluhan wartawan yang meriung, sesosok pria berkulit putih duduk berbaur. Asap rokok putih sesekali mengepul. Mengenakan kaus polo kuning, celana jins, dan sandal kulit, pria 30-an akhir itu sesekali berbicara santai dengan beberapa wartawan yang bertugas meliput di Istana Wapres. Wajahnya tenang menyimak pembicaraan wartawan yang asyik berdiskusi tentang percaturan politik menjelang penentuan koalisi partai politik di pemilu presiden.
Ketika pembicaraan mengarah ke urusan perut, sosok itu sontak berdiri. Langkahnya ringan menuju pintu pagar dan bersuit memanggil dua tukang sate yang mangkal di pelataran Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat. Paspampres yang berjaga di kediaman dinas Wapres hanya tersenyum ketika dua gerobak itu diboyong masuk ke posko dan langsung dirubung wartawan. "Tenang, semua sudah dibayar Pak Ihin," ujar seorang staf wakil presiden.
Ihin yang dimaksud staf itu adalah Solihin, putra satu-satunya JK. Ahli waris kerajaan bisnis keluarga JK itu memang tak pernah berpenampilan seperti miliuner yang juga putra wakil presiden. Kaus dan jins adalah pakaian sehari-hari. Wartawan hanya sesekali menemui Ihin mengenakan jas ketika peringatan Detik-Detik Proklamasi di Istana Kepresidenan dan ketika mendampingi JK bertemu pemimpin-pemimpin dunia dalam kunjungan ke luar negeri.
Tak berbeda dengan JK yang berpolitik setelah puluhan tahun menjadi pengusaha, Solihin kini masih fokus menjalankan kerajaan bisnis keluarganya.
Solihin tampaknya memang disiapkan sebagai penerus JK. Meski hingga kini dia tidak berpolitik praktis, dalam sejumlah pertemuan politik menjelang pemilu legislatif dan pemilu presiden, Solihin selalu diajak JK untuk mendampingi. Begitu pula bila JK bertemu dengan pemimpin-pemimpin dunia. Di tim kampanye nasional JK-Wiranto, Ihin juga tercatat sebagai bendahara.
Penampilan Ihin yang sederhana itu kerap menipu. Menurut sejumlah sumber, tak terhitung berapa kali Ihin ditolak masuk ke kediaman atau ke dalam rombongan wakil presiden oleh anggota-anggota Paspampres yang baru atau oleh aparat pengamanan di daerah. Karena selalu membawa kamera, dalam berbagai kunjungan ke daerah Ihin kerap ditolak masuk ke bus rombongan wakil presiden karena disangka wartawan. Namun, setiap kali ditolak masuk ke bus rombongan, Ihin tak pernah membantah. Dia akan selalu menurut ketika disuruh masuk ke bus anggota rombongan, bahkan bus wartawan.
Tak hanya aparat keamanan yang tertipu. Anggota tim kampanye SBY-JK di Pemilu Presiden 2004 Muhammad Luthfi (sekarang ketua BKPM, Red) suatu kali pernah memarahi Ihin di depan umum. Penyebabnya, pria dengan dahi lebar itu terlambat masuk ke pesawat yang akan membawa JK dan Mufidah berkampanye ke satu daerah. (noe/agm)
1 Comments:
At 10:16 PM , Anonymous said...
Todo list:
(1) Perbaiki daya jangkau dan akurasi
(2) Produksi massal
(3) Pasang hulu ledak nuklir
(4) Hancurkan malaysia
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home