Blog Dhita Yudhistira

Apakah Blog kata resmi dalam Bahasa Indonesia?

Monday, November 06, 2006

Tuntutlah Ilmu (dan Carilah Supplier) Sampai ke Negeri Cina



Pertanyaan-pertanyaan tentang Cina selalu melintas di kepala saya. Setiap hari saya lewatkan dengan mengagumi bagai mana mereka berkembang menjadi negara manufaktur yang jumawa. Bagai mana mereka bisa membuat barang yang sedemikian murah? Bagai mana mereka berhasil memasarkannya dengan baik (perlu diketahui bahwa negara-negara Eropa Timur banyak membuat barang yang lebih baik dari Cina tetapi tidak terlalu sukses pemasarannya)? Apa yang mentransformasi Cina dari negara terbelakang menjadi negara adi daya berikutnya?

Untuk menjawab pertanyaan itu, saya pergi ke Cina. Saya harus mengucapkan terima kasih untuk orang-orang yang telah membantu saya mewujudkannya. Dan untuk itulah saya menulis artikel ini: membagi apa yang saya dapatkan di Cina. Apa yang menjadi kekuatan mereka, dan apa yang sesungguhnya dapat kita lakukan di Indonesia.



Canton fair, adalah pameran produk industri terbesar di Cina, bahkan kabarnya di dunia. Pameran ini menempati Phazhou exhibition hall yang luasnya paling-tidak 4 kali PRJ, semuanya terisi penuh oleh berbagai macam produk. Bahkan sesungguhnya sebagian dari pameran, yang bersangkutan dengan industri tekstil, dilaksanakan di lokasi lain kurang lebih 1 jam jauhnya, Liuhua complex. Secara keseluruhan, pameran dibagi atas segmen produk: textile (Liuhua complex), material building, otomotif and spare part, tools and hardware, electrical and electronics, IT and household equipment. Dari segmen tersebut kita bisa simpulkan bahwa banyak segmen yang belum termasuk dalam pameran ini.

Untuk mereka yang hendak datang ke pameran, panitia bekerja sama dengan beberapa puluh hotel yang menyediakan shuttle bus ke pameran, termasuk hotel kami. Bis berangkat setiap hari pukul 07.30 (bis terakhir) dari hotel dan pulang pukul 17.00-18.00 (bis terakhir). Dengan waktu perjalanan sekitar 1 jam sampai ke lokasi, berarti setiap harinya kami (kalau merujuk kata kami, artinya saya-Peto-Lutfi) memiliki waktu 8,5 jam untuk berkeliling. Waktu kunjungan kami di Cina selama 3 hari kami habiskan di pameran (karena niat awalnya adalah untuk sungguh-sungguh mencari informasi tentang apa saja yang bisa didapatkan informasinya), tanpa 1 jam pun di siang hari dihabiskan di luar pameran untuk jalan-jalan, berbelanja maupun kegiatan lainnya. Dalam 3 hari itu, kurang lebih 70-80% pameran dapat kami telusuri (20-30% lagi tidak sempat ditelusuri karena keterbatasan waktu).

Bayangan saya tentang Cina sebelumnya adalah manufaktur berteknologi rendah. Tetapi kenyataannya di sana saya menemui produsen-produsen dari peralatan berteknologi tinggi, computer-based machine, yang luar biasa.Misalkan, mesin jahit ataut bordir yang bisa membordir mengikuti pola yang sudah dimasukkan ke komputer dalam bentuk file gambar. Demikian jg mesin-mesin produksi: mill, lathe, mold, dst. Mesin-mesin presisi yang membantu Cina mengukir takdirnya.

Dengan mesin-mesin itu, mereka mampu membuat komponen-komponen dasar dengan harga murah: blok mesin, IC, dsb. Akibat ketersediaan komponen yang murah, mereka dapat memproduksi dengan murah. Sebuah teropong 1 lensa mata (bukannya 2 mata) dengan kualitas baik bisa dibeli dengan harga dasar US$2!!! Bagai mana mereka bisa memproduksi komponen dasar tersebut? Di bidang saya, generator, terdapat ratusan produsen generator. Kita bisa mencarinya dengan mudah. Tetapi sesungguhnya mereka memesan blok mesin generator ke 1 (mungkin 2-3) sumber. Dan sumber inilah yang kita sulit untuk ketahui di mana. Mungkin ini adalah industri yang didukung dan didanai (mesin, riset, dsb.) oleh pemerintah Cina. Misalkan di Indonesia bisa saja pemerintah mensubsidi batu ceper untuk memproduksi blok mesin (kecil) dengan standar tertentu termasuk membiayai risetnya. Yang jelas mereka mengakui bahwa hal ini sudah diatur oleh pemerintah Cina.

Infrastruktur yang dimiliki Cina jg cukup luar biasa. Jalan tol yang panjang kita temui di mana-mana dengan minimal 3 jalur per arahnya. Kebanyakan 4. Untuk mengangkut barang-barang, kebanyakan memakai truk made in cina.

Ini membuat urusan trasportasi menjadi faktor signifikan. Bayangkan jika anda punya pabrik yang melakukan 3 pengantaran ke pelabuhan setiap hari. Di Indonesia kita memakai truk buatan Jerman, dan karena kemacetan untuk 3 pengantaran kemungkinan kita memerlukan 3 truk. Di sepanjang jalan kemungkinan truk harus 'menyetor' ke petugas-petugas. Di Cina mereka memakai truk buatan Cina (1/3 harga? 1/4?). Karena kemacetan tidak separah di Jakarta, untuk 3 pengantaran mereka bisa mempergunakan 1 truk. Berapa dana yang bisa dihemat untuk investasi?

Faktor berikutnya, adalah energi dan pendukung lainnya. Untuk yang satu ini, dengan membaca koran nasional kita dengan mudah mengetahui bahwa di Indonesia kita mempergunakan BBM yang mahal untuk listrik, sambil menjual gas dan batu bara kita dengan harga murah (sering kali di bawah harga pasar) ke Singapura, Cina, dan negara-negara lainnya untuk mereka pergunakan sebagai pembangkit energi. Tidak perlu dijelaskan lebih lanjut.

Tetapi saya kira faktor yang terpenting adalah kemauan mereka untuk memproduksi dan mempergunakan sendiri barang-barang mereka. Walau pun jelek, mereka tetap memakainya dengan fanatik. Pasar yang luas memberikan mereka kesempatan untuk menjual, mengambil margin, dan mempergunakannya untuk memperbaiki mutu produk. Pasar mereka penuhi sendiri, berbeda dengan Indonesia yang selalu membuka pasarnya untuk asing.

Saya cukup heran melihat acara Bintang Cari Bintang. Indonesia selama ini memiliki industri musik yang handal. Penyanyi Malaysia hampir tidak bisa menembus pasar musik Indonesia dan sebaliknya. Tp di acara ini kita malah membuka pintu yang selebar-lebarnya. Mungkin saya picik, tp aneh saya kira. Demikian jg di industri animasi seperti diberitakan di kompas pagi ini. Berita-berita yang sejenis bisa dibahas di waktu yang lain.

Apakah anda mau memakai produk dalam negeri? Baik, mungkin anda mengutamakan kualitas. Apakah panser VAB 5x lebih baik dari panser buatan Pindad (karena harganya 5x-nya)? Setahu saya tidak. Yang jelas jika kita tidak memakai produk kita sendiri, maka produk kita tidak akan pernah berkembang. Dan selama itu terjadi, maka cita-cita sebuah negara yang sejahtera hanya akan tetap menjadi ilusi.

Henry Ford (yes, the famous Ford) mengutarakannya dengan baik. Bahwa mereka yang menghasilkan uang bisa dibedakan dalam mereka yang hanya menghasilkan uang belaka (money making business) dan mereka yang menciptakan sesuatu (manufaktur). Menurutnya kemakmuran hanya bisa dicapai dengan yang kedua. Mungkin sebagian berpendapat bahwa industri generasi IT adalah bisnis jasa. Dengan demikian industri manufaktur bisa dipindahkan ke negara-negara berkembang. Buat saya itu adalah pembodohan. Kalau kita melihat wacana yang berkembang di Amerika, mereka selalu meributkan terjadinya kehilangan lapangan kerja di sektor manufaktur. Dan apakah ini benar-benar berhubungan atau tidak, kita dapat melihat kemunduran Amerika yang semakin dikejar oleh Cina ditandai dengan maju pesatnya manufaktur di Cina dan sebaliknya.

Tentunya, ini membutuhkan banyak pengusaha yang tidak sekedar puas berdagang, tetapi maju terus untuk masuk ke dalam bisnis manufaktur. Apakah produk kita bisa bersaing dengan produk Cina? Untuk beberapa produk massal, saya kira tidak. Tetapi ternyata banyak produk Cina yang digembar-gemborkan sebagai murah dapat kami buat lebih murah di Indonesia, dengan kualitas yang lebih baik.

Tentang tenaga kerja, tidak banyak perbedaan antara Indonesia dan Cina. UMR kedua negara berada di level kurang lebih sama. Waktu kerjanya juga kurang lebih sama. Sifat malas dan tidak disiplin dengan mudah jg dapat kita temui di sana. Kalau ada 1 hal yang benar-benar menjadi keunggulan mereka atas Indonesia, dengan sedih saya katakan itu adalah kualitas pemimpin bangsanya. Rakyat boleh masih bodoh dan bermental terbelakang. Tetapi pemerintah Cina berdiri paling depan membuat aturan dan rencana yang jelas serta menegakkannya.

Tetapi banyak hal yang bisa kita lakukan selain menangisi hal tersebut. Mari kita menuntut ilmu sampai ke negeri Cina.

Ketika berjalan-jalan di malam hari, kami iseng mampir ke toko buku Cina. Kami mampir ke bagian mesin dan elektro. Semua buku dalam bahasa Cina. Kualitas semi stensil, lebih buruk dari buku-buku di Indonesia. Saya ambil beberapa buku, saya terpukau melihat bahwa buku-buku itu merupakan buku-buku teknis yang cukup praktis. Di bidang elektro, bisa dengan mudah ditemui buku-buku praktis tentang DSP, PLC, Mikrokontroller dan sebagainya dalan banyak judul. Demikian jg di mesin. Ini baru buku berbahasa Cina, belum yang berbahasa Inggris. Saya berkesimpulan bahwa knowledge of manufaktur mendapat tempat terhormat di masyarakat mereka, dan mereka mempelajari serta menyebarkannya dengan tekun.

Penutup

Di lobby hotel terdapat rest room dengan 2 toilet dan 1 urinoir. Secara keseluruhan tidak mencapai 2x2 meter. Di pagi hari saya ke rest room itu disambut oleh seorang petugas di dalamnya. Petugas ini membagikan handuk untuk mengelap tangan kepada semua yang datang ke rest room itu. Di sore hari, pukul 6 ketika saya kembali ke rest room tersebut. Orang yang sama masih ada di sana. Hampir 12 jam non stop berada di dalam rest room tersebut!!! Mungkin ini jauh lebih baik dari pada menganggur. Mental yang sangat luar biasa.

3 Comments:

  • At 11:30 AM , Anonymous Anonymous said...

    Satu comment aja ...

    Oleh-olehnya Mana ???

    -CK-
    ~ hehehe, becanda.
    ~ majulah entrepreneur indonesia !!!

     
  • At 7:38 PM , Anonymous Anonymous said...

    ealah dhit... foto-mu itu loh... mbok yg pake senyum... dari dulu kalo foto selalu dalam keadaan ditodong pistol. :P

     
  • At 12:46 PM , Blogger Unknown said...

    salut dengan tulisannya..

     

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home