Katulampa oh Katulampa
Saya sedang diskusi informal, Kamis 1 Februari 2006 sekitar pukul 23:00, ketika mendapat kabar bahwa Mampang terendam sampai sepinggang. Pemikiran pertama,"Wah, nggak usah ke Jakarta nih besok, bisa membatalkan janji!"
Maklum, waktu itu saya sudah ngantuk berat dan belum ada tanda-tanda diskusi akan selesai. Dan walaupun sampai saat ini masalah 'tidak harus ke Jakarta' tetap menyenangkan buat saya, saya merasa bersalah karena sedikit menari-nari di atas penderitaan orang lain. Bagai mana pun, saya tidak terpikir bahwa banjir tahun ini bakal sedahsyat itu.
Jakarta memang tampaknya akan selalu dilanda banjir. Saya sampai berpikir, dari pada membangun saluran banjir kanal Barat dan Timur, tampaknya akan jauh lebih efektif kalau kita membangun tanggul mengelilingi Jakarta supaya banjirnya permanen dan mulai menyiapkan Venesia of the East....
Apa sebetulnya masalahnya? Setahu saya, dari sejak jaman Belanda dulu, Batavia sudah kebanjiran. Karena itu Belanda sibuk membangun kanal-kanal, seperti yang bisa kita lihat sekarang di Jakarta Utara. Dan penting untuk diingat, bahwa pada jaman Belanda sudah diingatkan larangan untuk membangun daerah resapan-resapan air di sekitar Jakarta seperti Bogor. Padahal waktu itu Jakarta baru sampai Gambir.
Bagai mana sekarang? Sekarang Jakarta sudah penuh sesak sampai ke Selatan. Jalan Gatot Subroto-DI Panjaitan yang tahun 70-an masih merupakan lingkar luar Jakarta, sekarang sudah menjadi lingkar tengah digantikan oleh TB Simatupang. Dan tampaknya sebentar jalan Tol Antasari-Depok akan menjadi batas terluar Jakarta.
Nah bagai mana dengan Bogor? Waktu berbincang-bincang dengan orang pengairan beberapa waktu yang lalu, saya mendapat cerita menarik.
"Pak, waktu saya mulai kerja di Bogor tahun 80-an, di Bogor (Kodya) ada paling tidak sepuluh ribu seratus hektar sawah, dan semuanya teririgasi dengan baik. Sekarang paling jumlahnya tidak sampai seratus hektar."
Jadi ke mana air yang biasanya dipakai untuk mengairi 10.000 hektar sawah itu? Dikirim langsung ke Jakarta tentunya. Dengan paket ekspres 9 jam. Kiriman itu biasanya dipantau dari bendung Katulampa.
Bagi yang belum tahu di mana lokasi bendung Katulampa, lokasinya kira-kira ada di dekat loket tol Ciawi. Kalau kita membayar tol ketika keluar dari arah Jakarta, di sebelah Kanan kita bisa melihat sungai, dan samar-samar terlihat jembatan. Itu bendung Katulampa. Saya kadang-kadang lewat di atasnya dengan mengendarai motor. Waktu banjir mencapai puncaknya kemarin, kalau tidak salah motor tetap bisa menyeberang dengan catatan pengemudinya tidak ngeri melihat derasnya air.
Bendung Katulampa ini, seperti juga pintu air Manggarai, pada umumnya diingat oleh warga 1x dalam setahun. Ketika banjir itu. Sisanya, jika kita menyebut Katulampa, orang akan lebih teringat akan sebuah toko tas dan kerajinan kulit di Bogor. Tas Katulampa. Mungkin memang seperti itulah cara kita menghadapi musibah akibat kelalaian kita sendiri: berteriak pada saat terjadi, dan dengan cepat melupakannya.
Katanya, bahkan keledai tidak akan terperosok di lubang yang sama dua kali. Dan ini banjir terbesar ketiga dalam 15 tahun terakhir. It's getting worst.
Tidak lupa saya mengingatkan kepada rekan-rekan yang ada di Jawa, cuaca buruk ini bergeser ke Timur (Sumatera banjir di awal Januari/akhir Desember). Jadi ada baiknya bersiap-siap.
Maklum, waktu itu saya sudah ngantuk berat dan belum ada tanda-tanda diskusi akan selesai. Dan walaupun sampai saat ini masalah 'tidak harus ke Jakarta' tetap menyenangkan buat saya, saya merasa bersalah karena sedikit menari-nari di atas penderitaan orang lain. Bagai mana pun, saya tidak terpikir bahwa banjir tahun ini bakal sedahsyat itu.
Jakarta memang tampaknya akan selalu dilanda banjir. Saya sampai berpikir, dari pada membangun saluran banjir kanal Barat dan Timur, tampaknya akan jauh lebih efektif kalau kita membangun tanggul mengelilingi Jakarta supaya banjirnya permanen dan mulai menyiapkan Venesia of the East....
Apa sebetulnya masalahnya? Setahu saya, dari sejak jaman Belanda dulu, Batavia sudah kebanjiran. Karena itu Belanda sibuk membangun kanal-kanal, seperti yang bisa kita lihat sekarang di Jakarta Utara. Dan penting untuk diingat, bahwa pada jaman Belanda sudah diingatkan larangan untuk membangun daerah resapan-resapan air di sekitar Jakarta seperti Bogor. Padahal waktu itu Jakarta baru sampai Gambir.
Bagai mana sekarang? Sekarang Jakarta sudah penuh sesak sampai ke Selatan. Jalan Gatot Subroto-DI Panjaitan yang tahun 70-an masih merupakan lingkar luar Jakarta, sekarang sudah menjadi lingkar tengah digantikan oleh TB Simatupang. Dan tampaknya sebentar jalan Tol Antasari-Depok akan menjadi batas terluar Jakarta.
Nah bagai mana dengan Bogor? Waktu berbincang-bincang dengan orang pengairan beberapa waktu yang lalu, saya mendapat cerita menarik.
"Pak, waktu saya mulai kerja di Bogor tahun 80-an, di Bogor (Kodya) ada paling tidak sepuluh ribu seratus hektar sawah, dan semuanya teririgasi dengan baik. Sekarang paling jumlahnya tidak sampai seratus hektar."
Jadi ke mana air yang biasanya dipakai untuk mengairi 10.000 hektar sawah itu? Dikirim langsung ke Jakarta tentunya. Dengan paket ekspres 9 jam. Kiriman itu biasanya dipantau dari bendung Katulampa.
Bagi yang belum tahu di mana lokasi bendung Katulampa, lokasinya kira-kira ada di dekat loket tol Ciawi. Kalau kita membayar tol ketika keluar dari arah Jakarta, di sebelah Kanan kita bisa melihat sungai, dan samar-samar terlihat jembatan. Itu bendung Katulampa. Saya kadang-kadang lewat di atasnya dengan mengendarai motor. Waktu banjir mencapai puncaknya kemarin, kalau tidak salah motor tetap bisa menyeberang dengan catatan pengemudinya tidak ngeri melihat derasnya air.
Bendung Katulampa ini, seperti juga pintu air Manggarai, pada umumnya diingat oleh warga 1x dalam setahun. Ketika banjir itu. Sisanya, jika kita menyebut Katulampa, orang akan lebih teringat akan sebuah toko tas dan kerajinan kulit di Bogor. Tas Katulampa. Mungkin memang seperti itulah cara kita menghadapi musibah akibat kelalaian kita sendiri: berteriak pada saat terjadi, dan dengan cepat melupakannya.
Katanya, bahkan keledai tidak akan terperosok di lubang yang sama dua kali. Dan ini banjir terbesar ketiga dalam 15 tahun terakhir. It's getting worst.
Tidak lupa saya mengingatkan kepada rekan-rekan yang ada di Jawa, cuaca buruk ini bergeser ke Timur (Sumatera banjir di awal Januari/akhir Desember). Jadi ada baiknya bersiap-siap.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home