Caribon, Prolog
Orang tua saya sempat tinggal di Cirebon, sekitar tahun 1972-1978 ketika mereka baru menikah. Pacar saya dulu dinas di Cirebon, dan saya kadang-kadang menegoknya ke sana. Jadi mungkin itu sebabnya saya punya perasaan khusus tentang Cirebon. Saya senang main ke Cirebon.
Buat saya, Cirebon ini mencermikan semangat kota dan desa. Kotanya masih kota kecil dengan suasana khasnya. Tapi ada mal yang cukup lengkap untuk menganggap diri sedang ada di kota.
Jadi apa yang bisa dilihat di Cirebon?
Begini. Saya kira ada baiknya kita membahas sejarahnya. Kota ini berdiri paling tidak sudah 600 tahun. Waktu itu, Bandung masih rawa-rawa. Jakarta mungkin cuma kampung dengan beberapa rumah. Tapi Cirebon, Cirebon segera menjadi kota perdagangan yang ramai.
Keraton mencatat Kesultanan Cirebon didirikan oleh Syarief Hidayatullah sekitar 1479 Masehi. Dari pendalaman saya, Cirebon pada masa-masa itu hampir sama majunya dengan Demak. Dan sebetulnya serangan terhadap Portugis di Malaka tahun 1511 jg dibantu oleh armada Cirebon.
Sekitar abad 16 itu, yang berkuasa di Nusantara memang adalah kutub Islam Demak/Cirebon dan kutub Portugis. Banten sudah ada tapi belum begitu besar. Kalau kita ke Cilegon, kita banyak menemui orang dengan logat mirip Cirebon. Masalahnya begini, Cirebon mengirimkan tentaranya untuk membantu perang di Banteng melawan Portugis. Tentara yang dipimpin Falatehan itu yang kemudian berhasil merebut Jayakarta. Falatehan sendiri tampaknya orang Banten asli.
Beberapa orang menyatakan Falatehan dan Fatahillah (Sunan Gunung Jati) adalah orang yang sama. Tapi koq saya kira tidak begitu. Ngomong-ngomong, beberapa literatur sejarah menyebutkan bahwa Cirebon/Demak adalah kerajaan Syiah. Dan pertempuran dengan Pajang Sunni menyebabkan Sunni akhirnya yang berkembang di tanah air. Ini harus ditelaah lebih lanjut.
Nah. Fatahillah sendiri sempat menjadi Sultan ke-3, salah satu sultan di mana Cirebon mencapai kejayaannya.
Setelah naiknya Pajang, dan kemudian Mataram, pamor Cirebon meredup. Tampaknya kemudian Cirebon menjadi vassal dari Mataram dan setelah Mataram jatuh, kerajaan bawahan Belanda. Pada tahun 1705 kekuasaan diserahkan pada Kumpeni. Sebagai perbandingan penyerbuan Mataram ke Batavia terjadi di tahun 1628/29, sedangkan perang Diponegoro berlangsung 1825-1830.
Tanah-tanah kerajaan dikuasai Belanda, sebagai gantinya raja mendapat gaji dari pemerintah Belanda. Saya kurang tahu keadaannya pada masa Republik ini. Yang jelas, sekitar tahun 2000 sempat terdengar sengketa antara pewaris keraton Cirebon. Menyusul yang di Surakarta. Saya sering heran, wong kerajaan sudah nggak punya apa-apa. Apa yang diperebutkan? Pantesan dulu gampang termakan sama devide et impera-nya Belanda.
Mohon maaf kalau ada kesalahan. Seharusnya saya membuka kembali refensi, tapi itu tidak saya lakukan.
Buat saya, Cirebon ini mencermikan semangat kota dan desa. Kotanya masih kota kecil dengan suasana khasnya. Tapi ada mal yang cukup lengkap untuk menganggap diri sedang ada di kota.
Jadi apa yang bisa dilihat di Cirebon?
Begini. Saya kira ada baiknya kita membahas sejarahnya. Kota ini berdiri paling tidak sudah 600 tahun. Waktu itu, Bandung masih rawa-rawa. Jakarta mungkin cuma kampung dengan beberapa rumah. Tapi Cirebon, Cirebon segera menjadi kota perdagangan yang ramai.
Keraton mencatat Kesultanan Cirebon didirikan oleh Syarief Hidayatullah sekitar 1479 Masehi. Dari pendalaman saya, Cirebon pada masa-masa itu hampir sama majunya dengan Demak. Dan sebetulnya serangan terhadap Portugis di Malaka tahun 1511 jg dibantu oleh armada Cirebon.
Sekitar abad 16 itu, yang berkuasa di Nusantara memang adalah kutub Islam Demak/Cirebon dan kutub Portugis. Banten sudah ada tapi belum begitu besar. Kalau kita ke Cilegon, kita banyak menemui orang dengan logat mirip Cirebon. Masalahnya begini, Cirebon mengirimkan tentaranya untuk membantu perang di Banteng melawan Portugis. Tentara yang dipimpin Falatehan itu yang kemudian berhasil merebut Jayakarta. Falatehan sendiri tampaknya orang Banten asli.
Beberapa orang menyatakan Falatehan dan Fatahillah (Sunan Gunung Jati) adalah orang yang sama. Tapi koq saya kira tidak begitu. Ngomong-ngomong, beberapa literatur sejarah menyebutkan bahwa Cirebon/Demak adalah kerajaan Syiah. Dan pertempuran dengan Pajang Sunni menyebabkan Sunni akhirnya yang berkembang di tanah air. Ini harus ditelaah lebih lanjut.
Nah. Fatahillah sendiri sempat menjadi Sultan ke-3, salah satu sultan di mana Cirebon mencapai kejayaannya.
Setelah naiknya Pajang, dan kemudian Mataram, pamor Cirebon meredup. Tampaknya kemudian Cirebon menjadi vassal dari Mataram dan setelah Mataram jatuh, kerajaan bawahan Belanda. Pada tahun 1705 kekuasaan diserahkan pada Kumpeni. Sebagai perbandingan penyerbuan Mataram ke Batavia terjadi di tahun 1628/29, sedangkan perang Diponegoro berlangsung 1825-1830.
Tanah-tanah kerajaan dikuasai Belanda, sebagai gantinya raja mendapat gaji dari pemerintah Belanda. Saya kurang tahu keadaannya pada masa Republik ini. Yang jelas, sekitar tahun 2000 sempat terdengar sengketa antara pewaris keraton Cirebon. Menyusul yang di Surakarta. Saya sering heran, wong kerajaan sudah nggak punya apa-apa. Apa yang diperebutkan? Pantesan dulu gampang termakan sama devide et impera-nya Belanda.
Mohon maaf kalau ada kesalahan. Seharusnya saya membuka kembali refensi, tapi itu tidak saya lakukan.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home