Blog Dhita Yudhistira

Apakah Blog kata resmi dalam Bahasa Indonesia?

Wednesday, April 16, 2008

Oleh-oleh Cerita dari Indonesia

Buat rekan-rekan yang sedang ada di luar negeri, atau rekan-rekan yang ada di dalam negeri tapi tidak sempat memperhatikan, saya ingin menceritakan beberapa hal yang saya dengar dan alami.

Beberapa waktu lalu saya menceritakan tentang Kapolda Jabar yang meminta semua anak buahnya menghentikan 'setoran' ke atas. Saya tidak bisa mencari tahu sampai di mana kebenaran pelaksanaannya.

Yang jelas ada beberapa kasus. Ibu saya mengurus STNK beberapa waktu yang lalu. Dari waktu ke waktu ibu saya selalu datang ke Samsat dan menghubungi 'kenalan'-nya di sana. Tapi kali ini, begitu masuk ibu saya langsung disambut provost yang mempersilakan ibu saya menuju ke loket. Hanya dalam 15 menit, urusan perpanjang STNK selesai. Tarif resmi. Luar biasa, pertama kali dalam 15 tahun terakhir, seingat saya (sebelum 15 tahun terakhir saya tidak memperhatikan).

Kemudian pegawai saya dan beberapa rekan lainnya melaporkan, bahwa ketika membuat SIM, saat ini tidak ada calo. Semua pemohon antri di loket. Bahkan pegawai saya mengatakan, dia melihat anggota polisi yang juga mengantri. Cukup banyak pemohon SIM motor yang tidak diluluskan, karena memang tidak bisa memenuhi syarat ujian. Biaya perpanjangan SIM, hanya 100 ribu. Bandingkan dengan tahun lalu yang masih 250-300 ribu rupiah. Saya tidak tahu apakah biaya resmi masih 52 ribu rupiah.

Teman dari ibu saya, suaminya bekerja di perusahaan penebangan milik keluarga kuat di Indonesia, di Irian. Menurut kesaksiannya, pekerjaan sedang sepi karena polisi sedang ketat sekali memberantas illegal logging.

Di milis-milis, bertebaran email yang memperingatkan untuk tidak menyogok polisi, karena kita bisa dituntut (konon polisi mendapat 10 juta jika bisa membuktikan kita menyogok). Saya tidak bisa mengkonfirmasi berita ini (saya belum pernah ditilang akhir-akhir ini, dan tentunya saya tidak berani menyogok setelah membaca email ini). Namun saya perhatikan, razia di jalan sedang jarang. Katanya, polisi malas razia karena kalau ada yang ditilang juga mereka tidak bisa mendapatkan bagian. Ini salah juga sih, susah kita kalau polisi nggak mau menilang pelanggar lalu lintas. Terpikir oleh saya bahwa seharusnya petugas secara resmi mendapat bagian dari denda setiap kali menilang.

Apa yang saya utarakan di atas, mungkin terdengar sederhana. Tapi kalau dipikir lebih jauh lagi, tidak pernah terjadi sejak saya berurusan polisi belasan tahun yang lalu (ketika pertama kali membuat SIM).

Ini memberikan harapan, bahwa negara ini sebetulnya bisa tertib. Dan ketertiban itu akan datang lebih cepat ketika datang dari atas: menegakkan benang basah harus dari atas.

Bravo Pak Polisi! Memang masih banyak yang harus dibenahi, tapi ini langkah awal yang baik.

2 Comments:

  • At 4:19 PM , Blogger Sari-Sari said...

    Berikut informasi dari Website resmi POLRI :
    Biaya SIM (PP No. 44 /1993).
    Penerbitan SIM oleh Polri dipunggut biaya, besarnya biaya untuk penerbitan SIM sejak diberlakukannya PP No. 31 Tahun 2004 tentang Jenis tarif PNBP yang berlaku di Polri dan dijabarkan melalui Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: Skep/ 1008 / XII / 2004 tanggal 29 Desember 2004 tentang Petunjuk Administrasipengelolaan PNBP dilingkungan Polri, biaya penerbitan /pembuatan SIM adalah :
    a) Pembuatan SIM baru : Rp 75.000,-
    b) Perpanjangan SIM : Rp 60.000,-
    c) Pelayanan tes klipeng : Rp 50.000,-
    d) Pemeriksaan dokter bisa dilakukan oleh Dokter Polri atau Dokter umum.
    e) Berdasarkan Surat Telegram Kapolri No. Pol. : ST / 183 / II / 2005 tanggal 11 Pebruari 2005 tentang diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2004 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dilingkungan Polri dengan ketentuan :
    1) Putor hanya memungut biaya yang berkaitan dengan jenis tarif sesuai dengan yang tercantum dalam PP No. 31 Tahun 2004.
    2) Biaya yang selama ini dipungut untuk Rikkes, sidik jari, asuransi Bhakti Bhayangkara ditiadakan.
    3) Semua ketentuan yang bertentangan dengan PP No.
    31 Tahun 2004 tentang Tarif atas jenis PNBP yangberlaku pada Polri dinyatakan tidak berlaku.

    Penolakan dan pencabutan SIM (PP No. 44/1993 Pasal 228)

    Pemohon SIM, ditolak dan dicabut apabila:
    1) Tidak memenuhi kelengkapan persyaratan yang ditentukan.
    2) Pemohon telah memiliki SIM dari golongan yang sama dengan yang dimohon.
    3) Masa pencabutan SIM yang bersangkutan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hokum tetap, belum berakhir.

    SIM dinyatakan tidak berlaku (PP No. 44/1993 Pasal 230) bila:
    1) Habis masa berlakunya.
    2) SIM dalam keadaan rusak sehingga tidak terbaca lagi.
    3) Digunakan oleh orang lain.
    4) Diperoleh dengan cara tidak sah.
    5) Data yang terdapat dalam SIM diubah.

     
  • At 4:20 PM , Blogger Sari-Sari said...

    Informasi dari situs resmi Polri "

    Biaya SIM (PP No. 44 /1993).
    Penerbitan SIM oleh Polri dipunggut biaya, besarnya biaya untuk penerbitan SIM sejak diberlakukannya PP No. 31 Tahun 2004 tentang Jenis tarif PNBP yang berlaku di Polri dan dijabarkan melalui Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: Skep/ 1008 / XII / 2004 tanggal 29 Desember 2004 tentang Petunjuk Administrasipengelolaan PNBP dilingkungan Polri, biaya penerbitan /pembuatan SIM adalah :
    a) Pembuatan SIM baru : Rp 75.000,-
    b) Perpanjangan SIM : Rp 60.000,-
    c) Pelayanan tes klipeng : Rp 50.000,-
    d) Pemeriksaan dokter bisa dilakukan oleh Dokter Polri atau Dokter umum.
    e) Berdasarkan Surat Telegram Kapolri No. Pol. : ST / 183 / II / 2005 tanggal 11 Pebruari 2005 tentang diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2004 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dilingkungan Polri dengan ketentuan :
    1) Putor hanya memungut biaya yang berkaitan dengan jenis tarif sesuai dengan yang tercantum dalam PP No. 31 Tahun 2004.
    2) Biaya yang selama ini dipungut untuk Rikkes, sidik jari, asuransi Bhakti Bhayangkara ditiadakan.
    3) Semua ketentuan yang bertentangan dengan PP No.
    31 Tahun 2004 tentang Tarif atas jenis PNBP yangberlaku pada Polri dinyatakan tidak berlaku.

    Penolakan dan pencabutan SIM (PP No. 44/1993 Pasal 228)

    Pemohon SIM, ditolak dan dicabut apabila:
    1) Tidak memenuhi kelengkapan persyaratan yang ditentukan.
    2) Pemohon telah memiliki SIM dari golongan yang sama dengan yang dimohon.
    3) Masa pencabutan SIM yang bersangkutan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hokum tetap, belum berakhir.

    SIM dinyatakan tidak berlaku (PP No. 44/1993 Pasal 230) bila:
    1) Habis masa berlakunya.
    2) SIM dalam keadaan rusak sehingga tidak terbaca lagi.
    3) Digunakan oleh orang lain.
    4) Diperoleh dengan cara tidak sah.
    5) Data yang terdapat dalam SIM diubah.

     

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home