Blog Dhita Yudhistira

Apakah Blog kata resmi dalam Bahasa Indonesia?

Tuesday, February 12, 2008

Kita Masih Serumpun?

Saya pernah membaca, entah di mana. Cina begitu marahnya dengan Jepang, karena Jepang menginvasi Cina di sekitar perang dunia II. Mungkin Cina merasa lebih 'tua' dari Jepang. Selama ribuan tahun kisah invasi adalah invasi Cina ke Jepang, dan sebaliknya. Tiba-tiba Jepang menduduki tanah Cina.

Marah itu bersisa sampai sekarang. Kalau ada kunjungan dari PM Jepang ke kuil untuk menghormati pahlawan perang dunia II, hubungan Cina-Jepang, atau Korea-Jepang akan memburuk. Orang Cina, konon, tidak sudi memakai produk Jepang jika tidak terpaksa. Itu sebabnya, mereka lebih suka memakai produk buatan sendiri walau pun jelek mutunya, ketimbang impor dari Jepang.

Indonesia, tidak punya sifat seperti itu.

Dari kecil kita diajarkan memaafkan. Jangan mengungkit-ungkit keburukan orang lain. Akhirnya kita menjadi bangsa yang super ramah. Kalau ada orang menegur saya di jalan, bertanya atau lainnya, secara reflek saya akan tersenyum. Bukannya itu jelek, tapi sering kali saya berpikir bahwa saya seharusnya memahami betul apa yang diucapkan oleh orang itu sebelum saya betul-betul tersenyum. Bayangkan, misalkan, saya bertemu seseorang di jalan yang mengatakan pada saya,"Permisi Mas, anda kelihatannya ndeso banget." Secara reflek saya akan tersenyum. Sudah diajarkan dari kecil.

Jadi begitulah. Malaysia saat ini negara pengekspor kayu lapis, salah satu yang terbesar di dunia. Mereka membanggakan diri berhasil melakukannya dengan menjaga hutan mereka. Dengan cepat kita bisa berkesimpulan, mereka bisa melakukannya karena yang dibabat adalah hutan Indonesia, diselundupkan ke Malaysia. Setiap kayu yang masuk ke Malaysia dianggap sah jika sudah membayar retribusi. Malaysia tidak peduli jika itu kayu ilegal di Indonesia.

Setelah hutan kita digunduli, ikan kita dicuri, TKI kita dipukuli, wisatawan kita di razia (hanya karena orang Indonesia), pulau kita diklaim, kesenian kita diaku, kita masih tersenyum. Mungkin karena didikan sejak kecil. Dalam kasus-kasus yang panas, Presiden Indonesia bahkan masih mengatakan Malaysia adalah kawan baik Indonesia, teman serumpun. Saya merasa aneh, ketika Malaysia menyatakan hal yang sama hanya di saat mereka membutuhkan sesuatu dari Indonesia. Misalkan ketika kita marah tentang Reog, mereka bilang,"Ah sudah jangan diributkan, kita kan serumpun." Enak di loe nggak enak di gua.

Only the paranoid survive. Ada yang bilang begitu. Saya cenderung setuju. Singapura begitu takutnya akan digilas oleh Indonesia dan Malaysia, kita bisa lihat hasilnya. Bagai mana dengan Indonesia? Indonesia seolah tidak pernah punya masalah. Tapi sebetulnya, masalah apa yang belum datang di Indonesia? Dan kita masih butuh tantangan untuk lebih berusaha?
Pagi ini, dua berita sekaligus mengganggu pikiran saya. Pertama, AL Singapura menerima 3 lagi frigat kelas formiddable. Perlu diketahui di sini, postur AL Singapura kalah jauh dari TNI AL. Tetapi pembaharuan yang dilaksanakan akhir-akhir ini jelas lebih meyakinkan di pihal Singapura. Kita membeli 4 korvet, mereka membeli 6 frigat (kelas frigat di atas korvet). Konon kabarnya senjata anti serangan udara dan harpoon yang ditenteng frigat Singapura lebih canggih, lebih jauh jangkauannya. Mereka juga mengakuisisi beberapa kapal selam dari Swedia. Kalau anda membayangkan Singapura, lautnya tidak lebih besar dari Teluk Jakarta. Jadi buat apa mereka memiliki angkatan laut seperti itu? Pesawat tempurnya memasuki wilayah udara Indonesia begitu lepas landas, dan mereka mempunyai lebih banyak pesawat tempur dan tentunya dijamin lebih canggih. Buat apa? Di mana kapal selam singapura berkeliaran kalau bukan menyerempet-nyerempet laut kita?

Dan kita tidak merasa itu mengganggu kita. Toh Singapura masih saudara kita, teman baik. Kalau Singapura tahu-tahu mengebom kilang minyak Dumai atau Jakarta, kita mau apa? Paling bilang,"Sebagai negara serumpun pakcik tidak boleh begitu."

Berita kedua, adalah Malaysia mulai melatih rakyat sipil sebagai paramiliter. Saya pikir-pikir, membaca berita Malaysia ini seperti nostalgia orde baru. Persnya memuja-muja pemerintah, tidak pernah ada berita jelek. Pemerintahnya sukses luar biasa (menurut pers Malaysia). Tidak boleh demonstrasi. Tidak banyak partai pilihan. Kalau UMNO tidak menang tidak dibangun daerah itu (seperti Golkar dulu). Dan sekarang mereka mulai ikut menggalakkan paramiliter. Seberti jaman pamswakarsa (pamswakarsa memang jaman reformasi, tapi sisa Orba).
Yang mengganggu, sebagian yang dilatih adalah WNI di perbatasan. Sehingga ditakutkan oleh Komandan TNI di sana, kalau terjadi sesuatu maka TNI terpaksa menembaki warga Indonesia, saudara sendiri. Saya heran sama sekali mengapa pers tidak menganggap hal ini berita penting, tidak ada yang meletakkannya di halaman pertama.

Bayangkan kembali anda berada di sekolah. Anda memiliki teman-teman 'preman' (bully). Anda bisa diam saja, menuruti semua kemauan mereka, dan mereka akan terus mengambil apa yang bisa didapatkan dari anda. Atau anda bisa juga berdiri (stand up) dan melawan mereka. Tidak ada bedanya dengan seorang murid SD, sebuah negara harus melakukan hal yang sama.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home