10 Tahun, Apa yang Telah Kita Capai?
Mengenang hari-hari di sekitaran Mei 98, tentu salah satu pertanyaan yang muncul adalah, apakah setelah reformasi negara ini menjadi lebih baik?
Ini pertanyaan yang sangat sulit dijawab. Saya sendiri orang yang optimistis. Di detik-detik terakhir batas kelulusan sarjana muda dan nilai E yang diharamkan muncul pun, saya masih optimis (dan untungnyal, optimisme saya berbuah). Jadi apa yang saya bicarakan dalam tulisan ini adalah dari sudut pandang seorang optimist.
Bulan lalu, sampai bulan lalu, anda tidak akan berpikir bahwa kantor seorang anggota DPR akan digeledah. Ada yang bilang di acara Republik Mimpi tadi, bahwa apakah tidak ada cara lain. Seolah-olah DPR itu penjahat narkoba. Justru itu intinya, menjadi sama di depan hukum terlepas dia maling ayam atau seorang anggota DPR. Kalau DPR harus diperlakukan dengan cara yang baik, demikian juga seorang maling ayam. Dan sampai bulan lalu, kita masih ragu apakah penggeledahan di DPR bisa terjadi.
Dan ini satu langkah lagi lebih maju.Negara ini, pelan-pelan sesungguhnya menjadi lebih baik dari hari sebelumnya.
Apakah negara kita memenangkan olimpiade Fisika pada jaman Orde Baru? Anda bisa saja bilang, waktu itu Yohannes Surya belum sempat mengurus olimpiade Fisika. Tapi seharusnya, muncul Yohannes Surya lain, dan itu tidak terjadi. Di masa reformasi ini, orang-orang berinisiatif membuat taman bacaan, sekolah untuk orang tidak mampu, dan sebagainya. Mungkin luput dari perhatian anda, itu tidak banyak terjadi di jaman Orde Baru.
Orde Baru, telah memberangus kemampuan berorganisasi warga sipil. Kemampuan yang sesungguhnya telah membantu bangsa ini untuk merebut kemerdekaannya. Karena itu kita mengenang Sumpah Pemuda. Kemampuan berorganisasi yang semakin menurun itu bisa dilihat dari 'tingkat keramaian' demonstrasi mahasiswa dari tahun 66 sampai 98. Dan kalau kita mau berlelah-lelah sedikit menengok museum Sumpah Pemuda, kita akan tahu bahwa organisasi pemuda tahun 1920-an lebih maju dari pada 2000-an. Apa parameternya? Sederhana saja, bahwa organisasi pada masa itu dapat hidup dari iuran anggotanya (anggota memberi dana kepada organisasi dan bukan sebaliknya seperti sekarang), dan dapat mengeluarkan aturan yang dipatuhi oleh anggotanya setelah disepakati. Karena itu kita tidak pernah mendengar ada Budi Utomo perjuangan. Beberapa organisasi seperti Sarekat Islam memang sempat pecah, tetapi pecah secara resmi tanpa saling mengklaim kebenaran ideologi seperti sekarang.
Tetapi sejak reformasi ini, kemampuan itu kembali ada. Dan tentu saja, karena kualitasnya masih di bawah tahun 1920-an, masih dibutuhkan waktu. Mungkin cukup panjang, tetapi arah ke sana sudah ada.
Korupsi merebak di mana-mana, tetapi ada yang tertangkap. Kira-kira 5 tahun yang lalu, kita tidak yakin apakah para Bupati koruptor akan tertangkap. Sampai kira-kira 1 tahun yang lalu, kita tidak yakin apakah anggota Dewan yang terhormat bisa tertangkap basah. Tetapi ternyata bisa. Di jaman reformasi ini, ada pertarungan antara ilmu hitam dan ilmu putih. Ilmu hitam masih sering sekali menang, tetapi ada pertarungan yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Di Jawa Barat kita bisa merasakan bahwa bulan-bulan terakhir jarang sekali ada razia. Konon kabarnya, polisi malas karena mereka diperintahkan untuk tidak melakukan pungli. Menjadi masalah jika polisi tidak menjalankan tugasnya, tetapi kenyataan bahwa perintah dari atas bisa menertibkan korps polisi adalah satu kejutan yang menyenangkan, pembuktian atas teori bahwa,"Menegakkan benang basah harus dari atas."
Masih banyak contoh lainnya, terlalu banyak untuk dibahas di tulisan ini. Tetapi momen 100 tahun kebangkitan nasional ini, marilah kita jadikan momentum untuk berubah. Seperti kata Aa Gym (sebelum dan sesudah menikah lagi),"Marilah mulai dari diri sendiri."
Kerjakan apa yang menjadi pekerjaan kita sebaik-baiknya, insyaAllah kita bisa menyelesaikan masa transisi ini dengan baik.
Ini pertanyaan yang sangat sulit dijawab. Saya sendiri orang yang optimistis. Di detik-detik terakhir batas kelulusan sarjana muda dan nilai E yang diharamkan muncul pun, saya masih optimis (dan untungnyal, optimisme saya berbuah). Jadi apa yang saya bicarakan dalam tulisan ini adalah dari sudut pandang seorang optimist.
Bulan lalu, sampai bulan lalu, anda tidak akan berpikir bahwa kantor seorang anggota DPR akan digeledah. Ada yang bilang di acara Republik Mimpi tadi, bahwa apakah tidak ada cara lain. Seolah-olah DPR itu penjahat narkoba. Justru itu intinya, menjadi sama di depan hukum terlepas dia maling ayam atau seorang anggota DPR. Kalau DPR harus diperlakukan dengan cara yang baik, demikian juga seorang maling ayam. Dan sampai bulan lalu, kita masih ragu apakah penggeledahan di DPR bisa terjadi.
Dan ini satu langkah lagi lebih maju.Negara ini, pelan-pelan sesungguhnya menjadi lebih baik dari hari sebelumnya.
Apakah negara kita memenangkan olimpiade Fisika pada jaman Orde Baru? Anda bisa saja bilang, waktu itu Yohannes Surya belum sempat mengurus olimpiade Fisika. Tapi seharusnya, muncul Yohannes Surya lain, dan itu tidak terjadi. Di masa reformasi ini, orang-orang berinisiatif membuat taman bacaan, sekolah untuk orang tidak mampu, dan sebagainya. Mungkin luput dari perhatian anda, itu tidak banyak terjadi di jaman Orde Baru.
Orde Baru, telah memberangus kemampuan berorganisasi warga sipil. Kemampuan yang sesungguhnya telah membantu bangsa ini untuk merebut kemerdekaannya. Karena itu kita mengenang Sumpah Pemuda. Kemampuan berorganisasi yang semakin menurun itu bisa dilihat dari 'tingkat keramaian' demonstrasi mahasiswa dari tahun 66 sampai 98. Dan kalau kita mau berlelah-lelah sedikit menengok museum Sumpah Pemuda, kita akan tahu bahwa organisasi pemuda tahun 1920-an lebih maju dari pada 2000-an. Apa parameternya? Sederhana saja, bahwa organisasi pada masa itu dapat hidup dari iuran anggotanya (anggota memberi dana kepada organisasi dan bukan sebaliknya seperti sekarang), dan dapat mengeluarkan aturan yang dipatuhi oleh anggotanya setelah disepakati. Karena itu kita tidak pernah mendengar ada Budi Utomo perjuangan. Beberapa organisasi seperti Sarekat Islam memang sempat pecah, tetapi pecah secara resmi tanpa saling mengklaim kebenaran ideologi seperti sekarang.
Tetapi sejak reformasi ini, kemampuan itu kembali ada. Dan tentu saja, karena kualitasnya masih di bawah tahun 1920-an, masih dibutuhkan waktu. Mungkin cukup panjang, tetapi arah ke sana sudah ada.
Korupsi merebak di mana-mana, tetapi ada yang tertangkap. Kira-kira 5 tahun yang lalu, kita tidak yakin apakah para Bupati koruptor akan tertangkap. Sampai kira-kira 1 tahun yang lalu, kita tidak yakin apakah anggota Dewan yang terhormat bisa tertangkap basah. Tetapi ternyata bisa. Di jaman reformasi ini, ada pertarungan antara ilmu hitam dan ilmu putih. Ilmu hitam masih sering sekali menang, tetapi ada pertarungan yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Di Jawa Barat kita bisa merasakan bahwa bulan-bulan terakhir jarang sekali ada razia. Konon kabarnya, polisi malas karena mereka diperintahkan untuk tidak melakukan pungli. Menjadi masalah jika polisi tidak menjalankan tugasnya, tetapi kenyataan bahwa perintah dari atas bisa menertibkan korps polisi adalah satu kejutan yang menyenangkan, pembuktian atas teori bahwa,"Menegakkan benang basah harus dari atas."
Masih banyak contoh lainnya, terlalu banyak untuk dibahas di tulisan ini. Tetapi momen 100 tahun kebangkitan nasional ini, marilah kita jadikan momentum untuk berubah. Seperti kata Aa Gym (sebelum dan sesudah menikah lagi),"Marilah mulai dari diri sendiri."
Kerjakan apa yang menjadi pekerjaan kita sebaik-baiknya, insyaAllah kita bisa menyelesaikan masa transisi ini dengan baik.
3 Comments:
At 12:50 PM , Zalfany said...
Pertanyaannya Dhit.. kapankah masa transisi ini akan selesai?
At 6:24 PM , Dhita Yudhistira said...
Ya yang sabar aja Nyeng. Kita ambil contoh, revolusi Perancis, kira-kira 100 tahun lebih. Reformasi Rusia sebelum sampai kepada kemajuan (ekonomi) seperti sekarang, 15 tahun lebih.
Didoakan aja.
At 9:22 AM , Anonymous said...
hmm, jadi apa sby layak dipilih lagi jd presiden berikutnya?
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home