Blog Dhita Yudhistira

Apakah Blog kata resmi dalam Bahasa Indonesia?

Wednesday, April 04, 2007

Beberapa Alasan Membubarkan STPDN/IPDN

Alasan paling utama dari pembubaran STPDN/IPDN adalah kekerasan yang selalu (bukan kerap) terjadi di dalamnya. Senior memukuli yunior setiap ada kesempatan dengan berbagai justifikasi mulia seperti 'pembinaan'.

Saya perhatikan bahwa orang yang suka menindas ke bawah cenderung menjilat ke atas dan sebaliknya. Dan ini adalah karakter yang sangat umum di masyarakat (pemerintahan?) kita. Ini harus dibasmi, di mana STPDN tampaknya (melalui bukti kejadian-kejadian) menjadi sarang dari karakter ini. Kalau anda rajin mengamati cerita para orang tua, jaman dulu yang disebut perkelahian dan keberanian di sekolah adalah yunior yang berani melawan senior (tentunya karena kesalahan senior). Berbeda dengan sekarang di mana senior memukuli yunior tapi takut dengan yang lebih senior.

Kemudian, ini membuktikan bahwa mereka tidak bisa berubah, beradaptasi. Padahal Indonesia membutuhkan pemimpin-pemimpin yang mampu beradaptasi.

Selain itu ada beberapa alasan lain.
1. Sudah tidak saatnya ada pendidikan di luar pendidikan umum
Saya tidak punya dokumentasinya, tetapi beberapa tahun yang lalu negara ini pernah membahas tentang pendidikan di luar pendidikan umum. Termasuk di dalamnya adalah sekolah-sekolah negara: STPDN, STAN, dsb. Juga beasiswa-beasiswa lainnya. Hasilnya cukup mengejutkan (saya). Biaya pendidikan itu hampir sama besarnya dengan biaya pendidikan umum saat itu, yaitu yang dipakai untuk membiayai seluruh sekolah negeri dari SD sampai universitas.
Pada dasarnya, semua jurusan yang ada di institusi-institusi itu (kecuali polisi dan tentara tentunya) sudah ada di universitas negeri. Untuk STPDN misalkan, seharusnya bisa digantikan oleh FISIP. Kalau dirasakan ada kekurangan pada kurikulum FISIP, maka sebaiknya disesuaikan.

2. Jalur 'khusus' dari sekolah tertentu menyebabkan mafia
Ada beberapa kasus, misalkan STT Telkom untuk masuk PT. Telkom (walau sekarang tidak terlalu kuat lagi). Tapi di pemerintahan hampir pasti dimonopoli oleh lulusan STPDN. Bagi saya ini tidak baik. Tidak ada persaingan antar alumni, tidak ada perbedaan kultur dan warna. Sistem satu STPDN lebih cocok (atau mungkin memang dimaksudkan?) dengan jaman orba yang sentralistik (sentralnya siapa hayo?)

3. Militerisasi sipil sudah tidak jaman
Saya ingat penjelasan Rudini tentang alasan pendirian STPDN,"Pemimpin militer sudah disiplin, tetapi saya ingin pemimpin sipil juga bisa. Supaya ada kepemimpinan sipil yang kuat." Aneh sekali. Pertama, siapa yang bilang pemimpin militer berdisiplin? Kalau benar klaimnya, tidak akan ada tembak-menembak antara Polisi dan Tentara. Kedua, dia lupa kalau kepemimpinan sipil menjadi lemah karena selama orde baru kepemimpinan diambil alih oleh militer dan sisanya diinjak-injak.
Nah, permasalahan berikutnya, masyarakat yang ditemui nantinya bukanlah masyarakat militer dengan komando. Anda bisa memastikan 600 orang tentara mengerjakan seluruh instruksi dari komandannya. Namanya juga tentara. Tapi coba anda kirim instruksi warga RT untuk kerja bakti. Kepemimpinan sipil membutuhkan seni yang berbeda, walau sering kali tradisi di militer membantu.
Kemudian, jika kita mengamati, dengan mudah kita sampai pada kesimpulan, bahwa sipil yang dimiliterkan sering kali atau hampir selalu kebablasan: laskar-laskar di masyarakat, STPDN, dan sebagainya. Itu mungkin karena mereka sering ingin membuktikan mereka sama hebatnya atau bahkan lebih hebat. Jadi kira-kira begini pemikiran anak STPDN,"Di Akmil tuh cemen, kalau dipukul cuma sekali sehari. Coba nih di STPDN, bisa 2x sehari."
Kalau mau sipil yang kuat, sekalian dijadikan militer: jadi tentara cadangan, dapat pangkat, harus latihan periodik, bisa dipanggil sewaktu-waktu.

4. Pemerintahan perlu merekrut lebih banyak lulusan teknik
Beberapa waktu lalu dibahas di koran, di Indonesia pegawai pemerintahan hampir 80% adalah administrasi. Bandingkan dengan Cina yang lebih dari 50% adalah lulusan teknik. Saya tidak bermaksud menyombongkan bidang teknik kalau mengatakan: lulusan teknik lebih mudah mempelajari peraturan daerah dibandingkan lulusan sosial mempelajari pembangunan jalan dan jembatan. Tentu ada alasan kenapa S1 teknik boleh mengambil S2 administrasi/sosial sedangkan lulusan administrasi/sosial hampir tidak pernah mengambil S2 elektro misalkan.

5. Indonesia membutuhkan pabrik Tahu Sumedang Raksasa...

Rasanya cukup dulu deh. Takut juga saya dipukulin anak STPDN. Seperti biasa, ada juga lulusan STPDN yang tidak begitu. Saya pernah bertemu beberapa di antaranya. Dan kepada mereka saya mohon maaf.

15 Comments:

  • At 7:57 PM , Anonymous Anonymous said...

    Sampai sekarang tidak pernah habis pikir mengapa orang Indonesia pada umumnya:
    1. senang dengan segala sesuatu yang berbau seragam dan kalau bisa ada pangkat-pangkatan di bagian bahunya (hayo, di elektro aja ada jaket angkatan)
    2. Menganggap baris berbaris melatih disiplin...

    Eh, kenapa pabrik tahu?

     
  • At 7:45 PM , Anonymous Anonymous said...

    Tulisan yang bagus...

     
  • At 7:05 PM , Blogger MAW said...

    Membaca ini sudah cukup deh alasan untuk membubarkan IPDN.

     
  • At 7:17 AM , Anonymous Anonymous said...

    Bubarkan!

     
  • At 3:44 PM , Anonymous Anonymous said...

    Kok STAN di ikut-ikutkan...???

    Emosi Sepihak!!!!!!

    Adakah keunggulan-keunggulan ini d universitas selain STAN?

    1. Input STAN.
    Anda harus tahu... Dalam menerima mahasiswa STAN ada persyaratan khusus nilainya minimal 7,00. Input tak diragukan lagi....!!! E... jangan salah STAN masih menyeleksi dg yang namanya Ujian Saringan Masuk (USM). Anda harus tahu, tahun kmaren yang daftar sekitar 120000 orang, yg d trima hnya 2000sekian orang. So... tidak boleh ingkar tentang mutu mahasiswa STAN. (bukannya sombong, aku jg bukan mahasiswa STAN).

    2. Proses Pendidikan STAN
    ya ga ada perploncoan lagi lah,... KUNO. Di STAN organisasi semua keagamaan HIDUP, sangat hidup malah.. Aku jga heran...
    Yang penting adalah, aku jamin tidak semua mata pelajaran sory mata kuliah di STAN di ajarkan di perguruan tinggi lain. Emang ada jurusan piutang lelang??? BeaCukai??? Kebendaharaan Negara??? ya... STAN memang mncetak tenaga siap pakai...
    DEPKEU sendirilah penentu kurikulum, kan DIA yang tahu kompetensi yang dibutuhkan.



    3. STAN pmborosan????
    agaknya Anda harus datang sendiri deh ke kampus STAN. Lihatlah gedungnya, prasarananya, perpusnya, jalannya. Anda akan trperanjat??? Memang STAN tdak semegah STPDN ataupun STIS. Dengan kursi kayu yang lapuk, jangankan AC atapnyapun masih bocor. Prnah datang ke STAN dg teman dari kampus TERNAMA, dia bilang apa coba???? Gedung STAN kaya kandang kambing... YA ALLOH.. Walaupun tdak separah itu kali...

    4. STAN kampus idola Orang Ndeso yang berotak cerdas.
    Di tengah mahalnya biaya kuliah...., agaknya kmpus ini mjd alternatif dg biaya gratis, dn jaminan PNS.

    Janganlah kita iri pada mereka, kalau kita mampu dan pengen, masuk aja ke STAN. ga ada yang larang kok......

    Bertentangan dg UU Sisdiknas, REVISI aja..... Kan UU FLeksible.

    Wallahu a'lam .....

     
  • At 2:15 PM , Blogger Dhita Yudhistira said...

    Terima kasih untuk Aku (Kamu?) untuk komentarnya.

    Menurut saya, anda orang yang cukup aneh. Berteriak-teriak dengan hanya menuliskan nama sebagai 'Aku'. Dan sumpah saya tidak menuduh anda lulusan STAN. Kalau melihat gaya bicara anda tampaknya anda lulusan STPDN. :)

    Jadi begini tanggapan saya.

    Pertama, saya tahu mahasiswa STAN pintar-pintar. Teman-teman sekolah saya juga banyak yang masuk STAN, jadi saya bisa mengira-ngiralah, seberapa pintar mereka. Dan saya tidak pernah mengatakan orang STAN, Akmil, STPDN, UI, ITB, atau mana pun pintar atau goblok. Tapi kalau orang pintar dipukuli dari Isya sampai Subuh seperti di STPDN dan tidak sempat belajar, ya tidak akan ada hasilnya.

    Kedua, memang jurusan semacam bea cukai dan sebagainya tidak ada di Perguruan Tinggi. Justru itulah yang diatur oleh UU Sisdiknas: apakah jurusan itu hendak dibuka di perguruan tinggi negeri, atau bisa juga pemerintah merekrut S1 dari perguruan tinggi umum untuk dididik tambahan di keprofesian seperti STAN atau STPDN. Yang diminta adalah, tidak ada lembaga pendidikan bergelar (D3/S1/S3) di luar perguruan tinggi negeri.

    Sedikit saya utarakan juga, menjadi tambah aneh sekarang kalau pemerintah menyelenggarakan pendidikan (berlabel) kedinasan di mana pesertanya tidak semuanya pegawai pemerintah. Ingat, tidak semua alumni STAN/STPDN/dll. diangkat menjadi pegawai negeri.

    Nah, tentang betul atau tidaknya pengaturan yang demikian oleh UU, bisa menjadi diskusi sendiri. Saya dan anda punya pendapat yang berbeda. Saya setuju sekali dengan UU Sisdiknas.

    Yang jelas, sekarang sudah ada Undang-Undangnya, dan bagi saya yang paling penting adalah bagai mana negara ini belajar mengikuti undang-undang dan peraturan yang berlaku.

    Jadi kalau anda tidak setuju, boleh. Protes saja ke DPR, minta ganti undang-undang. Tetapi selama itu berlaku, anda tidak bisa melanggar seenak udel.

    Terakhir, saya kira tidak ada satu institusi pun yang sedemikian hebat di dunia (dunia!) ini sehingga patut kita bangga-banggakan tanpa batas.

    Menilai hebat-tidaknya STAN bisa kita lakukan dengan mengevaluasi kinerja Bea Cukai dan Pajak yang notabene isinya orang STAN. Ini saya kira, silakan masing-masing pribadi melakukannya.

     
  • At 9:10 AM , Anonymous Anonymous said...

    '''''Pertama, saya tahu mahasiswa STAN pintar-pintar. Teman-teman sekolah saya juga banyak yang masuk STAN, jadi saya bisa mengira-ngiralah, seberapa pintar mereka. Dan saya tidak pernah mengatakan orang STAN, Akmil, STPDN, UI, ITB, atau mana pun pintar atau goblok. Tapi kalau orang pintar dipukuli dari Isya sampai Subuh seperti di STPDN dan tidak sempat belajar, ya tidak akan ada hasilnya.''''''

    Janagn sama ratakan dong. Aku setuju pola pndidikan STPDN gagal. tapi tanya anak KEDINASAN LAIN, STIS-STAn misal, apa mereka pernah dipukuli..????

    '''''' Sedikit saya utarakan juga, menjadi tambah aneh sekarang kalau pemerintah menyelenggarakan pendidikan (berlabel) kedinasan di mana pesertanya tidak semuanya pegawai pemerintah. Ingat, tidak semua alumni STAN/STPDN/dll. diangkat menjadi pegawai negeri.'''''

    Tanyakan aja ke Suyono Salamun direktur STAN atao pun Satwiko Darmesto kepala STIS. Apa ada yang anak didiknya 'TERLANTAR' tak jadi CPNS?

    maaf, agaknya saya masih melihat PTK sebagai aset bangsa. Sekali lagi tidak semua PTK seperti STPDN.

    Kembali ke topik ya... Pada intinya aku cman tidak setuju STAN diikut-ikutkan. STAN beda dengan STPDN. ok saya setuju STPDN salah, perlu dirombak, n jika ga bisa dibubarkan aja. Tapi sekali lagi tidak semua PTK seperti STPDN. makasih.....

     
  • At 8:46 PM , Blogger Dhita Yudhistira said...

    O ya. Betul juga Mas. Saya yang salah. Semua lulusan sekolah kejuruan memang jadi PNS. Tidak ada yang terlantar. Bahkan yang sudah divonis bersalah pun tetap jadi PNS.

    Begini, saya tidak menyamaratakan STPDN dengan semua PTK (pendidikan kedinasan) lain. Kalau disimak, saya sama sekali tidak pernah bilang ada kekerasan di PTK lain. Dan bahkan saya tidak menyatakan bahwa lulusannya tidak bermutu. Kalau anda tidak bisa melihat ini, saya kira susah untuk kita meneruskan diskusi.

    Yang saya ungkapkan dan setujui adalah bahwa PTK ini sudah diatur di UU Sisdiknas 2003 untuk digabung dengan PTN atau menyelenggarakan pendidikan lanjutan non gelar. Dengan alasan-alasan yang juga saya bahas sedikit. Jadi bukan semata harus ada kekerasan PTK-PTK itu dilebur ke PTN.

    Begitu kira-kira. Anyway, terima kasih sekali atas semangatnya, saya jadi semangat juga menjawabnya.

    Tp ingat lho, yang memutuskan bubar tidaknya STPDN bukan saya... :D

     
  • At 7:58 AM , Anonymous Anonymous said...

    '''''Pertama, saya tahu mahasiswa STAN pintar-pintar. Teman-teman sekolah saya juga banyak yang masuk STAN, jadi saya bisa mengira-ngiralah, seberapa pintar mereka. Dan saya tidak pernah mengatakan orang STAN, Akmil, STPDN, UI, ITB, atau mana pun pintar atau goblok. Tapi kalau orang pintar dipukuli dari Isya sampai Subuh seperti di STPDN dan tidak sempat belajar, ya tidak akan ada hasilnya.'''''

    Tidak salahkan kalau aku bilang anda menyamaratakan...


    Pasal 29 SISDIKNAS

    (1) Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.

    (2) Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.

    (3) Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.

    (4) Ketentuan mengenai pendidikan kedinasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

    wong PPnya aja belum selesai.

     
  • At 1:55 PM , Anonymous Anonymous said...

    sy masih kul d stan, jelas nggak mau stan ikut2 disorot apalagi dibubarin
    stan jelas beda sama ipdn
    -nggak ada kampus mewah
    -penerimaan mahasiswa bersih (nyaris nggak ada kongkalikong di sini)
    -nggak ada pemborosan duit negara (tahun 2006 stan nyumbang 12 miliar PNBP, dan buat stan 11 miliar. ada surplus 1 miliar di sini)
    -lulusan stan lebih siap pakai (lebih dalam sisi praktikalnya)<-- Bu Menteri, Sri Mulyani yang bilang
    -nggak ada seragam, senior-junior, nggak ada kekerasan
    -kehidupan kampus hidup, nggak dikekang. Temukan keragaman di sini
    -dan yang jelas stan nggak boleh bubar sebelum "7 summit project" (7 puncak gunung tertinggi di dunia)-nya stapala bisa digenapkan

    ya moga2 stan nggak dibubarin...
    jaya Indonesia, jaya stapala

     
  • At 10:34 AM , Anonymous Anonymous said...

    Jadi inget waktu kuliah di STAN ...
    Saking menyatu dengan lingkungannya pas lagi kuliah eh kambing2 pada masuk ke kelas ...

    Ngiri jg liat kampus dan fasilitas IPDN ... sayang katro ...

     
  • At 4:55 PM , Anonymous Anonymous said...

    jangan mandang sebelah mata deh kalo mau kasi koment,saya ndiri anak yang kul d stpdn.bagi saya dengan adanya seragam ini bisa jadi pengendali diri untuk nggak bikin hal2yang bikin malu.bisa tampil sopan.
    yang perlu saudara tw juga disini nggak ada masa plonco2an, yang ada juga kami dilatih mental dan disiplin di t4-diklatnya tentara.gak ada masa ploncoan dikampus.baris2berbaris emang erat sangkut pautnya ama displin cos bisa dibayangkan dalam barisan ada stu komando.disitu kita bisa liat gimana kita mematuhi perintah,mau bekerja sama melaksanakan perintah.kalo saja ada satu yang keluar jalur bisa dilihat kekacauannya.mau koment ttg kehidupan agama disini?jangan salah, apapun yang terjadi agama tetap harus ditegakkan.gak ada larangan untuk setiap kegiatan agama.salah satu buktinya udah hampir seribu lebih dari kami yang ikut ESQ-165.tanya aja ke kang Ary ginanjar nya.seleksi masuk sini jangan diremehkan,ada4kali tahap seleksi,gak semua yang saudara2ku lihat dan dengar di tv itu selalu benar.sapa bilang dikampus gak bisa belajar, itu pintar2nya kita aja buat atur jadwal belajar, buktinya IP saya tiap semester makin bagus.
    yang pasti sapa saja yang mw masuk ksini bisa aja kok.gak mesti dari kalangan atas aja.saya aja anak sopir bisa masuk kesini(bukannya bohong).kalo mw berjuang percaya aja ama kemampuan ndiri dan kekuasaan 4JJ1.
    jangan lupa kalo menurut saya yang menimba ilmu di PT negeri bergerak di akademisi ,cos rata2 berorientasi pada akademik,gak kayak kami yang di praktisi.

    koment ini saya tulis semata2untuk sekadar memberi gambaran lain ttg stpdn.ato penyeimbang berita yang ada di tv.percaya ato tidak tergantung kearifan saudar dalam menilai.ibarat sebuah film, kami semua yang ada disini adalah sebagai aktor/aktris yang mengetahuidan menjalani segala proses yang ada disini,sedangkan saudara semua adalah penonton yang menyaksikan,memang penilaian tetap pda saudara.apalah arti sebuah penilaian tanpa kebijakan

     
  • At 11:43 AM , Anonymous Anonymous said...

    Maaf,kalau saya ikut campur..
    Jujur,saya menjadi bingung dengan tanggapan2 saudara2 sekalian.

    Saya anak SMA yang bercita2 untuk bersekolah di sekolah negara,jadi setelah keluar dari sekolah,saya langsung jadi PNS dan bisa membangun ekonomi keluarga.

    Tapi saya bingung, diantara banyaknya sekolah negara, sebenarnya saya ingin memilih STPDN, tapi bila dilihat dari pemberitaan yang beredar, saya cukup menyesalinya..

    tapi dari pernyataan saudara, seolah2 STPDN itu tidak sama seperti yang diberitakan,benarkah itu?

    Saya bingung,mana sebenarnya sekolah yang benar2 bermutu dari segi kualitas, pengajaran, dan fasilitasnya? Sehingga saya tidak salah melangkah,karena saya hanya sekedar tahu tapi tidak mengerti tentang sekolah2 itu? Bisakah saudara2 sekalian membantu saya?

     
  • At 11:49 AM , Blogger Dhita Yudhistira said...

    Sdh kamu masuk STAN aja. Atau AKABRI/AKPOL sekalian.

    Jd PNS kan nggak cuma lewat STPDN aja. Yang gratis jg bukan STPDN aja.

     
  • At 11:56 AM , Anonymous Anonymous said...

    Maaf kalau saya ikut campur,
    tapi diskusi kali ini sangat menarik untuk saya ikuti.

    Saya anak SMA yang bercita2 untuk bersekolah di sekolah negara, seperti STPDN, IPDN, STAN, dll.
    Agar saya bisa langsung menjadi PNS dan bisa membangun ekonomi keluarga,tapi saya bingung dengan semua pemberitaan media dan masyarakat.
    Bisakah saudara2 memberikan saran manakah sekolah yang dirasa cukup berfasilitas, berkualitas, dengan pengajaran yang wajar?

     

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home