Blog Dhita Yudhistira

Apakah Blog kata resmi dalam Bahasa Indonesia?

Monday, May 21, 2007

The Years of Living Dangerously

Pada saat mengajar, sering saya tidak menyadari cukup jauhnya usia mahasiswa saya dengan usia saya sendiri. Selain berat badan yang naik 20kg, saya tidak merasakan perbedaan dengan di saat saya mahasiswa dulu.

Tetapi saya ketahui bahwa mahasiswa saya, angkatan 2005-2006, adalah generasi yang 10 tahun lebih muda dari saya. Ketika terjadi reformasi 1998, mereka masih bercelana pendek putih-merah (SD). Dan karena banyak orang saat ini mengutarakan bahwa jaman orde baru lebih baik dari jaman ini, bahkan jaman terbaik yang dimiliki oleh negara ini, saya merasa perlu bercerita.

Saya menyelesaikan SMP dan SMA dengan banyak pertanyaan. Salah satu contoh misalkan, setiap kali dibahas di mata pelajaran geografi dan ekonomi bahwa Indonesia memiliki kelebihan berupa sumber daya manusia yang melimpah. Bahkan otak SMP saya sudah merasakan keanehan, apa gunanya sumber daya manusia yang melimpah kalau semuanya berpendidikan rendah? Bahwa salah satu industri terbesar di jaman itu adalah industri sepatu menjelaskan posisi harkat martabat bangsa Indonesia: sebagai alas sepatu bagi negara-negara maju.

Dan mungkin juga rakyat bagi pemerintahnya. Dengan tanpa malu-malu, anak-anak Presiden mendapatkan monopoli perdagangan cengkeh ala VOC, ijin impor mobil tanpa pajak dengan proyek Mobnas Timor, dan sebagainya.

Namun begitulah yang terjadi di masa Orde Baru. Semua berpikir sesuai dengan yang diinginkan oleh pemerintahan Soeharto. Tidak ada ruang untuk berdiskusi, apalagi kalau dianggap akan menimbulkan instabilitas. Jangan salah, mengatakan bahwa sumber daya manusia yang melimpah tapi tidak terdidik akan mengakibatkan pengangguran dan ekonomi rendahan akan menimbulkan keresahan dan ujung-ujungnya mengganggu stabilitas.

Semua orang melakukan kesalahan. Soekarno punya salah, Soeharto punya salah. Yang membedakannya, Soeharto naik dengan membiarkan (kalau tidak kita katakan mendorong) pembantaian terhadap 500 ribu orang yang dituduh PKI. Sebagian besar tanpa pengadilan. Ini bukan kesalahan. Ini kriminalitas raksasa. Tapi pelajar pada masa Orde Baru tidak pernah tahu ada 500 ribu orang terbunuh di masa peralihan 65-70. Bahkan orang-orang tua enggan menceritakan kejadian tersebut. Sekali lagi, semua orang harus berpikir sesuai apa yang diinginkan penguasa.

ITB adalah salah satu kampus terakhir yang masih berani menentang Soeharto. Ketika kampus lain sudah melaksanakan sistem Senat sesuai dengan program NKK/BKK, ITB tetap tidak melaksanakannya, dan menggantinya dengan FKHJ. Sepanjang tahun 96 ketika saya masuk ke ITB, setiap sore diadakan kegiatan demonstrasi kecil-kecilan. Demonstrasi ini semakin marak di tahun 1997 dan semakin menjadi seiring dengan terpuruknya ekonomi.

Saya hampir tidak pernah terlibat dalam demonstrasi itu. Bapak saya bekerja di Pertamina, dan semua anak pegawai negeri maupun BUMN tahu bahwa kegiatan semacam itu akan mempersulit orang tua mereka (bukannya pegawai swasta tidak akan mengalami kesulitan yang semacam itu).

Tetapi pertanyaan-pertanyaan saya semakin mendapatkan jawabannya, bahwa memang ada yang tidak benar. Secara sembunyi-sembunyi saya membaca atau memfotokopi buku semacam “Kapitalisme Semu di Asia Tenggara” atau “A Nation in Waiting”. Foto kopi harus dilakukan di tempat foto kopi yang paling terpencil dan ditunggui.

Berlebihan? Tidak. Anda tahu buku Tetralogi-nya Pramoedya? Seorang mahasiswa UGM dipenjara karena menjualnya di sebuah bazaar sekitar tahun 95. Anda bisa membaca sendiri buku itu dan menilai seberapa ‘berbahayanya’ sehingga harus dilarang? Mungkin pemerintah menilai bahwa Pram sedang membicarakan pemerintahan Orde Baru karena sungguh, jika tokoh seperti yang diceritakan Tetralogi itu melakukannya di pemerintahan Orde Baru, dia sudah lenyap paling lambat di buku kedua.

Kenyataannya, beberapa aktivis yang melakukan kegiatan ‘menentang pemerintah’ memang lenyap. Penculikan aktivis, satu rangkaian peristiwa yang belum benar-benar terungkap sampai sekarang.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home