Blog Dhita Yudhistira

Apakah Blog kata resmi dalam Bahasa Indonesia?

Monday, October 29, 2007

Kami, Putra-Putri Indonesia...

79 tahun lalu, 28 Oktober 1928 di Kramat Jakarta, pemuda-pemuda yang mewakili perwakilan-perwakilan pemuda daerah-daerah yang ada di Indonesia berkumpul untuk melaksanakan apa yang sekarang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda.

Pemuda yang berkumpul di sana rata-rata berusia di paruh awal 20-an. WR Supratman, misalkan, pencipta lagu Indonesia Raya. Hadir dan memperdengarkan lagu itu, pada saat itu kira-kira berusia 25 tahun. Orang yang dianggap sebagai pemimpin pergerakan, pendiri PNI yang menentang nasionalisme baru berusia 27 tahun: Soekarno. Ketika terjadi pertentangan antara kaum muda dan kaum tua dalam peristiwa yang kita kenal sebagai peristiwa Rengasdengklok, kaum tua berusia rata-rata 45 tahun kurang.

Jadi definisi pemuda jaman dulu memang sedikit berbeda. Kalau di jaman sekarang, umur segitu masih bisa menjabat sebagai ketua organisasi mahasiswa level nasional. Tapi belum cukup tua untuk menjadi kandidat ketua organisasi pemuda.

Beberapa orang mengatakan bahwa ini saatnya orang muda memimpin. Saya setuju dengan itu. Tetapi jika kemudian yang menjadi wacana adalah calon presiden muda, saya mempertanyakan. Saya tidak setuju dengan cara berpikir formal seperti itu. Hipotesisnya kira-kira, kalau kita mau mengubah sesuatu, harus dari atas. Dan kalau dari atas artinya jadi pemimpin paling atas (dalam kasus ini presiden). Dan orang mudalah yang bisa melakukannya dengan baik.

Apakah ada jaminan, orang muda yang naik tidak melakukan hal-hal yang sama? Dalam usianya yang muda, mungkin dia belum teruji.

Saya kira, yang harus dilakukan oleh pemuda adalah kepeloporan. Kepeloporan itu kemudian akan menempa pemuda untuk menjadi pemimpin yang tangguh di masa depan.

Pemuda harus menganalisa apa yang menjadi permasalahan dalam bangsa ini dan menjadi pelopor gerakan untuk mengubahnya. Misalkan, jika memang pendidikan menjadi masalah, mendirikan sekolah atau lsm terkait pendidikan. Saya pribadi misalkan, melihat perlunya generasi muda untuk mencoba untuk berwira usaha dan membuka lapangan kerja. Syukur-syukur tidak bangkrut. Lebih syukur lagi kalau bermuatan keilmuan (ini bukan masalah sombong-sombongan, tetapi penguasaan ilmu dan teknologi menjadi kunci dari maju mundurnya bangsa).

Jadi tantangan yang harus diambil oleh pemuda adalah kepeloporan, bukan kepemimpinan (formal). Cepat atau lambat, kepeloporan itu akan membawa mereka pada kepemimpinan. Tetap seperti juga hal lain di dunia ini, tidak ada jalan pintas. Pemuda harus melakukan apa yang bisa dilakukan sekarang.

Jadi bagi anda yang membaca blog ini dan berusia di bawah 50 tahun, sebagai pemuda mari kita sambut sumpah pemuda sebagai pengingat dan penyegar semangat untuk memberikan yang terbaik untuk bangsa dalam perspektif dan kondisi kita masing-masing.

Merdeka!

Sunday, October 14, 2007

Back to Blog (Selamat Idul Fitri)

Sebulan lebih saya tidak mengisi Blog.

Saya punya sedikit masalah dengan sifat saya. Misalkan begini. Anak saya lahir tanggal 18 September 2007 kemarin. Saya menginginkan agar saya memposting cerita tentang anak saya ini di Blog terlebih dahulu. Namun karena kesibukan saya, maka hal ini belum bisa saya lakukan. Dan akibatnya maka saya tidak memposting artikel-artikel ringan yang ingin saya tuliskan karena menunggu saya sempat memposting cerita tentang anak saya itu.

Kadang-kadang (sering kali?) hal-hal seperti ini terjadi pada saya. Saya menunda melakukan sesuatu karena saya ingin sesuatu yang lain dikerjakan terlebih dahulu. Padahal hal-hal tersebut belum tentu berhubungan, atau menjadi prasyarat dari yang lainnya.

Tapi malam ini saya paksakan untuk membypass rencana awal saya, dan menulis tentang apa saja. Salah satu yang menarik perhatian saya malam ini adalah pertandingan tinju di RCTI antara Evander Holyfield melawan juara dunia WBO, Sultan Ibragimov. Saya bukan penggemar olah raga jadi saya terus terang saja baru tahu ada petinju bernama Sultan Ibragimov dari Rusia ini. Yang menarik perhatian saya adalah namanya Sultan. Kemudian setelah saya pikir-pikir lagi, nama Ibragimov seperti mirip dengan sesuatu. Dan benar saja, Announcer mengumumkan namanya sebagai Sultan Ibrahimov. Sultan Ibrahim, kalau kata orang Indonesia mah. Jadi dia seorang muslim. Seorang juara dunia tinju WBO muslim dari Rusia. Kombinasi yang unik dan jarang. Bagi mereka yang bukan penggemar olah raga, berikut fotonya.


Di Metro tadi juga saya melihat kisah hidup Buya Hamka. Selain membaca buku-bukunya seperti Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk dan buku-buku lainnya, saya tidak banyak tahu tentang beliau, dan saya merasa bersalah. Beliau ulama besar. Dan rasanya koq akhir-akhir ini Indonesia sedikit sekali melahirkan ulama sekelas beliau. Mengingatkan saya pada percakapan beberapa hari lalu waktu saya ke Bandung. Kepada supir saya bertanya, pendapatnya tentang ulama-ulama saat ini.

Dia menjawab, ulama sekarang semuanya memble. Kejadian-kejadian yang jelas terjadi di depan mata didiamkan saja.

Saya tidak merasa begitu juga, memang banyak yang memble. Coba misalkan, ulama yang dekat dengan artis. Artis yang terlihat sangat shaleh. Waktu menikah menghabiskan milyaran rupiah untuk pesta yang luar biasa ketika begitu banyak orang yang susah. Apa iya orang Islam yang shaleh seperti itu? Apa iya si ulama tidak mengingatkan? Ini mungkin memang tidak diharamkan. Tapi kalau orang Jawa bilang, ngono yo ngono ning ojo ngono.

Saya kira ulama yang baik juga banyak. Tidak hanya dalam kasus ulama saja sebetulnya. Kita punya banyak pengusaha, tentara, saintis dan sebagainya yang baik. Hanya saja mereka tidak muncul ke permukaan. Karena sistemnya memang tidak memungkinkan untuk itu. Sistem yang berjalan saat ini adalah peninggalan orde baru yang korup, dan ia mencoba bertahan (survive). Salah satu caranya adalah dengan tidak membiarkan orang baik muncul ke permukaan. Karena tentu akan menjadi akhir dari sistem yang berjalan saat ini.

Satu hal menarik lainnya yang ingin saya sampaikan di sini adalah khotbah shalah Ied. Agak mengejutkan bahwa Khotibnya berbicara tentang Kristenisasi. Pertama, saya kira tema Kristenisasi kurang cocok dibawakan di khotbah Idul Fitri. Kedua, saya tidak pernah setuju tema Kristenisasi ini diteriakkan di muka umum dengan sound sistem ribuan watt. Yang ketiga, yang saya kira paling penting dari semuanya, saya berharap bahwa Umat Islam berhenti berpikir sebagai penguasa.

Maksudnya begini. Misalkan. Umat Islam selalu menyatakan bahwa umat agama X atau Y melakukan kegiatan sosial sebagai kedok dari dakwah. Alih-alih menyalurkan segenap potensi untuk melakukan hal yang sama (melakukan juga kegiatan sosial kepada umat Islam yang memang membutuhkan bantuan), maka kita lebih cenderung untuk mengutuk dan melarang kegiatan seperti itu. Karena Islam bisa melarang, karena Islam adalah penguasa. Kalau ada aliran yang menyimpang, kita lempari batu dan kita kejar-kejar pengikutnya. Saya kira kita harus berhenti berpikir seperti ini.

Mari kita berdayakan zakat dan infak. Hasilnya jangan melulu buat bangun masjid. Bantu anak yatim-piatu dan fakir miskin. Dirikan sekolah dan rumah sakit yang baik. Lakukan cara yang benar, walaupun yang benar biasanya sukar. Tidak ada jalan pintas. Dan bukan karena kita ingin menunjukkan atau karena kita ingin bersaing, tetapi semata karena Agama menyuruh kita untuk melakukannya.

Bicara tentang zakat dan infak ini, saya ingin juga menyampaikan. Bahwa zakat yang dibayarkan kepada badan zakat yang resmi (saya tidak punya daftarnya tapi rasanya paling tidak Baznas termasuk di dalamnya) bisa dijadikan pengurang pajak. Artinya jika anda sudah membayar zakat maka porsi yang sama dapat dikurangi dari kewajiban pajak anda. Mudah-mudahan informasi ini bermanfaat. Silakan menghubungi konsultan pajak anda.

Cukup sekian lah posting saya dalam rangka kembali ke blog ini. Selamat Idul Fitri, mohon maaf jika ada kesalahan.