Blog Dhita Yudhistira

Apakah Blog kata resmi dalam Bahasa Indonesia?

Wednesday, June 24, 2009

ITB Raih Dua Penghargaan dalam Kontes Robot Nasional 2009

BANDUNG, itb.ac.id- ITB kembali mendapat penghargaan dalam ajang kejuaraan robot bergengsi tingkat nasional, Kontes Robot Nasional 2009. Melalui kategori berkaki KRCI, tim "The Power of Dreams" dengan robot Hexapod-nya menduduki peringkat pertama pada lomba yang diadakan di Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, (6-7/06/09). "The Power Of Dream" yang diawaki oleh tiga orang mahasiswa Teknik Elektro ITB - Ardya Dipta, Syawaludin Rachmatullah, dan Ichwan Kurniawan- kini berusaha menempatkan kakinya di ajang perlombaan dengan tema yang sama di kancah internasional, Trinity Collage, Amerika Serikat.

Kontes Robot Nasional 2009 diikuti oleh 24 tim peserta KRI (KOntes Robot Indonesia), 33 tim peserta KRCI (Kontes Robot Cerdas Indonesia), dan 12 tim peserta KRSI (Kontes Robot Seni Indonesia). Untuk KRCI terbagi atas 4 divisi, yakni 21 tim kategori wheeled, 9 tim kategori leeged, 9 tim kategori expert single, dan 16 tim kategori expert battle. Secara keseluruhan, jumlah anggota tim termasuk pembimbing adalah 412 orang, yang berasal dari 47 perguruan tinggi dan 5 non-perguruan tinggi. Dewan juri berasal dari beberapa perguruan tinggi di Indonesia, yakni ITB, ITS, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), UI, dan UGM.

Format aturan pertandingan dalam KRCI 2009 dipilih dari aturan kontes robot sejenis yang telah diselenggarakan secara teratur di negara maju yaitu Intelligent Fire-Fighting Robot Contest yang diselenggarakan oleh Trinity College, Hartford Connecticut, USA dan telah berlangsung lebih dari 13 tahun. Pemenang dari KRCI berpeluang mengikuti kontes serupa pada tahun 2010 di Amerika Serikat.

Parameter penilaian yang diperhitungkan dewan juri, diantaranya mampu memadamkan api, kembali ke start awal setelah memadamkan api, dan memasuki sekat-sekat ruangan. Keseluruhan parameter tersebut akan dikonversikan ke satuan waktu melalui fungsi "faktor". Oleh karena itu, waktu menjadi penilaian utama dewan juri. Walaupun target utama dari perlombaan ini -mematikan api- tidak terpenuhi, suatu tim masih dapat melanjutkan berkompetisi karena adanya konversi tersebut. Tim "The Power Of Dream" sendiri dapat menempuh dengan mulus tiga kali kesempatan yang harus dijalankan dalam perlombaan ini. Secara keseluruhan, Tim "The Power Of Dream" memperoleh dua penghargaan, yakni juara 1, termasuk meraih rekor menuntaskan semua tugas dengan rekor waktu tercepat dan mendapat penghargaan "The Best Algorythm".

Kesuksesan tim yang keberangkatannya disponsori oleh LPKM (Lembaga Pengembangan dan Kesejahteraan Mahasiswa) ITB ini merupakan buah dari kerja keras para punggawanya. "Selama 6 bulan terakhir, kami sudah berantakin lab AVRG (Laboratorium Autonomous Vehicle Research Group) pimpinan Dr.Kusprasapta Mutijarsa," ujar Dipta kepada Kantor Berita ITB. Laboratorium tersebut juga merupakan tempat Unit Robot ITB bernaung. Unit Robot yang baru dibentuk tersebut menjadi wadah bagi mahasiswa pecinta dunia robotik mengembangkan minat dan kemampuannya, termasuk bagi Dipta dkk. "Teman-teman Unit Robot ITB selalu ada untuk membantu,"tambah Dipta.

Kemenangan Tim "The Power Of Dream" tak lepas dari kerja sama antar lini yang terkait. Dimulai dari LPKM sebagai penyokong dana hingga ke suporter dari teknik mesin dan elektro yang tak kenal lelah meneriakkan yel-yel penyemangat. Ditambah pula dengan kehadiran seorang manajer tim, yakni Dody yang juga Ketua Unit Robot ITB tampil sebagai kunci sukses kemenangan tim ini.

Ke depan, Tim "The Power Of Dream" menargetkan untuk mengikuti perlombaan tingkat internasional yang diadakan di "kiblat" KRCI, Trinity Collage, Amerika Serikat. Hal pertama yang akan dilakukan tim ini adalah mencari sponsor yang dapat menyokong kebutuhan tim.

Monday, June 22, 2009

Tiga Hari Penuh Badai

Majalah Tempo, Edisi Khusus Akhir Tahun, 26 Desember 2005, halaman 32
http://www.tempointeractive.com/hg/mbmtempo/arsip/2005/12/26/LU/mbm.20051226.lu2.id.html

Tiga Hari Penuh Badai

Inilah kisah di pusat kekuasaan selama tiga hari pertama setelah tsunami. Mengenang setahun tragedi itu, beberapa sumber termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla serta Menteri Komunikasi dan Informasi Sofjan Djalil menuturkan kenang-kenangan mereka kepada Tempo.
****

Baru duduk di jok mobilnya, telepon seluler Jusuf Kalla berdering-dering. Staf pribadinya melaporkan: “Pak, di Aceh ada tsunami. Dahsyat sekali.” Pagi itu, 26 Desember 2004, Kalla hendak menghadiri halal bihalal warga Aceh di Senayan, Jakarta. Kalla lalu mengirim pesan pendek ke telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang pagi itu berada nun jauh di Nabire, Papua. Presiden menemui korban gempa yang melumat Nabire sehari sebelumnya.

Presiden membalas: “Saya sudah dengar. Tolong koordinasikan.” Kalla lalu menelepon Azwar Abubakar, Wakil Gubernur Provinsi Aceh. Gubernur Abdullah Puteh saat itu telah ditahan di penjara Salemba karena dugaan kasus korupsi.

Kalla juga mengontak Kapten Didit Soerjadi, pilot pesawat pribadinya. Didit sedang beristirahat. “Kau segera mandi dan berangkat ke Aceh,” perintah Kalla. Semuanya serba buru-buru. Perintah terus mengalir saat Didit mandi. “Lucu juga, saya mandi sambil terima telepon Pak Wapres,” kenang sang pilot. Wapres menggegas semua stafnya menelepon semua pejabat di Aceh. Sial, tak satu pun menyahut. Kalla mulai cemas.

Di Aceh, dunia berhenti pagi itu. Bumi berguncang dengan kekuatan 8,6 pada skala Richter, air laut tumpah ke daratan. Beberapa keluarga sempat mengabarkan soal air bah kepada kerabat di Jakarta. Cuma sebentar. Lalu telepon putus total.

Halal bihalal warga Aceh di Senayan dibuka pada pukul sembilan lebih, berlangsung dalam suasana tegang sekali. Berita tsunami sudah menyebar. Banyak yang sibuk menelepon. Beberapa orang berlinang air mata. Ada yang histeris, gusar kian-kemari. Kalla berpidato sekenanya. Hampir tak ada yang mendengar. “Orang-orang ingin acara itu cepat kelar,” tutur Kalla kepada Tempo. Turun panggung, Kalla menggelar rapat mendadak di situ.

Dia memerintahkan Sofjan Djalil memimpin rombongan pertama ke Aceh. “Pakai pesawat saya saja,” kata Wapres. Anggota rombongan 30 orang, antara lain Menteri Perumahan Rakyat Yusuf Azhari, Azwar Abubakar, dan beberapa tetua Aceh. Kalla membekali Sofyan uang Rp 200 juta dan sebuah telepon satelit. “Begitu kau tiba di Aceh, langsung telepon saya,” perintahnya. Mereka menjadi rombongan pertama pemerintah yang terbang ke Aceh di hari pertama tsunami.

Pesawat berputar dua kali di langit Banda Aceh. “Dari udara Aceh terlihat hancur total,” tutur Kapten Didit. Menara bandara retak. Tak satu pun petugas di menara. Untung, pesawat mulus mendarat, sekitar pukul enam sore.

Anggota rombongan membeli beras dan mi instan di beberapa toko dekat bandara, lalu beranjak ke pendapa kantor gubernur sekitar pukul tujuh malam. Jalanan sunyi senyap. Gelap gulita. Satu-satunya penerangan cuma lampu mobil. Sungguh mengerikan. Mayat bergelimpangan di jalan, di kolong rumah, tersangkut di dahan pohon. Beberapa ekor anjing berlari ke sana kemari. Anggota rombongan mulai menangis sesenggukan.

Malam itu ratusan orang menumpuk di pendapa kantor gubernur. Banyak yang luka parah. Puluhan mayat dijejerkan di latar depan pendapa. Aceh lumpuh total. Koordinasi tak jalan karena aparat pemerintah pusing mencari sanak keluarga. Kepala Polres Banda Aceh hanyut ditelan tsunami.

Azwar Abubakar, Wakil Gubernur Aceh, bisa memimpin. Namun, dia sedang galau. Rumahnya di Blang Padang hancur. Ia tak tahu nasib anak-anaknya. Wakil Gubernur ini pulang ke rumahnya ditemani Sofjan Djalil, Jusuf Azhari dikawal dua tentara. Mobil melaju dalam gelap, menghindari mayat-mayat yang direbahkan di kiri-kanan jalan. Mobil berhenti kira-kira 50 meter dari rumah Azwar sebab sampah menggunung menutup jalan.

Wakil Gubernur turun ditemani seorang tentara. Dipandu nyala senter, mereka mengendap-endap. Sofjan menunggu dengan cemas. Setengah jam berlalu, Azwar pulang. “Di rumah banyak mayat, tapi anak-anakku tak kelihatan,” katanya penuh kecemasan. Mereka lalu balik ke pendapa.

Berkali-kali Sofjan menelepon Jusuf Kalla di Jakarta. Tak bersahut. Di Jakarta, Wapres menggelar sidang kabinet darurat di rumah dinas Jalan Diponegoro pada pukul 21.30 WIB. Sembilan menteri dan Panglima TNI hadir. Sembari rapat, Kalla berkali-kali pula mengontak Sofjan. Tak bersambung juga. “Sofjan itu bawa telepon satelit kok tidak sambung-sambung,” kata Kalla.

Di Aceh, Sofjan memutuskan mengirim kabar lewat Orari Angkatan Udara di Aceh. Orari Jakarta meneruskan pesan itu ke telepon seluler Jusuf Kalla. Ini laporan pertama Sofjan dari wilayah bencana: ”Pak, korban sekitar 5.000 hingga 6.000.” “Astagfirullah, astagfirullah,” kata Kalla berkali-kali sembari mengusap wajah. Sejumlah menteri tertunduk. Hening menyapu ruang rapat.

Kalla melanjutkan pesan ke Presiden Yudhoyono yang malam itu sudah tiba di Jayapura. Presiden menyampaikan belasungkawa kepada korban bencana. Besoknya, Presiden terbang menuju Aceh.

Pukul sepuluh malam, telepon satelit Sofjan sukses menembus Jakarta. “Eh, ini Sofjan,” ujar Kalla kegirangan. “Apa yang terjadi? Kenapa kau tak telepon-telepon?” tanya Kalla dengan suara keras. “Saya stres, Pak. Di sini gelap sekali,” sahut Sofjan dari seberang. “Besok aku susul ke sana,” ujar Kalla. Percakapan ditutup.

Malam itu Kalla mematangkan persiapan ke Aceh. “Saya minta Anda menyediakan dana sepuluh miliar uang kontan,” perintah Kalla kepada Menteri Keuangan Jusuf Anwar. Jusuf tertegun. “Pak, kalau segitu tak ada,” jawabnya. “Saya tidak mau tahu. Itu urusanmu,” kata Kalla. Rapat bubar larut malam.

Di larut malam itu, pendapa kantor gubernur di Banda Aceh masih gaduh. Warga yang luka parah dirawat seadanya. Koordinasi sulit karena aparat sibuk mencari keluarga masing-masing. Kepala Polda Aceh Bahrumsyah datang ke pendapa dengan terengah-engah. Wajahnya letih. Si Kapolda cuma mengenakan pakaian dinas tanpa alas kaki alias nyeker. Orang hilir-mudik di pendapa membikin Sofjan bingung menjaga uang Rp 200 juta yang dia bawa dari Jakarta. Ia meminta seorang anggota DPRD dari Partai Keadilan Sejahtera menjaga uang itu. “Orangnya berjenggot. Uang pasti aman,” ujar Sofjan.

Sang Menteri lalu merebahkan badan di atas karpet. Belum lagi mata terpejam, terdengar pekikan, “Gempa! Gempa!” Orang-orang berlari. Sofjan ikut kabur. Setelah bergoyang beberapa menit, bumi kembali tenang. Warga kembali ke pendapa. Tak berapa lama, teriakan gempa terdengar lagi. Semua berhamburan, termasuk Pak Menteri. Malam itu gempa datang berkali-kali. Lama-lama, Sofjan putus urat takutnya. Saat orang-orang kabur, ia terlelap. “Sudah jam dua pagi, masak lari-lari terus. Saya lelah sekali,” kenangnya. Besoknya, orang ramai menggunjingkan kehebatan nyali Pak Menteri.

*****

Hari kedua, 27 Desember. Entah bagaimana caranya, Menteri Keuangan berhasil menyediakan uang kontan pagi itu. Jumlah Rp 6 miliar. Menjelang siang, Kalla terbang ke Aceh membawa serta uang satu peti. Petang hari, Presiden Yudhoyono mendarat di Lhokseumawe. Wajahnya sedih. “Tadi pagi saya meninjau Nabire. Sore ini saya di Lhokseumawe menemui saudara-saudara yang tertimpa musibah lebih besar lagi,” katanya.

Setibanya di Banda Aceh, Kalla memerintahkan stafnya memborong beras, mi instan, dan aneka makanan lain. Karena berasnya kurang, Kalla bertanya, “Eh, berasnya sedikit sekali. Mana beras dari Dolog?” Seseorang menjawab, pintu Dolog digembok. Si pemegang kunci tak diketahui rimbanya. Wakil Presiden menyergah dalam nada tinggi “Buka! Kalau tak bisa, tembak gerendelnya. Apa perlu tanda tangan Wapres untuk buka pintu Dolog?” Suasana tegang. Beberapa polisi bergegas membidik gembok. Beras pun mengalir.

Rombongan Kalla berlalu ke pendapa kantor gubernur. Di Lambaro, mereka menyaksikan ratusan mayat berjejer di depan toko. “Masya Allah,” ucap Kalla. Badannya lemas. Di pendapa ia menggelar rapat, lalu keliling kota bersama Mar’ie Muhammad, Ketua Palang Merah Indonesia, yang datang sehari sebelumnya. Kota itu lautan mayat.

Mayat-mayat harus segera dikubur karena bau busuk menikam hidung. Untung, ada seorang ustad. Kalla minta ustad itu mendoakan tumpukan jenazah sebelum dikuburkan. Tapi siapa yang menjamin sahnya pemakaman? “Saya jamin,” kata Kalla. Ia mencorat-coret di atas kertas, lalu membubuhkan parafnya. “Tolong keluarkan ayat yang pantas-pantas saja,” pintanya kepada ustad.

Sore hari Kalla terbang dengan helikopter ke Lhok Nga untuk menjatuhkan mi instan dari udara. Helikopter itu tak punya sabuk pengaman. Setiap pesawat memutar, tubuh Kalla serong ke kiri, serong ke kanan. Rombongan Kalla terbang ke Medan pukul tujuh malam. Sofjan Djalil yang sudah dua hari di Banda Aceh minta ikut pulang. “Baru dua hari sudah minta pulang. Kau tetap di sini,” jawab Kalla. Malam itu Sofjan pusing tujuh keliling menjaga uang satu peti yang dibawa Kalla. Takut uang itu dicolong, Menteri Sofjan dan kawan-kawannya tidur mengitari peti itu.

*****

Hari ketiga, 28 Desember. Presiden Yuhdoyono terbang dari Lhokseumawe menuju Banda Aceh. Kalla yang sudah berada di Medan mendapat kabar Meulaboh rata tanah. Ia memerintahkan stafnya mencari pesawat ke Meulaboh. Dapat pesawat Angkatan Udara. Dari udara, Meulaboh tampak seperti tanah gusuran. “Astagfirullah,” ucap Kalla berkali-kali.

Kalla meminta pilot terbang lebih rendah. Pilot mengangguk. Kalla minta lebih rendah lagi. Kali ini pilot bilang, “Tak bisa, Pak. Bahaya.” “Kau ini orang mana?” tanya Kalla. “Saya orang Makassar, Pak,” jawab si pilot. “Ah, orang Makassar kok penakut,” sergah Kalla. Pilot mengalah, pesawat melayang cuma beberapa meter di atas pucuk kelapa. Untung saja arahnya ke laut.

Setelah berkali-kali memutar di atas Meulaboh, pesawat kembali ke Medan. Kalla langsung rapat dengan Gubernur Sumatera Utara Rizal Nurdin—kini sudah almarhum. Dia memerintahkan Gubernur mengirim makanan ke Meulaboh. Keduanya sempat bersoal-jawab.

+ “Bagaimana caranya, Pak?” tanya Gubernur.
- “Lewat udara, buang dari pesawat,” jawab Kalla.
+ “Kalau dibuang nanti pecah, Pak.”
- “Tidak apa-apa, toh sampai di perut pecah juga.”
+ “Ya, tapi nanti basah Pak.”
- “Bungkus saja pakai plastik.”
+ “Pak, nanti jatuh ke GAM,” Gubernur berusaha menjelaskan.
- “ Tidak apa-apa. GAM juga manusia. Perlu makan,” nada Kalla mulai meninggi.
Beberapa orang membisiki Gubernur supaya jangan membantah.
+ “Jadi, bagaimana, bisa atau tidak?” tanya Kalla.
- “Siap, Pak,” jawab Gubernur.

Pesawat pemasok makanan melayang ke Meulaboh. Presiden dan Wakil Presiden kembali ke Jakarta pada hari ketiga.

Lalu, bantuan kemanusiaan mulai mengalir dari segenap penjuru dunia….

Boediono Tetap Akan Privatisasi BUMN

Sebetulnya aneh, kalau dibilang bahwa BUMN yang dikelola negara tidak akan efisien. Beberapa keanehan atau poin yang harus diperhatikan antara lain:
1. Mungkin BUMN itu tidak harus untung-untung amat, karena melayani hajat hidup orang banyak. Contohnya, kereta api di banyak tempat biasanya tidak untung. Tapi perlu.
2. Bisnis yang bisa dijual ke swasta tentunya bisnis yang untung. Kalau bisnisnya rugi, apa mau swasta mengambil alih? Nah biasanya sebelum dijual, perusahaan itu harus disehatkan dulu.Artinya dibikin untung. Lha kalau sudah untung, ngapain dijual?

Orang-orang pintar itu mikirnya memang suka aneh. Saya tertarik sekali dengan pernyataan "Menurut mantan Gubernur BI dan Menko Perekonomian ini, akan sangat berbahaya jika pengelolaan BUMN, apalagi yang sifatnya strategis, diserahkan sepenuhnya kepada sistem yang belum bersih."

Bukannya lebih berbahaya kalau industri strategis dikuasai oleh asing? Aneh sekali Boediono ini.

Untuk beberapa pemikiran lebih lanjut, bisa dilihat di:

http://neilhoja.blogspot.com/2009/05/say-no-to-budiono-say-yes-to-budi-anduk.html

Sementara itu mari kita baca ulang artikel dari Jakartapress.


Boediono Tetap Akan Privatisasi BUMN



Jakarta - Calon wakil presiden (cawapres) Boediono tetap bersikukuh akan melanjutkan kebijakan melakukan privatisasi BUMN yang disebutnya dengan ungkapan go public. Alasannya, karena birokrasi yang belum bersih.

"Kalau birokrasinya sudah berjalan dengan baik, kita tidak masalah BUMN dikelola sepenuhnya oleh birokrat. Realitasnya pemerintahan masih belum optimal," papar Boediono di sela-sela diskusi bersama aktivis Masjid Kampus di Bandung, Jumat (19/6).

Menurut mantan Gubernur BI dan Menko Perekonomian ini, akan sangat berbahaya jika pengelolaan BUMN, apalagi yang sifatnya strategis, diserahkan sepenuhnya kepada sistem yang belum bersih. Kewenangan luar biasa bagi birokrasi demikian, sambungnya, berpotensi terjadinya penyimpangan seperti di masa lalu.

Ia mencontohkan, ketika seorang pejabat yang ditunjuk untuk memimpin atau mengelola BUMN berasal dari departemen tertentu, seringkali pejabat tersebut malah menjadi sapi perahan departemen asal. Alih-alih diperuntukan mensejahterakan rakyat, BUMN malah menjadi tidak efisien dan memboroskan ekonomi negara. "BUMN dipegang oleh birokrat seperti itu bisa berbahaya," tutur cawapres pendamping capres SBY.

Karena itu, lenjutnya, kunci utama perbaikan terletak pada penciptaan pemerintahan yang lebih bersih untuk rakyat sesuai dengan visi misi pasangan tersebut. Sebelum itu terlaksana, ia meminta untuk tetap membuka ruang bagi privatisasi BUMN, baik itu melalui pasar modal maupun menggunakan strategic partner.

Sementara itu, Direktur Indef, M Ikhsan Modjo PHd mengemukakan, indikator cawapres Boediono adalah neoliberal bisa dilihat dari kebijakannya yang diambil saat ia menjadi pejabat. "Boediono membawa agenda seperti persetujuan utang luar negeri, dia bilang juga utang itu tidak haram bagi Indonesia. Penguasaan asing juga banyak terjadi waktu dia menjabat," papar Ikhsan usai diskusi ‘Neolibealisme Vs Ekonomi Kerakyatan’ di Universitas Atmajaya, Jakarta, Jumat (19/6).

Agenda lain yang dibawa Boediono, menurut Ikhsan, adalah munculnya dominasi asing yang kuat akibat kebijakan saat ia menjabat sebagai Menteri Keuangan pada era Presiden Megawati. "Banyak sekali kebijakan yang diprivatasasi, utang yang terus membesar serta disiplin fiskal. Banyak sekali perjanjian asing yang ditandatangani waktu dia menjabat," ungkap Direktur Indef.

Sehingga, lanjut dia, apabila SBY-Boediono terpilih, maka dikhawatirkan banyak terjadi privatisasi penguasaan usaha negara. "Jelas bahaya. Makanya kita perlu melakukan affirmative action untuk penguasa. Dan yang penting adalah banyak sekali agenda asing yang masuk. Akibatnya perekonomian kita tidak akan menjadi mandiri dan selalu bergantung kepada kepentingan asing," bebernya.

Ikhsan menilai, sebenarnya SBY mengetahui cap neolib terhadap Boediono. "Tapi dia dicekoki oleh orang-orang yang bermain di belakangnya. Ibaratnya, SBY diculik di tikungan, karena ekonomi kita dikuasai oleh mafia Barkeley," kata dosen Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Airlangga, Surabaya ini. (MI/KSN)

Friday, June 19, 2009

Penawaran Menarik dari Mandiri Visa

Kemarin dapat pinjaman katalog Mandiri Visa dari teman sekantor dan sekuliah (siapa hayo?). Ada penawaran menarik. Jadi gua scan dan crop ya biar bisa ditampilkan di sini.

Mau?




Selain itu ada penawaran ponsel Quran. Ini rasanya iklan dengan tagline terheboh di katalog ini, bahkan mungkin selama ini.

Ponsel yang sudah memiliki fitur Al Qur'an ini menyebutkan

"Komunikasi dengan Allah (habulinallah) dan komunikasi dengan sesama (habluminannas) dalam satu genggaman"

Mantab...

Wednesday, June 17, 2009

Beberapa Stasiun TV Tidak Mau Menayangkan Iklan Mega-Prabowo

INILAH.COM, Jakarta - Timkampanye Mega-Prabowo merasa kecewa kepada beberapa stasiun televisi yang menolak menayangkan iklan politiknya. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pun akan mempelajari penolakan iklan Mega-Pro itu.

"Seandainya memang ada pihak yang merasa dirugikan bisa melaporkan ke KPI. Dan KPI akan memelajari apakah alasan penolakan itu bisa diterima atau memang ada indikasi penghalangan dari pihak tertentu," ujar anggota KPI Muhammad Izzul Muslimin kepada INILAH.COM, Jakarta, Rabu (17/6).

Menurut Izzul, selain KPI yang memiliki wewenang untuk mempelajari kasus itu, Bawaslu sebagai lembaga pengawas juga dapat menindaklanjuti. Karena kasus ini berkaitan dengan tidak diberikannya kesempatan yang sama kepada kandidat pilpres oleh media massa.

"Berdasarkan undang-undang Pilpres setiap media massa itu harus memberikan kesempatan yang sama kepada setiap kandidat Pilpres 2009. Bila memang salah satu kandidat ada yang mampu membayar sesuai ketentuan yang sama dengan kandidat lain dan ada kesempatan untuk menayangkan iklan itu, maka tuidak ada alasan stasiun televisi menolaknya," jelas Izzul.

Sebelumnya, Sekretaris Umum Timkamnas Mega Pro mengungkapkan, sudah sejak dua minggu ini iklan politik Mega-Prabowo yang bertema 'Bangkrut' dilarang tayang di beberapa televisi. Alasannya, iklan yang menyampaikan data soal kemiskinan dan pengangguran itu dianggap mengkritik pemerintah. [mut/]

Sunday, June 07, 2009

Saya mau beli novel ini ah


Kayaknya cukup menarik ya.

Nanti saya beli dulu novelnya, mungkin bisa bikin resensinya.

Thanx to Raka for the info.

Wawancara JK di Majalah Tempo Edisi Awal 2 Juni 2009

JUSUF KALLA: JANGAN-JANGAN MAU MEMPERMALUKAN SAYA

Dia punya kenangan tersendiri tentang kantor redaksi majalah Tempo. Lima tahun lalu, sebelum pemilihan presiden, Ketua Umum Partai Golkar itu berkunjung, dan ia terpilih menjadi wakil presiden--mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono.

Senin pekan lalu, dengan pengawalan jauh lebih ketat dibanding lima tahun silam--meski tetap longgar untuk ukuran wakil presiden--ia kembali bertandang ke kantor Tempo di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat.
"Ruang ini penuh berkah," kata Jusuf Kalla, 67 tahun. Kali ini statusnya penantang Yudhoyono: calon presiden yang berpasangan dengan Jenderal Purnawirawan Wiranto. Didahului makan siang dengan menu biasa--nasi sayur asam, ayam goreng, ikan bumbu pedas, dan tempe goreng--Jusuf Kalla satu jam lebih meladeni pertanyaan tuan rumah. Petugas protokoler Istana Wakil Presiden awalnya meminta pertemuan hanya diikuti belasan orang, tapi pada akhirnya ruang rapat redaksi, tempat pertemuan digelar, sesak oleh awak redaksi Tempo.

Kalla didampingi Sekretaris Wakil Presiden Tursandi Alwi, juru bicara tim sukses JK-Wiranto, Yuddy Chrisnandi, dan beberapa pendukungnya. Seperti biasa, Jusuf Kalla menjawab pertanyaan dengan lugas, dan tanpa off the record.

Mengapa Anda memutuskan berpisah dengan SBY?
Saya sebenarnya siap berkoalisi lagi. Tiga kali saya bertemu SBY membicarakannya. Beliau setuju, tapi dengan sejumlah syarat. Kalau melanjutkan koalisi, masa perlu syarat-syarat lagi? Itu menandakan beliau mungkin mempunyai pandangan lain. Itu hak beliau. Kami hormati. Jadi, kalau begitu, kami jalan sendiri saja.

Apa saja syaratnya?

Banyaklah. Misalnya, calon yang diajukan bukan ketua umum partai. Secara tersirat, sebenarnya beliau hanya ingin melanjutkan koalisi Demokrat-Golkar, bukan SBY-JK. Calon yang diajukan juga harus loyal. Sebenarnya loyal tidak masalah, tapi pada negara, bukan pribadi. Apa pernah saya tidak loyal?

Golkar juga diminta mengajukan lima nama. Aneh, kalau memang mau melanjutkan koalisi, mengapa minta lebih dari satu nama? Jangan-jangan ini mau mempermalukan saya. Bagi Golkar, ini tidak sesuai dengan rapat pimpinan nasional yang telah memutuskan satu nama.

Apa yang Anda katakan ketika menyatakan berpisah?
Tidak ada perpisahan resmi sebenarnya, karena memang begitulah politik. Tapi, ketika saya serahkan surat resmi di Istana, kami berdua terharu. Sampai kita peluk-pelukan berdua: kenapa akhirnya begini?

Slogan kampanye Anda "Lebih Cepat, Lebih Baik" membuat SBY tersinggung?

Ya, katanya seperti itu. Padahal, yang saya maksud lebih cepat lebih baik bukan masalah pribadi. Ini menyangkut kepemimpinan, pengelolaan bangsa, dan program pemerintah. Bisa tercapai lebih cepat kan lebih baik? Jangankan negara, salat pun lebih cepat lebih baik. Namanya politik, masa kita mau bilang "lebih lambat, lebih baik"?

Saya tidak pernah memperhatikan partai lain, saya selalu memperhatikan diri saya. Jangan, dong, mengontrol apa yang mau kita bilang. Itu kan tidak bagus? Namanya kampanye, kita harus jual yang terbaik, kan? Kita harus menjual solusi.

Itu menohok SBY, yang dikenal lambat karena terlalu banyak pertimbangan....

Masing-masing orang kan berbeda, kita maklum saja.

Rapat kenaikan BBM sampai perlu dilakukan 12 kali?

Ya, mungkin dibutuhkan pertimbangan yang matang. Saya pikir itu gaya hati-hati yang baik. Mungkin belum tentu efektif, tapi penuh kehati-hatian itu penting juga.

Dalam beberapa kasus Anda berseberangan dengan Boediono, waktu itu Gubernur Bank Indonesia. Misalnya soal blanket guarantee setelah muncul kasus Bank Century?


Saya berpendapat, blanket guarantee itu artinya semua masalah perbankan--kesulitan cash flow, rugi, dan sebagainya--pada akhirnya ditanggung APBN. Ini artinya ditanggung seluruh rakyat. Saya tidak mau kesalahan bankir-bankir itu dibebankan ke rakyat. Itu menzalimi rakyat.

Berdasarkan pengalaman pada 1998, blanket guarantee itu justru merugikan, tidak memberikan hal positif. Saya lalu kasih data, statistik, grafik, kepada Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan. Saya bilang tidak, karena bisa menimbulkan krisis kedua. Semua negara yang memberikan blanket guarantee, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, pertumbuhan ekonominya minus.

Siapa yang mengusulkan blanket guarantee?

Macam-macam, Kadin, pihak perbankan, semua memberikan usulan. Yang ngotot itu Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan.

Sikap SBY bagaimana?

Menteri Keuangan mengatakan (sikapnya) sudah disetujui Presiden. Saya lalu setuju, tapi hanya Rp 2 miliar. Itu bukan blanket guarantee, tapi jaminan perbankan. Kepada Gubernur Bank Indonesia saya bilang, jangan seenaknya saja: mengawasi perbankan tapi mengorbankan rakyat.

Apa alasan Gubernur Bank Indonesia?

Katanya untuk kestabilan moneter, agar perbankan jalan. Itu cara normatif: ciri-ciri monetaris. Saya bilang tidak.

Bukankah BI tidak perlu datang ke presiden?

Ini menyangkut jaminan negara, artinya rakyat yang menjamin. Akibatnya, kita bisa kekurangan anggaran pendidikan, kesehatan, perbaikan jalan. Sama seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, rakyat harus menanggung 50 tahun.

Bisa dibilang itu titik balik hubungan Anda dengan SBY?

Saya tidak mengatakan itu. Tapi, untuk persoalan itu, saya memang keras sekali. Sampai ada yang taruhan: siapa yang benar, Wakil Presiden atau yang lain. Kenyataannya sampai sekarang perbankan tetap aman.

Direktur Utama Bank Century dipenjarakan setelah itu?

Ya. Saya juga yang memerintahkan agar dia ditangkap. Waktu itu Bank Indonesia mengatakan tidak bisa karena tidak ada hukumnya. Saya bilang, mengapa tak bisa. Polisi harus mencari (dasar) hukumnya.

Dalam hal apa lagi perbedaan Anda dengan Boediono?

Dalam banyak hal saya selalu ingin pemerintah itu mencari jalan. Menteri dan Wakil Presiden kan harus memiliki target. Target itu harus diraih dengan segala upaya. Kalau ada aturan yang tidak sesuai, aturannya yang diperbaiki, bukan targetnya yang dihentikan. Nah, Pak Boediono itu taat aturan. Itu gaya eselon dua atau kepala biro. Kalau menteri, seharusnya bikin terobosan.

Apakah SBY tidak pernah menengahi perbedaan Anda dengan Boediono?

Secara terbuka SBY tidak pernah memberikan pandangan.

Dalam proyek monorail, Anda dan Boediono juga bertentangan?

Proyek monorail itu proyek DKI yang diresmikan pada zaman Ibu Mega. Waktu itu Boediono Menteri Perekonomian, dan saya Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Kemudian proyek ini terbengkalai. Perusahaan private partnership tidak punya kemampuan finansial. Mula-mula biayanya US$ 800 juta. Saya bilang itu kemahalan, bisa turun jadi US$ 400 juta.

Untuk transportasi publik, pemerintah harus terlibat. Caranya dengan memberikan jaminan untuk pemerintah DKI. Lalu DKI menjamin ke investor, itu harus punya penumpang sekian. Karena mereka tak punya hak menjamin, Menteri Keuangan harus menjaminnya. Jadi, Menteri Keuangan itu menjamin pemerintah DKI, bukan menjamin swasta.

Bagaimana soal listrik?

Kalau kita tidak membangun pembangkit listrik dua tahun lalu, tahun ini Indonesia gelap-gulita. Subsidinya bisa Rp 100 triliun karena memakai diesel. Saya dulu bilang, bangun pembangkit listrik dengan batu bara. Listrik ini luar biasa, dalam satu tahun bisa kembali modal. Subsidi untuk listrik Rp 80 triliun pada 1998. Dengan membangun senilai itu, subsidi langsung turun menjadi Rp 10 triliun. Tapi, karena tak punya uang, ya harus meminjam dulu dengan jaminan negara. Itu tanda tangani saja, pembayarannya pasti tak akan (melewati masa) jatuh tempo.

Waktu itu dianggap menabrak undang-undang?

Bukan, cuma keputusan presiden atau malah keputusan menteri. Saya bilang, ubah saja aturannya. Dalam waktu satu hari, aturan berubah. Mereka yang menolak dulu berpikir bahwa pemerintah jangan campur tangan. Semua diserahkan ke pasar.

Ciri neoliberal?

Saya tak bilang begitu, ya. Yang bilang itu Anda.

Anda memang cepat, tapi keputusannya dianggap menguntungkan perusahaan-perusahaan keluarga Anda?
Siapa? Coba tunjukkan!

Bosowa Energi dalam proyek listrik itu?

Bosowa itu IPP (independent power producer alias pengembang listrik swasta). Itu siapa saja boleh. Masa, bisa dibilang diskriminasi? Justru kita harus angkat topi pada pengusaha yang mau mengambil risiko. Kita harus hormat pada kemenakan saya yang mau ambil risiko itu. (Erwin Aksa, keponakan Jusuf Kalla, memimpin Grup Bosowa, yang berencana membangun pembangkit listrik di Sulawesi Selatan--Red.)

Bukaka Teknik juga pernah menangani proyek menara listrik?
Itu juga IPP, boleh-boleh saja, dong. Bukaka itu perusahaan pertama di Indonesia yang mampu membuat menara listrik. Anda boleh bangga. Dulu menara listrik itu diimpor, sekarang tidak. Garbarata (jembatan antara terminal dan pesawat) juga begitu. Kalau kita bicara kemandirian, mestinya Bukaka dapat bintang.

Bisnis mengandalkan pasokan informasi paling cepat. Bukankah perusahaan keluarga diuntungkan dengan posisi Anda?
Apa contohnya? Kalau khawatir tanpa contoh, kan tak enak?

Kasus helikopter yang dulu hendak disewakan ke Badan Penanggulangan Pengungsi?

Helikopter itu bukan milik pemerintah, milik sendiri. Masa, tidak boleh berdagang milik sendiri?

Bisnis keluarga Anda itu dikritik Boediono....

Coba tunjukkan satu yang saya campuri. Jangan lupa, bisnis keluarga saya 95 persen berurusan dengan masyarakat. Cuma 5 persen yang mungkin tender dengan pemerintah.

Kalau famili tidak boleh berbisnis lagi, itu bahaya sekali. Latar belakang saya pengusaha, adik pengusaha, bapak pengusaha. Sama saja dengan Pak SBY: beliau jenderal, bapaknya tentara, mertua tentara, besan tentara, adik tentara, anak juga tentara. Kita tak bisa mengatakan itu kolusi atau nepotisme, kan?

Jadi, apa batas keluarga pejabat bisa berbisnis?

Selama tidak melanggar hukum. Selama dia mengikuti aturan tender. Jangan lupa, informasi tentang tender itu terbuka sekali.

Kalau Anda menang, apa yang akan berubah?

Kecepatan dan pertumbuhannya. Kami sanggup mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen, asalkan melaksanakan terobosan. Kita percepat infrastruktur, percepat proses bisnis yang lambat.

Target Anda berapa hari doing business?
Saya sanggup 50 hari. Malaysia kan 30-an? Soal izin, terutama, kita percepat. Soal kemampuan bank mempercepat kredit. Soal aturan, hukum, akan saya periksa dengan detail. Dulu itu saya tangani, tapi kemudian dipindah ke Menteri Koordinator Perekonomian.

Berapa modal Anda jadi presiden?
Pada 2004 kami termasuk yang paling kecil biayanya, tapi bisa menang.

Berapa sih dana minimum agar terpilih?

Ya, tergantung. Sama saja dengan makan, kita bisa kenyang dengan nasi bungkus Rp 20 ribu, juga bisa tidak kenyang dengan makanan Jepang Rp 1 juta. Pada 2004 , total biaya yang kami keluarkan Rp 120 miliar. Sekarang dua kali lipatnyalah. Itu karena semua mahal, termasuk iklan di media massa.

Kenapa tidak memilih Prabowo yang kaya sebagai pasangan?

Kami memilih yang cocok, bukan yang banyak uangnya. Lagi pula, beliau ingin jadi presiden waktu itu.

Bagaimana peluang Anda menjadi pemenang?
Ha-ha-ha.... Begini, terus terang saya surprise dengan dukungan satu minggu terakhir ini. Banyak yang mengira pemilihan presiden itu penjumlahan suara hasil pemilu legislatif. Ini keliru sekali. Pemilihan presiden itu soal figur. Mulai dari leadership, track record, kemampuan, kaya, macam-macam. Ditambah faktor politik, berapa partainya. Partai pun tidak semua loyal. Kami ini Pasangan Nusantara, itu kan berarti kulturalnya melebar. Ditambah lagi hubungan-hubungan keagamaan. Jadi, kami yakin mempunyai kemampuan.

Di Golkar, Anda juga tidak didukung penuh. Misalnya Aburizal Bakrie menggelar pertemuan membahas percepatan Musyawarah Nasional Golkar?
Saya harus mengklarifikasi, tidak ada satu pun pembicaraan tentang musyawarah nasional dalam pertemuan itu. Mereka hanya membahas solidaritas membantu SBY-JK. Memang ada pihak yang berkampanye, nanti kalau diadakan musyawarah nasional, dukung-dukunglah. Musyawarah nasional kira-kira November-Desember.

Anda tidak melihat Aburizal, Akbar Tandjung, dan Agung Laksono yang dikenal sebagai Trio Alpha ingin menggusur Anda?
Mau trio-trio apalah, ya..., silakan aja. Kalau kami menang, mau apa mereka?

Alasan mereka kan tidak mau Golkar menjadi oposisi nanti....
Kalau kami menang, kan tidak menjadi oposisi? Itu salah pemikirannya, belum bertanding sudah merasa kalah.

Suasana kabinet sekarang seperti apa?
Sudah agak lama tidak ada sidang kabinet.

Tidak diundang lagi?
Kalau di paripurna, saya diundang. Kalau yang terbatas, saya tidak tahu, cuma lihat di koran. Namanya wakil kan terserah presidennya. Ndak usah maksa-maksa. Kalau memang tidak boleh, ya sudah.

Apakah tidak sebaiknya Anda nonaktif sebagai wakil presiden?
Saya dipilih berdua oleh 70 juta orang. Kalau saya diangkat, boleh saja. Ini kan dipilih, rakyat bisa marah kalau kami mundur.

Oke, tolong jawab dalam kalimat singkat: mengapa JK-Wiranto layak dipilih?

Karena dengan pengalaman, kami sanggup membuat bangsa ini menjadi lebih baik