Blog Dhita Yudhistira

Apakah Blog kata resmi dalam Bahasa Indonesia?

Wednesday, January 16, 2008

Hari ini Rasanya Lain

Hari ini rasanya lain. Mengunyah tempe bacem sambil makan siang tadi saya melamun. Tidak pernah terlintas dalam pikiran saya bahwa ada hari di mana sebagian yang cukup besar dari bangsa ini tidak bisa mengkonsumsi tempe (economically)

Saya cukup beruntung. Selama ini saya menganggap sepele tempe.

Friday, January 04, 2008

Yogyakarta Kota Kuno?

Tercekat juga saya waktu membaca iklan di web Airasia. Untuk promo penerbangan Yogyakarta-Kuala lumpur mereka mengiklankan sebagai: 'terbang langsung dari kota kuno ke kota modern'

Kurang ajar betul. Siapa yang menentukan Yogyakarta sebagai kuno dan Kualalumpur sebagai modern? Kalau mau berpikiran negatif, dan kalau mau menghasut (sebetulnya saya memang ada niat memanas-manasi anda semua pembaca... :D), iklan ini pasti dibuat oleh orang Malaysia dengan persepsi mereka. Kalau iklan ini dibuat oleh orang Indonesia pasti mereka lebih memilih kata macam 'kota budaya', atau semacamnya.

Saya bertekad tidak pergi ke Malaysia kalau nggak kepeped-kepeped amat. Walau dapat tiket gratis dari Airasia ditambah fiskal gratis, saya nggak mau pergi. Kalau dapat paket gratis sekeluarga (plus anak, istri, kakak, ortu, nenek), baru saya pikir-pikir.

Thursday, January 03, 2008

Catatan Binder Tua

Sewaktu membongkar-bongkar kardus lama, saya menemukan salah satu harta karun saya, sebuah binder.

Ceritanya, pada saat saya kuliah dulu, jika saya membaca sesuatu yang menarik buat saya dan saya harapkan untuk bisa saya ingat, saya tuliskan di kertas A5 dan dimasukkan ke dalam binder itu (binder itu juga ukuran A5).

Misalkan, kutipan dari Gandhi, 7 dosa besar manusia:
- Kekayaan tanpa kerja
- Kenikmatan tanpa suara hati
- Pengetahuan tanpa karakter
- Perdagangan tanpa moralitas
- Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan
- Agama tanpa pengorbanan
- Politik tanpa prinsip.

Saya tuliskan sambil benar-benar berharap waktu itu, bahwa saya bisa menghindari 7 urusan ini.

Ada juga kisah tentang Pirandellian Prison (kalau nggak salah dari Psikologi Komunikasi-nya Kang Jalal, one of my all time favorite), sebuah pendekatan ilmiah yang saya jadikan pegangan ketika mencoba menghapuskan kekerasan dalam OS di HME ITB. Inti kesimpulannya, manusia yang memiliki kekuasaan cenderung menyalahgunakan kekuasaan itu.

Jadi mungkin ada benarnya kalau presiden paling lama menjabat 2-3 kali saja.

Kutipan cerita lain dari buku Kang Jalal adalah dari buku: Meraih Cinta Ilahi: Pencerahan Sufistik. Buku-buku Kang Jalal ini belum bisa saya temukan kembali setelah beberapa kali pindah kos sejak lulus. Saya sedih sekali. O ya, di situ Kang Jalal menulis tentang kisah tiga pendeta yang berebut cinta dengan kata penutup L'amour n'est pas parce que mais malgre: Cinta itu bukan 'karena', tetapi 'walaupun'.

Dahsyat sekali. Apalagi kalau dikutip dalam surat cinta dengan bahasa Perancis, kita akan memberikan kesan sangat intelek. Saya tidak pernah melakukannya, saya biasanya menuliskan puisi home made...

Saya memang senang dengan puisi. Di tingkat dua atau tiga saya membeli beberapa buku puisi dan berharap saya bisa menghayati puisi dengan lebih dalam lagi. Walau pun sejak SD saya sudah ikut lomba puisi, baru sewaktu kuliah ini lah saya benar-benar menikmati puisi. Dan setelah bertahun-tahun belajar Bahasa Indonesia di sekolah, baru sewaktu kuliah lah saya menyadari bahwa Rendra dan Taufiq Ismail memang dahsyat.

Ini puisi Rendra ketika Mei 98.

Karena kami makan akar
dan terigu menumpuk di gudangmu...
Karena kami hidup berhimpitan
dan ruangmu berlebihan...
maka kita bukan sekutu

Karena kami kucel dan kamu gemerlapan...
Karena kami sumpek dan kamu mengunci pintu...
maka kami mencurigaimu

Karena kami terlantar di jalan
dan kamu memiliki semua keteduhan...
Karena kami kebanjiran
dan kamu pesat di kapal pesiar..
maka kami tidak menyukaimu

Karena kami dibungkam
dan kamu nrocos bicara...
Karena kami diancam
dan kamu memaksakan kekuasaan..
maka kami katakan TIDAK kepadamu

Karena kami tidak boleh memilih
dan kamu bebas berencana...
Karena kami cuma bersandal
dan kamu bebas memakai senapan...
Karena kami harus sopan
dan kamu punya penjara...
maka TIDAK dan TIDAK kepadamu

Karena kami arus kali
dan kamu batu tanpa hati
maka air akan mengikis batu



Coba anda bayangkan, gedung DPR dan MPR yang dijaga ribuan aparat bersenjata dan dikepung oleh ratusan ribu rakyat dan mahasiswa... "Maka air akan mengikis batu"

Damn.. he's really good.

Berbicara dengan orang-orang 70-an (mereka yang remaja di tahun 70-an) utamanya Jakarta, mereka akan memberikan kesaksian bagai mana theater happening banget di tahun 70-an. Yang menarik, salah seorang di antaranya mengatakan, bahwa mereka yang menghayati seni lebih halus perasaannya dan akan lebih mudah untuk diajak kepada kebaikan. Saya tidak bisa tidak setuju. Mungkin seharusnya ke sanalah arah pengajaran sastra. Nikola Saputra dan Dian Sastro yang berpuisi adalah sebuah pemandangan yang baik di mata saya.

Satu puisi yang saya sangat bahagia bisa temukan kembali bersama binder ini adalah puisi Taufik Ismail. Dibacakan pada saat peluncuran Palapa. Untuk informasi, Indonesia adalah negara kedua yang menggunakan sistem komunikasi berbasis satelit, dan dengan itu berhasil menyambungkan komunikasi dari Sabang sampai Merauke.

Saya tidak pernah merasa bahwa saya adalah seorang mahasiswa engineering atau (kemudian) engineer yang baik. Selalu ada hal lain yang menyita perhatian saya di luar engineering.

Tetapi puisi Taufiq Ismail ini sering terngiang di kepala saya, dan memberikan motivasi untuk membawa teknologi untuk kehidupan yang lebih baik. Amin.


Ada jurang membentang memisahkan kita
Lewat jurang, gunung, laut dan angkasa
Bagai mana cara menaklukkannya
Ingin benar aku menjangkaumu

...

Kini bersyukurlah sepenuh syukur
Karena ilmu dan kerja keras tiada henti
Telah takluk jarak, telah tercipta komunikasi
menyatukan seluruh Nusantara
merapatkan jarak antar umat manusia

Taufiq Ismail




ps. Ada yang tahu apakah titik-titik itu sebetulnya bagian yang hilang?

Buku Bung Hatta

Sebetulnya ada yang aneh kalau kita sedikit memperhatikan. Selama 10 tahun ini (sejak reformasi) kita selalu ramai membicarakan marxisme atau kapitalisme. Puluhan buku terbit membahas tema tersebut. Tapi penerbitan Das Kapital malah tidak terlalu sukses. Apalagi Wealth of Nation.

Atau Soekarno. Kita puja-puja, tapi jarang kita baca bukunya. Di bawah bendera Revolusi jelas tidak pernah jadi best seller sejak jaman Orde Baru. Paling-paling setelah reformasi harganya sempat melambung. Tapi bukan untuk dibaca, hanya sekedar di-Anturium-kan. Madilog, dulu sempat terbit sebentar, tapi sekarang susah dicari walau Tan Malaka terus dipuja.

Waktu peringatan 100 tahun Bung Hatta, banyak buku dan artikel yang terbit tentang Hatta. Gampang ditemukan di mana-mana. Yang susah justru mencari buku asli karya Hatta sendiri.

Dulu waktu mahasiswa saya dapat di pasar loak, seri kumpulan karangan Hatta. Saya terkesan sekali. Di tahun 20-an dia sudah memperingatkan tentang bahaya perusahaan (yang sekarang muncul dalam serangan MNC), dan banyak hal lainnya. Sayang, dari kumpulan itu ada 1 yang saya tidak dapatkan.

Waktu peringatan 100 tahun itu, memang diterbitkan ulang. Muncul sebentar dan hilang. Saya yang tidak membeli karena belum punya uang jadi gelagapan mencari tanpa hasil. Sampai saya akhirnya temukan lagi di Gunung Agung.

Jadi saya sempatkan untuk mengabadikan buku tua saya dan penerusnya. Mudah-mudahan tetap dibaca oleh generasi muda Indonesia.

Mudah-mudahan saya sempat berkunjung ke perpustakaan Hatta di Bukittinggi.

Tahun Baru 2008

Senin 31 Desember 2007. Harpitnas. Sebagian besar orang menikmati cuti bersama 4 hari. Tapi saya dan Warih harus ke Bandung pulang-pergi (dari Bogor) untuk mengurus tagihan yang nyangkut. Nasib.

Tahun-tahun sebelumnya saya selalu libur tanggal 31 Desember. Tahun lalu (tahun baru 2007) saya ke Cirebon. Tanpa rencana, memutuskan berangkat setelah melihat sesaknya Bandung. Memang sering juga saya tahun baru di Cirebon. Seingat saya, tahun baru 2004, 2005, 2007. Saya lupa di mana saya 2006.

Tidak tahun ini. Seolah-olah menyempurnakan 3 bulan yang hampir tidak pernah pulang ke rumah. Atau jangan-jangan cerminan tahun 2008 yang lebih sibuk lagi.

Di rumah, saya tidak menyiapkan acara juga. Memang ada acara di kompleks, bakar jagung. Saya malas datang. Sebelumnya saya berusaha keras melarang Bapak saya untuk tahun baruan di Monas dengan keponakan-keponakan saya. Untungnya berhasil. Saya lihat di TV, ramai sekali. Ada konser di monas. Katanya 100 ribu orang yang datang. Saya selalu bertanya-tanya, kalau sedang konser seperti itu dan kita ada di tengah-tengah, gimana caranya kalau kita mau ke belakang...

Jam 12 lebih sedikit, setelah terompet dan kembang api, hujan deras sekali turun. Mungkin pawangnya sudah nggak kuat lagi menahan. Saya pun tidur.

Jam 11 siang saya ke kantor. Ini juga pertama kali seumur hidup saya ke kantor tanggal 1 Januari. Walau cuma sebentar. Sekitar jam 13 saya pulang dan siap-siap ke Bandung lagi. Kali ini mengantar istri dan anak saya.

Sepanjang perjalanan, tol sepanjang 120 km itu dipenuhi kendaraan dari arah Bandung. Karena ada 2 lajur saya menyimpulkan bahwa paling tidak selama tahun baru Bandung kedatangan mobil dari Jakarta yang jika diparkir berurutan panjanganya paling tidak 120km.

Jalan tol Jakarta-Bandung. Jam 19 malam. Hujan deras, turun kabut. Tiba-tiba di sekitar KM 118 ada mobil yang berputar arah, mungkin untuk menghindari macet di gerbang Padalarang. Memanfaatkan jalur putar petugas yang entah kenapa tidak ditutup.

Hampir saja saya tidak melihat. Secepatnya saya injak rem sambil mengklakson.

Bagi anda yang belum pernah mencoba, kalau kita berjalan dengan kecepatan di atas 80km per jam di jalanan yang basah, maka tidak peduli anda memakai rem ABS atau tidak, setelah menginjak rem anda hanya bisa berdoa, karena mobil anda tidak bisa berhenti. Tidak cukup gaya gesek. Dengan rem ABS anda hanya menjadi memiliki kesempatan lebih baik untuk berbelok ke kiri atau ke kanan sambil mengerem. Hanya saja di jalan tol sering kali hal ini tidak bermanfaat karena begitu pindah jalur (menghindar), kemungkinannya anda akan dihantam kendaraan lain.

Untungnya jalan tidak begitu ramai dan saya bisa sedikit menghindar. Nyaris sekali.

Sering kali orang melakukan tindakan tolol di jalan raya dengan alasan jarang yang mengalami kecelakaan ketika melakukan hal tersebut. Kenyataannya, orang-orang seperti itu memang umumnya mencelakakan orang lain dan bukan dirinya sendiri. Itulah yang paling menyebalkan.

Tapi orang yang berputar di jalan tol malam itu pastilah orang yang tolol luar biasa dengan otak yang kapasitasnya hanya setara otak ayam.

Begitulah. Tahun baru saya. Tanpa sesuatu yang baru, bahkan saya belum memikirkan resolusi tahun baru.

Hal terbaik dari tahun baru ini adalah ketika saya membaca iklan baris di Kompas 3 Januari 2008, halaman 32 dan tertulis iklan,"Masih tersedia tempat untuk tahun baru!"

Nah, itu baru orang dengan selera humor yang tinggi dan siap menyambut apa pun yang akan datang di tahun 2008 ini.

Selamat tahun baru 2008. Walau tulisan ini sedikit mellow, dalam hati saya menyambut tahun baru 2008 dengan optimisme yang besar.