Blog Dhita Yudhistira

Apakah Blog kata resmi dalam Bahasa Indonesia?

Saturday, October 21, 2006

Perjalanan ke Cina





Benar-benar tidak pernah terlintas di pikiran saya bahwa saya akan bisa jalan-jalan ke luar negeri bareng teman-teman. Kl dengan keluarga masih okelah. Tp dengan teman-teman, nanti dulu. Paling tidak, tidak di seusia ini.
Ternyata itu terjadi minggu ini. Saya, Lutfi, Peto, Oka dan Yudhi (dua-duanya kakak dan adik Peto). Destination: China. China Export Commodities Expo di Kanton/GuanZhou lebih tepatnya. Jalurnya: Jakarta-Singapura-GuangZhou pp.
Berangkat pukul 07.30 dengan penerbangan Adam Air ke Singapura, pramugari secara semena-mena membagikan makanan dan minuman tanpa menanyakan apakah saya puasa. Sampai detik ini, saya masih bertahan. Cita-cita saya: buka puasa di luar negeri sekali-sekali.
Sesampainya di Singapura, kami langsung sarapan. Bayangan bahwa kami akan berjalan-jalan keliling Singapura, buka sebelum naik ke pesawat selanjutnya, dan khawatir akan kondisi badan untuk perjalanan membuat saya memutuskan untuk berbuka puasa. Mungkin agak kebetulan bahwa keputusan itu saya buat tepat ketika saya melihat 1 porsi Burger King...
Dengan badan yang lebih segar (dan perut lebih penuh), kami langsung menuju Masjid Sultan. Saya selalu mengagumi Singapura. Bagai mana mereka bisa mempromosikan sesuatu yang sebetulnya biasa-biasa saja seolah luar biasa. Apalah Masjid Sultan dibandingkan Masjid Maimoon ataupun Masjid Raya Aceh, dari segi bangunan maupun sejarah? Bahkan dibandingkan puluhan masjid lainnya di Jawa. Bugis Street masih jauh di bawah Pasar Baru Bandung, kecuali di sana tidak ada copet (tp bukankah copet itu yang pertanda kuat kita ada di pasar tradisional?). Entahlah. Banyak yang bilang Singapura luar biasa. Tetapi selain keteraturannya, saya kira sebetulnya kita punya lebih banyak.
Dengan semangat peziarah, kami langsung shalat di Masjid Sultan. Tepat setelah shalat, muadzin mengumandangkan adzan. Ternyata belum masuk waktu. Jd tepat setelah adzan selesai dan ketika jamaah mulai berdiri merapatkan shaf, kami mengendap-endap keluar...
Dari situ kami langsung ke Merlion Park untuk berfoto bersama Merlion sambil membicarakan berbagai hal termasuk terbakarnya Kantor Pusat Pertamina. Terakhir kali saya ke Merlion, Merlion dipenuhi turis dari Indonesia. Kali ini, Merlion dan sekitarnya tampaknya dipenuhi oleh asap (bukan Asep) dari Indonesia. Jd bisa kita simpulkan bagai mana pentingnya pengaruh Indonesia terhadap Singapura.
Tujuan selanjutnya: Orchard. Untuk membuktikan bahwa kami intelektual muda, tentu saja tempat yang dikunjungi toko buku Borders dan satu lagi di Takasimaya (saya lupa namanya). Beberapa jam berikutnya kami habiskan di sana.

Setelah membeli beberapa buku (saya tidak termasuk karena di kampung masih meninggalkan beberapa buku yang belum terbaca), kami kembali ke Changi dengan MRT yang terkenal itu.


Kami ambil waktu untuk makan terlebih dahulu. Lutfi sebagai satu-satunya anggota rombongan yang masih puasa makan dengan nikmat. Waktu masih cukup lama, pesawat berangkat 09.45 dan ini masih jam 06.30WIB. Hmmm... sebentar. Bukankah waktu Singapura berbeda 1 jam???
Alamak. Telah terjadi kesalahan besar. Buru-buru kami menuju gerbang pemberangkatan. Dan sesampainya di sana... boarding telah ditutup. It almost turned out to be stupidity of the year. Untungnya setelah beberapa menit permohonan maaf, memelas-melas, memasang muka menyesal dan bersumpah bahwa hal ini tidak akan pernah terjadi lagi, kami diperbolehkan naik. Syukurlah... ternyata kami hanya terlambat 5 menit

Perjalanan ke Cina memakan waktu 4 jam, hampir sepenuhnya saya isi dengan tidur. Pendaratan di Cina berlangsung mulus. Di sini, selain mengisi formulir bea cukai, semua pendatang wajib mengisi surat keterangan bebas penyakit, termasuk di dalamnya Flu Burung dan HIV.
Lutfi tertahan di imigrasi. Dia disuruh pindah ke pos lain dan di situ diamat-amati dengan lebih cermat. Pangkal permasalahannya ternyata, foto di paspornya berkumis tebal dan berjenggot. Tidak berlebihan kalau dia dicurigai dalam penyamaran untuk maksud-maksud tertentu. Untungnya dia dibebaskan.
Hotel kami, katanya (kata orang hotel tersebut tepatnya) berjarak 20 menit dari bandara. Ketika ditanyakan ke petugas taxi bandara, ternyata paling tidak butuh 40 menit hingga sejam dengan biaya taxi paling tidak RMB 350. Wah, ditipu nih. Untuk menghemat biaya, kami menyewa taksi gelap dengan biaya RMB 500 (lebih hemat karena memakai mobil van yang muat kami semua).
Mobil ini mobil mazda, mungkin toyota. Tetapi buatan Cina. Adalah gegabah kalau saya bilang Cina tidak bisa membuat barang berkualitas baik. Mereka sudah mengirimkan roket ke angkasa (it's not an easy thing to do, fyi). Kalau sampai citra produk Cina jelek di Indonesia, setahu saya karena importir Indonesia selalu mengambil barang berkualitas rendah untuk mendapat untung sebesar-besarnya (saya tidak termasuk kategori importir yang demikian).
Untuk mobil mereka memang belum menandingi Jepang. Sebagian alasan ekonomis selain teknis, saya kira. Dan mobil ini mobil tua. Rangkanya berderak sepanjang perjalanan, mesinnya menggerung-gerung, kacanya berpendar jika diterangi cahaya lampu (ya, kacanya juga buatan Cina). Saya mengagumi semangat mereka, untuk memakai produksi dalam negeri hampir di setiap bidang. Setiap pabrik Cina memberikan jawaban yang sama: 70-80% produksinya dipakai di dalam negeri. Jika Indonesia memiliki tekad kuat untuk melakukan hal yang sama, saya yakin dalam 25 tahun Indonesia menjadi negara termaju di Asia Tenggara, bahkan melampaui India dan Australia.
Beberapa saat keluar dari bandara, supir dan keneknya menengok ke kiri dan ke kanan sambil memperlambat kendaraan. Perasaan saya sudah tidak enak. Kemudian mereka berhenti. Berputar ke belakang dan menunjukkan plat nomor. Oh ternyata mereka mau mengganti plat nomor. Kacau jg.
Setelah itu kendaraan berjalan kembali. Belum beberapa lama, terdengar bunyi barang jatuh kencang dan bau kopling terbakar. Menambah apesnya suasana malam ini, mobil kami mogok. Setelah 15 menit berusaha dan menelefon, untungnya ada mobil lain yang menggantikan. Tampaknya masih keluarga. Dengan muka sangat menyesal supir pertama mengucapkan,"I'm sorry..." Mungkin satu-satunya bahasa Inggris yang dia tahu karena dia tidak bereaksi ketika saya bilang,"It's oke. Thank you."
Ya, jarang sekali di sana orang yang bisa berbahasa Inggris. Padahal GuangZhou adalah kota perdagangan dan industri internasional. Alamat hotel kami beritahukan dengan menunjukkan alamat yang tertulis di kertas, cetakan dari pemesanan.
Jalan yang kami tempuh selama hampir 1 jam, hampir seluruhnya merupakan jalan tol. Katanya dulu mereka belajar dari Indonesia tentang tol, seperti juga Malaysia. Tapi saat ini jalan tol mereka ratusan atau ribuan kali lebih panjang dari Indonesia.
Sesampainya di hotel, saya menunjukkan surat pemesanan, dibayar penuh di muka. Kata resepsionisnya (satu-satunya yang bisa berbahasa Inggris), hanya tersedia 1 kamar dari 2 yang kami pesan. Busyet. Padahal sudah dibayar. Lebih parah dari low cost carrier. Akhirnya sebagian dari kami terpaksa tidur di hotel sebelah malam ini. Menjawab pertanyaan resepsionis yang lain, berapa orang jumlah rombongan kami, saya menjawab,"Five." Dia pun mengulangi,"Five?" sambil mengacungkan 3 jarinya untuk memastikan. Sangat melelahkan, tapi saya tidak terlalu lelah untuk tertawa.
Akhirnya hampir setelah 12 jam berangkat dari rumah, kami sampai di Changcheng hotel.

Wednesday, October 11, 2006

Himbauan Pemakaian Lampu Jauh di Jalan Raya

Pulang dari Bekasi ke Bandung, Minggu (8/10/2006) kemarin, di tol Cipularang saya terganggu oleh lampu dari mobil belakang yang menyala terang sekali. Saya perhatikan, bahwa mobil-mobil sering memakai lampu besar untuk kesenangan sendiri. Maksudnya, merasa jalan sedikit kosong, menyalakan lampu besar agar semua terlihat jelas.

Permasalahannya, walau mobil itu sekitar 500m di belakang saya, saya masih terganggu.

Demikian jg dengan mobil yang menyelip. Menyalakan lampu besar dari jauh walau sering kali waktunya sebelum melewati kita masih cukup buat masak indomie dl.

Jadi saya menghimbau kepada pengguna jalan raya:
1. Kalau jalan tidak benar-benar kosong, tidak usah pakai lampu besar. Termasuk kalau
ada mobil dari arah yang berlainan di tol.
2. Kalau memberikan tanda untuk menyelip atau agar berhati-hati dengan menggunakan
lampu besar, cukup dinyalakan sebentar beberapa kali.
3. Kalau ingin melihat dengan jelas sambil mengemudi, mengemudilah di siang hari.

Liwet Pasar Seni ITB 2006

Saya betul-betul antusias ketika diumumkan akan ada Pasar Seni ITB 2006. Ternyata istri saya lebih antusias lagi,"Yuk kita jualan liwet Solo!!!!", dan langsung memesan sebuah stan.

Saya sempat ragu-ragu dalam masalah ini. Sampai minggu terakhir sebelum acara, istri saya belum pernah masak liwet Solo. Jadi apa yang mau dijual? Tapi istri saya punya kemauan yang sangat keras, dan nyatanya memang pada hari H tersedialah liwet Solo komplit dengan bantuan ibu-kakak-ipar, dsb.

Di stan itu akhirnya banyak yang ikut jualan: ada yang jualan minuman, roti, yoghurt. Total sekitar 5 produk ikut numpang jualan. Jam 2 malam masih beres-beres stan, pagi-pagi jam 4-5 sudah berangkat lagi. Kl tidak salah ingat sejak tidak mengurus kegiatan mahasiswa lagi saya belum pernah serajin ini.

Susahnya, karena tidak pernah berjualan makanan, kami tidak bisa memperkirakan porsi yang dibutuhkan. Awalnya cuma menyiapkan 100. Tapi ditambah menjadi 150an. Ternyata jumlahnya kurang sekali. Jam 1/2 2 siang jualan sudah habis dan sampai jam 6 sore kami sibuk menerangkan pada pelanggan yang terus berdatangan bahwa liwetnya sudah habis. Karena itu jg, penjualan ini hampir nggak untung karena besar modal di dekorasi dan sebagainya.

Pasar Seninya sendiri bagai mana? Saya betul-betul nggak sempat nonton. Sibuk bagi-bagi pamflet.

Benar-benar menyenangkan. Paling-paling hanya satu kekurangan dari jualan liwet ini: yang jual tidak bisa berbahasa Jawa...

Tuesday, October 10, 2006

Malaysia Bangun Internet Exchange Domestik

Terus terang ini berita menggemparkan buat saya. Kl anda tidak lupa, sering kali salah satu alasan yang dikemukakan tentang mahalnya internet di Indonesia dibandingkan negara tetangga adalah "Content internet yang diakses masih banyak dari luar negeri sehingga provider harus membayar mahal untuk bandwidth ke luar negeri"

Dan ternyata? Malaysia bahkan belum punya Exchange Domestik. Seperti dikutip dari berita itu:

Bahkan saat menjelajahi situs lokal, pengguna Internet di Malaysia harus melewati jalur Singapura atau bahkan Amerika Serikat. Menurut Lim hal ini sangat tidak efisien dan biayanya mahal bagi konsumen.

Wah ditipu mentah-mentah nih. Kadang-kadang ada alasan lain lagi seperti,"Biaya menarik FO dari Singapura mahal". Seingat saya tahun 2000 saya mendengarkan presentasi Singtel tentang jaringan FO mereka yang ditarik ke Eropa, Amerika, dan Jepang. Dan itu tidak membuat biaya internet mereka menjadi mahal.

Sebetulnya saya masih menunggu penjelasan tentang isu-isu seperti, apakah gedung Telkom yang berdiri megah di banyak kota di Indonesia menambah biaya atau justru meningkatkan efisiensi? Apakah memang perlu ruang pembayaran yang seluas itu di jaman orang-orang bisa bayar lewat bank?

Seingat saya nih ya, Telkom selalu menang penghargaan sebagai perusahaan dengan pendapatan tertinggi, fastest growth, dan seterusnya. Hampir tidak pernah mendapat penghargaan misalkan, the most efficient dsb.

Kalau saya nggak salah ya...

An(other) Experience with Telkom Speedy

Saya sudah 8 bulan ini berlangganan Telkom Speedy. Selalu ambil paket yang paling murah, walau kenyataannya tiap bulan saya bayar over kuota. Ya itu memang salah saya. Tp saya merasa Telkom sengaja menyesatkan. Misalkan begini, data info usage di web tidak pernah real time. Kalau beda 1 hari masih lumayan. Dulu sering kali lebih. Jadi kalau saya berinternet hari ini saya sering kali belum bisa lihat pemakaian kemarin. Jd setelah lewat 2 hari saya baru bisa tahu pemakaian saya ternyata tinggi, misalkan.

Tapi sekarang sudah ada perbaikan. Updatenya lebih cepat, walau masih tidak real time. Kabar-kabarnya sih susah untuk membuat yang real time. Tapi yang aneh, seiring dengan pergantian web telkomspeedy yang baru, info usage semakin susah dibaca. Misalkan, kita sekarang disajikan data total upload dan total download. Tapi tidak ada field yang memberikan data total upload + download. Kayaknya mrogramnya nggak sesusah itu deh.

Atau misalkan yang lain lagi, tidak ada titik untuk membedakan per seribu. Jadi kalau kita memakai 100 Mega dalam satu malam, datanya adalah: 1000000. Apa sih susahnya untuk menuliskan angkanya dalam format yang mudah dibaca?

Nah, saya selalu terlintas untuk berhenti berlangganan speedy. Tetapi saya tidak punya banyak pilihan. Seperti yang kita ketahui, sistem monopoli halus ini menyebabkan Telkom dapat memberikan layanan yang (katanya) paling murah dan paling baik.

Terakhir, saya tidak jadi berhenti berlangganan karena isu bulan Oktober ini tarifnya turun 40%.
www.detikinet.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/09/
tgl/19/time/100259/idnews/678045/idkanal/331

Jadilah saya terus berlangganan. Nah, biasanya pemakaian speedy itu dihitung mulai tanggal 26 sampai 25 bulan berikutnya. Tidak ada pengumuman resmi sih. Saya perhatikan saja dari info pemakaiannya. Kadang-kadang bergeser dikit. Ini tentu bahaya. Bayangkan misalkan saya sedang over quota. Kemudian masuk tanggal 26 dan saya menganggap meteran saya sudah reset ke nol lagi dan saya download musik-video sederas-derasnya. Setiap Mega saya harus bayar 700. Beberapa kali ini terjadi sehingga saya memilih untuk mulai menganggap nol lagi di tanggal 28.

Apa yang terjadi? Ternyata di bulan September ada perubahan. Pemakaian dihitung dari tanggal 1 September sampai dengan 30 September. Mendadak saya temukan pemakaian saya di 26-30 September sebagai over quota dan harus membayar tambahan hampir Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah).

Tentu saja, saya tidak menemukan wadah yang pas untuk melaporkan G30S/Telkom ini. Jadi saya mengirimkan email ke detik net. Di luar dugaan saya, suara orang kecil ini didengarkan, dan mendapat balasan dari customer care Divre 2.

JAWABAN KE PELANGGAN :

Selamat ..........., salam sejahtera

Kami sampaikan, bahwa Informasi perubahan periode waktu
proses Billing Speedy adalah mulai tagihan Agustus 2006
yaitu pemakaian dari tanggal, 26 Juni s.d 31 Juli 2006.
dan tagihan bulan September mulai tanggal 01 s.d 31.

Sehubungan hal tersebut, Informasi perubahan periode waktu
proses Billing telah di beritahukan melalui website dan
media lainnya.

Demikian kami sampaikan, terima kasih.


Bidang Customer Care Divre2.

Anda perlu contoh kejadian yang bisa kita anggap sebagai pembodohan? Perhatikan kalimat: 'melalui website dan media lainnya'. Apa sih susahnya (saya mulai ragu nih, apa yang dari tadi saya sebut sebagai susahnya jangan-jangan memang susah ya) menuliskan: 'melalu web di www.telkomspeedy.com dan koran kompas', misalkan.

Kenyataannya, di web www.telkomspeedy.com sama sekali tidak ada pemberitahuan itu, atau paling tidak, tidak ditempatkan di tempat yang pasti dibaca oleh user. Terlalu jauhlah kalau kita bermimpi Telkom bisa mengemail para pelanggannya satu-per-satu.

Tentang media, mungkin yang dimaksud surat tagihan. Ngomong-ngomong surat tagihan, saya selalu kena denda 5% karena membayar setelah tanggal 20. Padahal surat tagihan jg datang setelah tanggal 20.

Dan akhirnya inilah balasan saya di email:
O ya Mas? Web mana ya? Di Blog pribadi Mas kali. Di www.telkomspeedy.com nggak ada tuh. Entah kalau disembunyikan. Coba deh dibuka. Berita terakhir aja masih tanggal 22 September: tentang Telkom Cafe di Surabaya.

Tapi sudahlah. Nggak usah terlalu dimasukin hati. Langganan dengan Telkom memang nggak usah berharap terlalu banyak. Saya ngerti koq.

Dan saya benar-benar nggak berharap koq. Saya nggak punya pilihan.

Thursday, October 05, 2006

Buka Puasa Pemanasan



Tadi sore, 5 Oktober 2006, secara tiba-tiba ada buka puasa bersama di Plaza Senayan. Yang agak tidak lazim, peserta buka puasa tadi sebetulnya semuanya akan buka puasa bersama Minggu besok, 8 Oktober.

Mungkin ini semacam buka puasa pemanasan. Menandakan bahwa kami sangat serius menanggapi acara buka puasa...

Kalau saya perhatikan, di Plaza Semanggi ini koq hidup rasanya enak betul ya.

Kekeringan di Cimahi

Beberapa pekan ini, kalau kita berjalan-jalan di malam hari di Cimahi, kl kita memperhatikan kita bisa melihat beberapa pemandangan tidak biasa. Orang-orang bersliweran membawa jerigen, atau antri di beberapa keran di kantor atau pabrik.

Memang beberapa pekan ini, seiring kemarau panjang di Indonesia, banyak sekali sumur yang kering. Ironis jg. Kata istri saya, Ci itu artinya air dan mahi artinya cukup. Jadi mungkin Cimahi maksudnya berkecukupan air. Atau mungkin, airnya cuma secukupnya?

Ditarik ke belakang, beberapa bulan lalu turun hujan sangat lebat di Cimahi yang dalam 10 menit telah menyebabkan banjir 1/2 meter. Sayangnya karena hampir tidak ada lagi lahan terbuka, air itu langsung pergi ke sungai.

Dalam hati saya mencatat, kalau saya jadi Presiden. Atau minimal menteri. Atau gubernur.... Hmmm... Wali kotalah. Mungkin baik jg kalau di musim kering ini, sekitar Agustus-November diadakan proyek pembuatan sumur resapan. Yah.. beberapa ribu untuk tiap kota.

Pertama sumur resapan bisa membantu penyerapan air sehingga mengurangi bencana kekeringan.

Kedua, proyek begini bisa menyerap lapangan kerja. Terutama di masa kemarau, ketika para petani sedang kesulitan (keuangan) karena sawah-sawah pada rusak.

Yang jelas, seperti sampah, diam-diam masalah air ini berkembang menjadi masalah yang semakin besar. Dan tidak ada tindakan yang cukup berarti untuk mengatasinya.

Pohon Palm di Bandung, Pohon Mangga di Arab


Saya memperhatikan, bahwa orang Indonesia senang menanam pohon palm sebagai status kemewahan (perumahan mewah, dsb.). Setahu saya, pohon palm tidak banyak menyerap polusi, tidak banyak menahan air, dan tentu saja tidak berbuah. Tampaknya kalau di Arab sana, pohon palm melambangkan kemewahan karena hanya tumbuh di oase-oase, di tengah-tengah padang pasir.

Jelas sekali tidak ada perlunya kita menanam palm di Indonesia sebagai tanaman pinggir jalan. Bahkan saya kira saya berani bertaruh bahwa kalau mereka bisa, orang Arab lebih memilih menanam mangga atau albasia dari pada palm di sana....

Buka puasa tempat Bang Rizal



Rabu kemarin, 4 Oktober 2006. Saya 'terbawa' dalam acara buka puasa di rumah Rizal Ramli (ya, yang bekas menko jaman Gus Dur). Acaranya sendiri diinisiasi teman-teman alumni yang tergabung dalam B-Club (kebanyakan teman-teman PSIK 90-an).

Beberapa pejabat dan komisaris BUMN tampak bersliweran. Tapi yang paling mengesankan buat saya adalah ustadz yang diundah berceramah. Astaghfirullah. Saya sungguh-sunggu menyesal karena telah sedikit merendahkan intelegensi sang ustadz ketika beliau datang. Beliau tepatnya datang, ketika Rizal Ramli sedang berbicara. Dan saya berpikir,"Wah, mau ngomong apa lagi si Ustadz nih kl waktunya setelah Bang Rizal."

Di luar dugaan saya, terlepas dari penampilannya yang sungguh-sungguh sederhana dan cenderung ke'dusun-dusunan', pembicaraannya menunjukkan bahwa beliau adalah orang yang sangat cerdas, dan mungkin sedikit di antara ulama kita yang masih mencoba untuk menerjemahkan agama menjadi panduan kehidupan praktis.

Menurut seorang teman saya, saya adalah pemirsa yang paling penuh perhatian di antara semua yang hadir. Dan saya tidak menampik, saya optimis dengan masa depan Indonesia kl masih ada ulama macam begini.

Sekali lagi saya minta maaf yang sebesar-besarnya. Untuk dosa sombong dan melecehkan.

Ustadznya adalah Pak Mukti, bekas ketua Pemuda Muhammadiyah.