Blog Dhita Yudhistira

Apakah Blog kata resmi dalam Bahasa Indonesia?

Wednesday, November 29, 2006

Telkom Speedy Naik Quota!!!




Tanpa banyak pengumuman dan basa-basi (terutama kepada pelanggan lama), Telkom Speedy mengadakan program bonus!!!!

Untuk pelanggan personal, quotanya sampai bulan Desember adalah 1GB!!!!!!

Saya sudah telefon ke customer servicenya, dan katanya program ini sungguh-sungguh dan bukan impian!
"Mas, katanya lagi ada program?"
"Iya."

"Buat pelanggan lama gmn?"

"Buat pelanggan lama dapat bonus quota."
"Quotanya jadi 1 GB?"
"Betul. Mulai 10 November"
"Maksudnya untuk tagihan November nih?"
"Iya. Yang November."
"Jadi bulan ini saya sudah dapat tambahan 250 MB???"
"Iya."
"Mulai November nih Mas?"
"Iya!"
"Tanggal 1 sampai 30 November ya hitungannya?"
"Iya!!"
"Tapi beneran nih ya Mas?"
"Iya Pak. Bener."
"Ooooh. Gitu. Makasih ya Mas"

Aduh. Dosa nih gua. Nggak percayaan banget sama orang Telkom. Maklum, trauma masa lalu.



A Pico Problem (part2)

Contact person Kanada, katakanlah Mr. X, menyatakan bahwa mereka memiliki kantor perwakilan Jakarta, dengan contact person Mr. S.

Saya lekas mengemail Mr. S dan jg kembali membalas email Mr. X.

Dear Mr. X,
I came to Nepal web after I read about the installation of such turbine in Vietnam (alternative-energy blog). It's said that it cost approximately US$20 di Vietnam.

I really hope the price doesn't differ much here in Indonesia. I surely will contact Mr. S, or even visit his office in Jakarta

Thank you very much, I really appreciate it.

Tanpa saya sangka-sangka, Mr. X sekali lg membalas email saya.

Dear Mr Yudhistra,
I fear that you are going to be very disappointed when you learn about our micro-hydro generator prices because the $20 price that you have read about refers to very unreliable units that have been imported (smuggled in) from China. There is no way you could expect to buy any better quality units landed in Indonesia for ten times that figure.
So I think you can forget about buying any products from us.
Sorry to disappoint you but the information you have read is very misleading.
Kind regards,

Hmmm... something wrong here. Saya terima saja kalau memang harganya mahal, jauh lebih mahal, atau mahal tak terjangkau. Tp kalau sampai dia bilang 'you can forger about buying any products from us', rasanya tidak wajar.

Saya benci model-model begini. Orang miskin nggak perlulah teknologi. Kesannya begitu (kesan saya sebagai orang miskin).

Jd, dengan sedikit emosional, saya balas sekali lg.

Dear Mr. X,

I was really excited to know that it cost US$20 in Vietnam, for I believe at that cost the turbine could be very useful for Indonesian people. We have plenty of low head water.

As for my self, I just need it for my hobby. I'm an electrical engineer. A small stream crosses near my house, and I want to have some hydroelectric power so the children in my neighborhood can see it, hopefully learn from it.

We're considering submersible type cost at least US$1500. Do you think we should forget your product?

Thank you.

Tampaknya dia tidak mau kalah jg. Dan kembali membalas.

Dear Mr Yudhistra,
If the intended use of the PowerPal Low Head unit is only for hobby use, I think our prices landed in Jakarta will be much too high for you. But by all means have a talk to Mr. Iwansantoso, and then the decision is entirely yours. The $20 price in Vietnam is not representative of real prices elsewhere.
Kind regards,

Saya hendak membalas sekali lagi,seperti misalkan,"Thanks. Wish you luck for your attitude. Tapi saya berpikir tidak ada gunanya. Apalagi ingat pesan ibu saya (atau nenek saya?),'Sing waras ngalah' (yang sehat pikirannya ngalah). Akhirnya saya balas dengan email yang sopan.

Ok. Thank you for your time Mr. X. Wish you all best wishes.

Teman saya bilang, mungkin dia tersinggung karena saya undervalue produk dia. Mungkin jg. Tp saya kira, studipity is not a sin (at least when you try to learn). Rudeness is.

Turbin aja gitu lho. Gua bikin deh sendiri. Atau beli yang submersible aja (nggak pede dengan sumpah sebelumnya.. )

Tuesday, November 28, 2006

A Pico Problem (part 1)

Seperti yang bisa dilihat di posting tentang jembatan, di dekat kantor saya melintas sebuah saluan limpahan irigasi. Sepanjang tahun airnya mengalir dengan debit tetap. Saya tidak yakin berapa besar debitnya. Yang saya tahu, saluran itu bisa dibendung setinggi paling tidak 2 meter. Kalau dipaksakan, bisa didapatkan sebuah permukaan air jatuh dengan ketinggian 3 meter.

Dengan berbekal keyakinan tanpa dasar bahwa debit minimal mencapai paling tidak 0,1 m3 dan diamini teori yang menyatakan bahwa P(kW) = Q(m3) x H (m) x7,83, saya memimpikan bahwa paling tidak bisa didapatkan listrik sebesar 1000 watt (saya harus akui semua ketidakpastian ini masih harus dijerumuskan lebih dalam lagi dengan asumsi bahwa efisiensi pembangkitan adalah 50%).

Untuk membuat turbin jelas bukan urusan mudah. Kl potensinya besar, membuat turbin amatir sendiri dengan efisiensi rendah masih bisa diterima. Tapi krn potensinya hanya segitu, tampaknya strategi terbaik adalah menyerahkan pada ahlinya.

Celakanya, di Indonesia tampaknya semua ahli berkutat dengan urusan paling tidak ratusan kilowatt,"Apa, hanya 1000 watt? Pakai baterai saja. Huh!"

Pilihan yang ada di depan mata, dan satu-satunya adalah turbin submersible (turbin yang ditenggelamkan di air). Harganya lumayan jg. Jd saya masih mencari alternatif.

Kabar baik muncul ketika saya membaca tentang pico turbin di Vietnam. Turbin dengan daya 200-500 watt kabarnya banyak dipakai di sana. Dan isunya, harganya hanya US$20. Wooow!!!

Setelah browsing kiri-kanan, akhirnya saya dapatkan web perusahaan yang kemungkinan menjual turbin yang bersangkutan. Dengan perasaan yang meluap-luap, hati yang berdebar-debar, saya layangkan email ke perusahaan tersebut. Dalam satu hari, email saya sudah dibalas. Tetapi dikatakan, bahwa dia hanya reseller dari perusahaan Kanada, dan dia tembuskan (carbon copy) email saya ke pihak yang berwenang.

Dada Rosada: Bukan Walikota Anti Lingkungan!!

Dua minggu yang lalu saya mendengar berita di radio. Dada Rosada, katanya, tidak ingin dikenang sebagai walikota yang anti lingkungan. What a news!

Saya ingat hadir dalam peluncuran buku Sketsa Bandung. Dalam sambutannya, dengan bersemangat Kang Dada menegaskan bahwa beliau sendiri yang akan menjaga kehijauan kota Bandung,"Setiap pohon yang ditebang di kota Bandung ini harus mendapat ijin dari pemkot. Dan saya tidak akan mengijinkan pohon-pohon ditebangi!!!!" Demikian kutipan dari sekitar 10-15 menit bagian pidato yang membahas pohon di Bandung.

Saya sudah agak lupa kapan acara itu berlangsung. Yang saya ingat itu kira-kira seminggu sebelum seluruh pohon sepanjang Suci (Surapati-Cicaheum) ditebang untuk pelebaran jalan.

Kembali ke berita di radio itu. Agar tidak dikenang sebagai walikota yang anti lingkungan, maka Kang Dada mendukung warganya untuk menanam pohon. Pemkot akan menyediakan bibitnya. "Datang ke lurah, datang ke Camat. Kalau tidak diberi bibit, datang ke saya!!!"

Boleh saja anda berkomentar apa saja, itu kan hak anda untuk menilai. Yang jelas, Kang Dada adalah walikota yang cinta lingkungan.

Wednesday, November 15, 2006

Mengapa Saya Menolak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Indonesia

Topiknya tiba-tiba menyimpang ya. Saya sudah lama ingin mengutarakan pendapat saya tentang masalah ini. Jadi saya tuliskan saja sekarang.

Prinsipnya, saya orang yang akan selalu memilih solusi yang ramah lingkungan walau pun biayanya lebih tinggi. Apakah PLTN lebih tidak ramah lingkungan? Belum tentu. Kalau PLTN digantikan oleh PLT bertenaga batu bara atau BBM, dengan daya yang sama gas CO/CO2 yang terbuang ke atmosfir akan jauh lebih sedikit menggunakan PLTN. Dalam kasus ini, paling-paling menurut saya, kita masih punya sumber daya panas bumi dan air yang belum dimanfaatkan. Jadi kenapa harus pakai PLTN. Saya sih lihat para ahli nuklir itu seperti tukang aja, sesuai istilah: kalau kamu ahli menggunakan martil, semuanya terlihat seperti paku. Seolah-olah nuklir hanya satu-satunya solusi. Tapi mungkin ada hitung-hitungan lain.

Permasalahan kedua, buat saya. Orang Indonesia umumnya tidak akrab dengan teknik pemeliharaan. Kalau disuruh menghitung proyek pengadaan, pasti cepat keluar hasilnya. Tapi tidak pernah disertakan biaya ideal perawatannya tiap tahun. Lihat misalkan kereta api. Saya yakin kalau kereta dipelihara dengan benar biayanya akan lebih kecil dari pada membeli baru setiap kali rusak. Tp toh tetap tidak dilakukan. Contoh lain, saya pernah mendengar bahwa dana pemeliharaan ITB (yang dibangun dengan pinjaman ratusan juta dollar) hanya sekitar 80 juta setahun sehingga hampir tidak ada perbaikan suatu waktu ketika ITB memutuskan dana itu dipakai untuk memperbaiki kolam renang. Maaf, ini sedikit berbau isu memang. Tp tingkat kemampuan pemeliharaan ITB bisa dilihat dari WC pria lantai I labtek VIII Departemen Teknik Elektro.

Ini ditambah mental markup. Markup bisa dua cara. Cara yang pertama, harga jadi tinggi. Kalau begini maka biaya meningkat dan mungkin PLTN menjadi tidak ekonomis. Cara kedua, barang dibeli 3 diaku 4. Coba misalkan anda memanjat menara GSM yang tingginya 50-100meter itu. Hitung semua sekrupnya. Lengkap atau tidak? Jangan salah, harga sekrup itu lumayan kalau dikumpulkan.

Tp yah.. mungkin untuk mengisi PLTN ini akan dipanggil orang-orang berbeda, dengan semangat dan kedisiplinan tingkat tinggi. Jadi tidak akan ada masalah.

Nah, alasan yang paling penting buat saya adalah mental pemerintah dan swasta besar (yang memang umumnya besar di jaman Orba karena KKN). Coba kita lihat kasus Lapindo, dan kita analogikan dengan masalah PLTN.

Misalkan suatu hari, hari H, PLTN kita mengalami musibah kebocoran.

H+1, pihak PLTN sibuk menyangkal berita kebocoran.

H+3, pihak PLTN mengakui ada kebocoran, tp hal itu bisa diatasi dan tidak perlu ditakutkan.

H+14, setelah ratusan orang mati dan ribuan lainnya mengalami gangguan kesehatan, pihak PLTN mengakui bahwa permasalahannya ternyata lebih besar dari yang mereka duga sebelumnya.

H+21, pemerintah turun tangan dan membentuk timnas. Kebetulan ketua Badan Pengawas Nuklir Indonesia naik karena disponsori oleh Komisaris PLTN. Rumah sakit-rumah sakit menolak merawat korban radiasi dengan alasan ketiadaan peralatan yang memadai.

H+30, timnas memperkirakan bencana bisa diatasi dalam 3 bulan. Sementara itu pemerintah merundingkan siapa yang harus bertanggung jawab dalam kasus ini.

H+2 bulan. Pemerintah mengusulkan anggaran penanggulangan dimasukkan ke dalam APBN. DPR menolak karena hal ini seharusnya merupakan tanggung jawab dari pihak PLTN.

H+5 bulan. PLTN bersedia membayar ganti rugi. Tetapi terjadi kesulitan karena semua korban sudah mati sementara pihaA1 100 dólares por 1.000 metros cúbicos de gas ruso, poco menos que los 105 dólares que pedía Moscú.

Wednesday, November 08, 2006

The Animist

Well, I've taken it from a real world situation. It's quite poetic and funny yet touching so I put it here.


I'm an animist..., and I guess around here I'm the one who has the most labels placed on me:

  • The unsaved / lost sheep: by the Christians (should be "loved" and "saved")
  • Kafir: by the Moslems (should burn in hell)
  • Goyim: by the Jews (child of animals)

Poor me.

Maybe I need to make a revenge and find my own word that I'll put on you all (and all the harsh consequences of not following animism).

Hmm..., where should I look to for that word....
Oh, right, there's a big banyan tree just at the corner of my village. I'll ask it.

I'll be back when I have the answer.

Monday, November 06, 2006

Jembatan Tanah Baru

Buat sebagian besar orang ini tidak penting. Tapi saya harus mengumumkan bahwa pembangunan jembatan di Tanah Baru sudah selesai. Jembatan ini mempunyai lebar 4m, tinggi 8m dan bentang 6m.

Pada awalnya dirancang untuk menahan beban 20 ton. Namun setelah mengamati berita bahwa jalan-jalan Pantura hanya dirancang untuk 10 ton, sepanjang pembangunannya kapasitas ini dikurangi. Perkiraan kalau cuma 10-15 ton masih bisalah (sebagai perbandingan, mobil sedan beratnya paling-paling 3-4 ton).

Tim pembangunnya adalah orang-orang dari Leuwiliang Bogor dimandori oleh pegawai Dinas Pengairan yang sudah berpengalaman 30 tahun selama hampir 3 bulan untuk diresmikan secara tidak resmi pada tanggal 17 Agustus 2006 oleh pimpro, saya sendiri. Beberapa pekerjaan seperti turap/tanggul di sisi sungai sepanjang 20m, dam/bendungan untuk menaikkan ketinggian permukaan air setinggi 2m memang belum selesai, ditunda sampai waktu yang belum ditentukan.

Mudah-mudahan jembatan ini akan bermanfaat di masa mendatang. Sebagai penghubung silaturahmi antara niat-niat baik dan lurus. Insya Allah.

Genangan Air di Cimahi


Aneh. Baru sebulan yang lalu saya memposting berita tentang kekeringan di Cimahi. Tetapi minggu lalu saya mengabadikan foto genangan air tinggi di Cimahi. Gambar ini diabadikan setelah hujan 15 menit di Cimahi.

Hujan sudah mulai turun minggu kemarin. Dan cukup deras. Ini tidak diimbangi oleh selokan yang paling-paling dalamnya 50-60 cm, dan lebarnya tidak sampai 50cm. Mungkin memang rencana besarnya, air disalurkan dengan jalan raya dan bukannya dengan selokan.

Tetapi penduduk masih kesulitan mencari air bersih. Sumur-sumur masih kering. Dikarenakan ketiadaan daerah resapan air, air hujan langsung pergi ke sungai. Mungkin saja ikut andil dalam tenggelamnya 7 orang di Citarum


Tuntutlah Ilmu (dan Carilah Supplier) Sampai ke Negeri Cina



Pertanyaan-pertanyaan tentang Cina selalu melintas di kepala saya. Setiap hari saya lewatkan dengan mengagumi bagai mana mereka berkembang menjadi negara manufaktur yang jumawa. Bagai mana mereka bisa membuat barang yang sedemikian murah? Bagai mana mereka berhasil memasarkannya dengan baik (perlu diketahui bahwa negara-negara Eropa Timur banyak membuat barang yang lebih baik dari Cina tetapi tidak terlalu sukses pemasarannya)? Apa yang mentransformasi Cina dari negara terbelakang menjadi negara adi daya berikutnya?

Untuk menjawab pertanyaan itu, saya pergi ke Cina. Saya harus mengucapkan terima kasih untuk orang-orang yang telah membantu saya mewujudkannya. Dan untuk itulah saya menulis artikel ini: membagi apa yang saya dapatkan di Cina. Apa yang menjadi kekuatan mereka, dan apa yang sesungguhnya dapat kita lakukan di Indonesia.



Canton fair, adalah pameran produk industri terbesar di Cina, bahkan kabarnya di dunia. Pameran ini menempati Phazhou exhibition hall yang luasnya paling-tidak 4 kali PRJ, semuanya terisi penuh oleh berbagai macam produk. Bahkan sesungguhnya sebagian dari pameran, yang bersangkutan dengan industri tekstil, dilaksanakan di lokasi lain kurang lebih 1 jam jauhnya, Liuhua complex. Secara keseluruhan, pameran dibagi atas segmen produk: textile (Liuhua complex), material building, otomotif and spare part, tools and hardware, electrical and electronics, IT and household equipment. Dari segmen tersebut kita bisa simpulkan bahwa banyak segmen yang belum termasuk dalam pameran ini.

Untuk mereka yang hendak datang ke pameran, panitia bekerja sama dengan beberapa puluh hotel yang menyediakan shuttle bus ke pameran, termasuk hotel kami. Bis berangkat setiap hari pukul 07.30 (bis terakhir) dari hotel dan pulang pukul 17.00-18.00 (bis terakhir). Dengan waktu perjalanan sekitar 1 jam sampai ke lokasi, berarti setiap harinya kami (kalau merujuk kata kami, artinya saya-Peto-Lutfi) memiliki waktu 8,5 jam untuk berkeliling. Waktu kunjungan kami di Cina selama 3 hari kami habiskan di pameran (karena niat awalnya adalah untuk sungguh-sungguh mencari informasi tentang apa saja yang bisa didapatkan informasinya), tanpa 1 jam pun di siang hari dihabiskan di luar pameran untuk jalan-jalan, berbelanja maupun kegiatan lainnya. Dalam 3 hari itu, kurang lebih 70-80% pameran dapat kami telusuri (20-30% lagi tidak sempat ditelusuri karena keterbatasan waktu).

Bayangan saya tentang Cina sebelumnya adalah manufaktur berteknologi rendah. Tetapi kenyataannya di sana saya menemui produsen-produsen dari peralatan berteknologi tinggi, computer-based machine, yang luar biasa.Misalkan, mesin jahit ataut bordir yang bisa membordir mengikuti pola yang sudah dimasukkan ke komputer dalam bentuk file gambar. Demikian jg mesin-mesin produksi: mill, lathe, mold, dst. Mesin-mesin presisi yang membantu Cina mengukir takdirnya.

Dengan mesin-mesin itu, mereka mampu membuat komponen-komponen dasar dengan harga murah: blok mesin, IC, dsb. Akibat ketersediaan komponen yang murah, mereka dapat memproduksi dengan murah. Sebuah teropong 1 lensa mata (bukannya 2 mata) dengan kualitas baik bisa dibeli dengan harga dasar US$2!!! Bagai mana mereka bisa memproduksi komponen dasar tersebut? Di bidang saya, generator, terdapat ratusan produsen generator. Kita bisa mencarinya dengan mudah. Tetapi sesungguhnya mereka memesan blok mesin generator ke 1 (mungkin 2-3) sumber. Dan sumber inilah yang kita sulit untuk ketahui di mana. Mungkin ini adalah industri yang didukung dan didanai (mesin, riset, dsb.) oleh pemerintah Cina. Misalkan di Indonesia bisa saja pemerintah mensubsidi batu ceper untuk memproduksi blok mesin (kecil) dengan standar tertentu termasuk membiayai risetnya. Yang jelas mereka mengakui bahwa hal ini sudah diatur oleh pemerintah Cina.

Infrastruktur yang dimiliki Cina jg cukup luar biasa. Jalan tol yang panjang kita temui di mana-mana dengan minimal 3 jalur per arahnya. Kebanyakan 4. Untuk mengangkut barang-barang, kebanyakan memakai truk made in cina.

Ini membuat urusan trasportasi menjadi faktor signifikan. Bayangkan jika anda punya pabrik yang melakukan 3 pengantaran ke pelabuhan setiap hari. Di Indonesia kita memakai truk buatan Jerman, dan karena kemacetan untuk 3 pengantaran kemungkinan kita memerlukan 3 truk. Di sepanjang jalan kemungkinan truk harus 'menyetor' ke petugas-petugas. Di Cina mereka memakai truk buatan Cina (1/3 harga? 1/4?). Karena kemacetan tidak separah di Jakarta, untuk 3 pengantaran mereka bisa mempergunakan 1 truk. Berapa dana yang bisa dihemat untuk investasi?

Faktor berikutnya, adalah energi dan pendukung lainnya. Untuk yang satu ini, dengan membaca koran nasional kita dengan mudah mengetahui bahwa di Indonesia kita mempergunakan BBM yang mahal untuk listrik, sambil menjual gas dan batu bara kita dengan harga murah (sering kali di bawah harga pasar) ke Singapura, Cina, dan negara-negara lainnya untuk mereka pergunakan sebagai pembangkit energi. Tidak perlu dijelaskan lebih lanjut.

Tetapi saya kira faktor yang terpenting adalah kemauan mereka untuk memproduksi dan mempergunakan sendiri barang-barang mereka. Walau pun jelek, mereka tetap memakainya dengan fanatik. Pasar yang luas memberikan mereka kesempatan untuk menjual, mengambil margin, dan mempergunakannya untuk memperbaiki mutu produk. Pasar mereka penuhi sendiri, berbeda dengan Indonesia yang selalu membuka pasarnya untuk asing.

Saya cukup heran melihat acara Bintang Cari Bintang. Indonesia selama ini memiliki industri musik yang handal. Penyanyi Malaysia hampir tidak bisa menembus pasar musik Indonesia dan sebaliknya. Tp di acara ini kita malah membuka pintu yang selebar-lebarnya. Mungkin saya picik, tp aneh saya kira. Demikian jg di industri animasi seperti diberitakan di kompas pagi ini. Berita-berita yang sejenis bisa dibahas di waktu yang lain.

Apakah anda mau memakai produk dalam negeri? Baik, mungkin anda mengutamakan kualitas. Apakah panser VAB 5x lebih baik dari panser buatan Pindad (karena harganya 5x-nya)? Setahu saya tidak. Yang jelas jika kita tidak memakai produk kita sendiri, maka produk kita tidak akan pernah berkembang. Dan selama itu terjadi, maka cita-cita sebuah negara yang sejahtera hanya akan tetap menjadi ilusi.

Henry Ford (yes, the famous Ford) mengutarakannya dengan baik. Bahwa mereka yang menghasilkan uang bisa dibedakan dalam mereka yang hanya menghasilkan uang belaka (money making business) dan mereka yang menciptakan sesuatu (manufaktur). Menurutnya kemakmuran hanya bisa dicapai dengan yang kedua. Mungkin sebagian berpendapat bahwa industri generasi IT adalah bisnis jasa. Dengan demikian industri manufaktur bisa dipindahkan ke negara-negara berkembang. Buat saya itu adalah pembodohan. Kalau kita melihat wacana yang berkembang di Amerika, mereka selalu meributkan terjadinya kehilangan lapangan kerja di sektor manufaktur. Dan apakah ini benar-benar berhubungan atau tidak, kita dapat melihat kemunduran Amerika yang semakin dikejar oleh Cina ditandai dengan maju pesatnya manufaktur di Cina dan sebaliknya.

Tentunya, ini membutuhkan banyak pengusaha yang tidak sekedar puas berdagang, tetapi maju terus untuk masuk ke dalam bisnis manufaktur. Apakah produk kita bisa bersaing dengan produk Cina? Untuk beberapa produk massal, saya kira tidak. Tetapi ternyata banyak produk Cina yang digembar-gemborkan sebagai murah dapat kami buat lebih murah di Indonesia, dengan kualitas yang lebih baik.

Tentang tenaga kerja, tidak banyak perbedaan antara Indonesia dan Cina. UMR kedua negara berada di level kurang lebih sama. Waktu kerjanya juga kurang lebih sama. Sifat malas dan tidak disiplin dengan mudah jg dapat kita temui di sana. Kalau ada 1 hal yang benar-benar menjadi keunggulan mereka atas Indonesia, dengan sedih saya katakan itu adalah kualitas pemimpin bangsanya. Rakyat boleh masih bodoh dan bermental terbelakang. Tetapi pemerintah Cina berdiri paling depan membuat aturan dan rencana yang jelas serta menegakkannya.

Tetapi banyak hal yang bisa kita lakukan selain menangisi hal tersebut. Mari kita menuntut ilmu sampai ke negeri Cina.

Ketika berjalan-jalan di malam hari, kami iseng mampir ke toko buku Cina. Kami mampir ke bagian mesin dan elektro. Semua buku dalam bahasa Cina. Kualitas semi stensil, lebih buruk dari buku-buku di Indonesia. Saya ambil beberapa buku, saya terpukau melihat bahwa buku-buku itu merupakan buku-buku teknis yang cukup praktis. Di bidang elektro, bisa dengan mudah ditemui buku-buku praktis tentang DSP, PLC, Mikrokontroller dan sebagainya dalan banyak judul. Demikian jg di mesin. Ini baru buku berbahasa Cina, belum yang berbahasa Inggris. Saya berkesimpulan bahwa knowledge of manufaktur mendapat tempat terhormat di masyarakat mereka, dan mereka mempelajari serta menyebarkannya dengan tekun.

Penutup

Di lobby hotel terdapat rest room dengan 2 toilet dan 1 urinoir. Secara keseluruhan tidak mencapai 2x2 meter. Di pagi hari saya ke rest room itu disambut oleh seorang petugas di dalamnya. Petugas ini membagikan handuk untuk mengelap tangan kepada semua yang datang ke rest room itu. Di sore hari, pukul 6 ketika saya kembali ke rest room tersebut. Orang yang sama masih ada di sana. Hampir 12 jam non stop berada di dalam rest room tersebut!!! Mungkin ini jauh lebih baik dari pada menganggur. Mental yang sangat luar biasa.