Blog Dhita Yudhistira

Apakah Blog kata resmi dalam Bahasa Indonesia?

Wednesday, July 15, 2009

Roket RX-420 & CN-235 Militer

Saya ambil email dari Cardiyan HIS untuk dibaca di sini. Saya kira cukup menarik. Yakinlah, kita mampu.

Roket RX-420 & CN-235 Militer:
Getarkan Australia, Singapura, Malaysia
Oleh Cardiyan HIS

Momentum ini harus dijaga terus dan ditingkatkan sebagai kebanggaan atas kemampuan teknologi sendiri. Jangan sampai karya insinyur Indonesia ini dijegal justru oleh orang Indonesia sendiri (biasa) para ekonom-ekonom Pemerintah yang sering menganggap karya bangsa sendiri sebagai terlalu mahal dan hanya buang-buang uang saja untuk riset ....! Inilah musuh yang sebenarnya. Waspadailah kawan-kawan insinyur Indonesia.


Meski sudah berlangsung 2 pekan yang lalu, peluncuran roket RX-420 Lapan ternyata masih jadi buah bibir. Anehnya bukan jadi buah bibir di Indonesia yang lebih senang ceritera Pilpres, tetapi di Australia, Singapura dan tentu saja di negara tetangga yang suka siksa TKI dan muter-muterin Ambalat yakni Malaysia.

Seperti diketahui roket RX-420 ini menggunakan propelan yang dapat memberikan daya dorong lebih besar sehingga mencapai 4 kali kecepatan suara. Hal itu membuat daya jelajahnya mencapai 100 km. Bahkan bisa mencapai 190 km bila struktur roket bisa dibuat lebih ringan. Yang punya nilai tambah tinggi ini adalah 100% hasil karya anak bangsa, para insinyur Indonesia. Begitu pula semua komponen roket-roket balistik dan kendali dikembangkan sendiri di dalam negeri, termasuk software. Hanya komponen subsistem mikroprosesor yang masih diimpor. Anggaran yang dikeluarkan untuk peluncurannya pun “cuma” Rp 1 milyar. Kalah jauh dengan yang dikorupsi para anggota DPR untuk traveller checks pemenangan Miranda Gultom sebagai Deputi Senior Gubernur BI yang lebih dari Rp. 50 milyar. Apalagi kalau dibandingkan dengan korupsi BLBI yang lebih dari Rp. 700 trilyun.

Mengapa malah menjadi buah bibir di Australia, Singapura dan Malaysia? Karena keberhasilan peluncuran roket Indonesia ini ke depan akan membawa Indonesia mampu mendorong dan mengantarkan satelit Indonesia bernama Nano Satellite sejauh 3.600 km ke angkasa. Satelit Indonesia ini nanti akan berada pada ketinggian 300 km dan kecepatan 7,8 km per detik. Bila ini terlaksana Indonesia akan menjadi negara yang bisa menerbangkan satelit sendiri dengan produk buatan sendiri. Indonesia dengan demikian akan masuk member "Asian Satellite Club" bersama Cina, Korea Utara, India dan Iran.

Nah kekhawatiran Australia, Singapura dan Malaysia ini masuk akal, bukan? Kalau saja Indonesia mampu mendorong satelit sampai 3.600 km untuk keperluan damai atau keperluan macam-macam tergantung kesepakatan rakyat Indonesia. Maka otomatis pekerjaan ecek-ecek bagi Indonesia untuk mampu meluncurkan roket sejauh 190 km untuk keperluan militer bakal sangat mengancam mereka sekarang ini pun juga!!! Kalau tempat peluncurannya ditempatkan di Batam atau Bintan, maka Singapura dan Malaysia Barat sudah gemetaran bakal kena roket Indonesia. Dan kalau ditempatkan di sepanjang perbatasan Kalimantan Indonesia dengan Malaysia Timur, maka si OKB Malaysia tak akan pernah berpikir ngerampok Ambalat. Akan hal Australia, mereka ada rasa takutnya juga. Bahwa mitos ada musuh dari utara yakni Indonesia itu memang bukan sekedar mitos tetapi sungguh ancaman nyata di masa depan dekat.

CN 235 Versi Militer
Rupanya Australia, Singapura dan Malaysia sudah lama “nyaho” kehebatan insinyur-insinyur Indonesia. Buktinya? Tidak hanya gentar dengan roket RX-420 Lapan tetapi mereka sekarang sedang mencermati pengembangan lebih jauh dari CN235 versi Militer buatan PT. DI. Juga mencermati perkembangan PT. PAL yang sudah siap dan mampu membuat kapal selam asal dapat kepercayaan penuh dan dukungan dana dari pemerintah.
Kalau para ekonom Indonesia antek-antek World Bank dan IMF menyebut pesawat-pesawat buatan PT. DI ini terlalu mahal dan menyedot investasi terlalu banyak (“cuma” Rp. 30 trilun untuk infrastruktur total, SDM dan lain-lain) dan hanya jadi mainannya BJ Habibie. Tetapi mengapa Korea Selatan dan Turki mengaguminya setengah mati? Turki dan Korsel adalah pemakai setia CN 235 terutama versi militer sebagai yang terbaik di kelasnya. Inovasi 40 insinyur-insinyur Indonesia pada CN 235 versi militer ini adalah penambahan persenjataan lengkap seperti rudal dan teknologi radar yang dapat mendeteksi dan melumpuhkan kapal selam. Jadi kalau mengawal Ambalat cukup ditambah satu saja CN235 versi militer (disamping armada TNI AL dan pasukan Marinir yang ada) untuk mengusir kapal selam dan kapal perang Malaysia lainnya.

Nah, jadi musuh yang sebenarnya ada di Indonesia sendiri. Yakni watak orang Indonesia yang tidak mau melihat orang Indonesia sendiri berhasil. Karya insinyur-insinyur Indonesia yang hebat dalam membuat alutsista dibilangin orang Indonesia sendiri terutama para ekonom pro Amerika Serikat dan Eropa: “Mending beli langsung dari Amerika Serikat dan Eropa karena harganya lebih murah”. Mereka tidak berpikir jauh ke depan bagaimana Indonesia akan terus tergantung di bidang teknologi, Indonesia hanya akan menjadi konsumen teknologi dengan membayarnya sangat mahal terus menerus sampai kiamat tiba.

Kalau ada kekurangan yang terjadi dengan industri karya bangsa sendiri, harus dinilai lebih fair dan segera diperbaiki bersama-sama. Misalnya para ahli pemasaran atau sarjana-sarjana ekonomi harus diikutsertakan dalam team work. Sehingga insinyur-insinyur itu tidak hanya pinter produksi sebuah pesawat tetapi setidaknya tahu bagaimana menjual sebuah pesawat itu berbeda dengan menjual sebuah Honda Jazz. Kalau ada kendala dalam pengadaan Kredit Ekspor sebagai salah satu bentuk pembayaran, tolong dipecahkan dan didukung oleh dunia perbankan, agar jualan produk sendiri bisa optimal karena akan menarik bagi calon pembeli asing yang tak bisa bayar cash.

Monday, July 06, 2009

Ajari sang Penerus Hidup Sederhana

Suatu siang pada pertengahan April lalu, puluhan wartawan yang menyanggong kegiatan Ke­tua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla (JK) di Posko Slipi II, Jalan Ki Ma­ngun­sarkoro, tengah kelaparan. Meski demikian, tidak satu pun yang be­rani beranjak mencari makan. Se­telah kekalahan Golkar dalam perhitungan cepat pemilu legislatif itu, fakta dan kabar burung berseliweran hampir setiap menit.

Di tengah puluhan wartawan yang meriung, sesosok pria berkulit pu­tih duduk berbaur. Asap rokok pu­tih sesekali mengepul. Menge­nakan kaus polo kuning, celana jins, dan sandal kulit, pria 30-an ak­hir itu sesekali berbicara santai dengan beberapa wartawan yang bertugas meliput di Istana Wa­pres. Wajahnya tenang menyimak pembicaraan wartawan yang asyik ber­diskusi tentang percaturan poli­tik menjelang penentuan koalisi partai politik di pemilu presiden.

Ketika pembicaraan mengarah ke urusan perut, sosok itu sontak berdiri. Langkahnya ringan me­nu­ju pintu pagar dan bersuit me­mang­gil dua tukang sate yang mang­­kal di pelataran Masjid Sun­da Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat. Paspampres yang berjaga di kediaman dinas Wapres hanya tersenyum ketika dua gerobak itu diboyong masuk ke posko dan lang­sung dirubung wartawan. "Te­nang, semua sudah dibayar Pak Ihin," ujar seorang staf wakil presiden.

Ihin yang dimaksud staf itu ada­lah Solihin, putra satu-satunya JK. Ahli waris kerajaan bis­n­is keluarga JK itu memang tak pernah berpenampilan seperti miliuner yang juga putra wakil presiden. Kaus dan jins adalah pakaian sehari-hari. Wartawan hanya sesekali menemui Ihin me­ngenakan jas ketika peringatan Detik-Detik Proklamasi di Istana Kepresidenan dan ketika mendampingi JK bertemu pe­mim­pin-pemimpin dunia dalam kunjungan ke luar negeri.

Tak berbeda dengan JK yang ber­politik setelah puluhan tahun menjadi pengusaha, Solihin kini masih fokus menjalankan kerajaan bisnis keluarganya.

Solihin tampaknya memang di­siap­kan sebagai penerus JK. Meski hingga kini dia tidak berpolitik praktis, dalam sejumlah pertemuan politik menjelang pemilu legislatif dan pemilu presiden, Solihin selalu diajak JK untuk mendampingi. Begitu pula bila JK bertemu dengan pe­mimpin-pemimpin dunia. Di tim kampanye nasional JK-Wiranto, Ihin juga tercatat sebagai bendahara.

Penampilan Ihin yang sederha­na itu kerap menipu. Menurut se­jumlah sumber, tak terhitung berapa kali Ihin ditolak masuk ke kediaman atau ke dalam rombongan wakil presiden oleh anggota-anggota Paspampres yang baru atau oleh aparat pengamanan di daerah. Karena selalu membawa kamera, dalam berbagai kunjungan ke daerah Ihin kerap ditolak masuk ke bus rombongan wakil presiden karena disangka warta­wan. Namun, setiap kali ditolak ma­suk ke bus rombongan, Ihin tak pernah membantah. Dia akan selalu menurut ketika disuruh masuk ke bus anggota rombongan, bahkan bus wartawan.

Tak hanya aparat keamanan yang tertipu. Anggota tim kampanye SBY-JK di Pemilu Presiden 2004 Muhammad Luthfi (sekarang ketua BKPM, Red) suatu kali pernah memarahi Ihin di depan umum. Penyebabnya, pria dengan dahi lebar itu terlambat masuk ke pesawat yang akan membawa JK dan Mufidah berkampanye ke satu daerah. (noe/agm)