Blog Dhita Yudhistira

Apakah Blog kata resmi dalam Bahasa Indonesia?

Monday, July 30, 2007

Aturan Utama Menyeberang

Di Brebes saya melihat sebuah himbauan untuk menyeberang. Himbauan ini terlihat sederhana sesungguhnya.Bedanya, bahwa petunjuknya bukanlah mengengok ke kanan lalu ke kiri (atau sebaliknya). Tetapi secara spesifik meminta untuk menengok ke kanan lalu ke kiri, dan kemudian menengok kembali ke kanan sebelum menyeberang.

It really makes sense and wonderfully right. Karena kita memakai sistem 'jalur kiri', maka terlebih dahulu sebelum menyeberang kita memantau jalur yang akan kita lewati pertama dengan menengok ke kanan. Setelah itu kita pastikan juga jalur yang berseberangan dengan menengok ke kiri. Dan kemudian sebelum menyeberang kita pastikan dengan menengok ke kanan sekali lagi (siapa tahu ada kendaraan berkecepatan tinggi yang tadi tidak tampak, atau mungkin sebelumnya kita meleng). Barulah kita menyeberang.

Sebagai tambahan saya menyarankan agar kita menyeberang dengan berjalan kaki. Kalau ada celah di mana kita bisa menyeberang hanya jika berlari, sebaiknya tidak diambil (kecuali di mana hanya hal tersebut yang memungkinkan). Pengemudi kendaraan sering kali kaget karena penyeberang berlari muncul dengan tiba-tiba. Selain itu dengan menyeberang berjalan kaki, jika ada kesalahan perhitungan kita bisa mengkoreksinya dengan berlari. Jangan lupa untuk tidak menyeberang dari balik kendaraan atau benda lain yang menyebabkan kita tidak terlihat.

Di Brebes juga saya melihat gerobak sampah dengan semboyan,"Anda buang kami angkut"

Lawang Sewu



Salah satu ikon Semarang lainnya adalah Lawang Sewu.
Berdiri di tempat yang sangat strategis, terkepung bangunan-bangunan penting, seolah tidak ada yang memperhatikan Lawang Sewu sementara di sisi lain tidak seorang pun yang menafikan keindahannya. Lawang Sewu artinya pintu seribu. Apakah ini nama asli dari bangunan, saya tidak tahu.
Dibangun tahun 1908 oleh arsitek Belanda Profesor Klinkkkaner dan Queendag, pada tahun 1920 Lawang Sewu menjadi kantor perusahaan kereta api Nederlandsch Indische Spoor-weg Maatschapij (NIS). Pertempuran 5 hari yang terkenal berlangsung di sekitar gedung ini (dokter yang meninggal saat memeriksa isu diracunnya sumber air oleh Jepang yang memicu pertempuran itu diabadikan sebagai RS. Karyadi).
Dalam 2 kunjungan saya ke Semarang 2 tahun ini, saya beruntung bahwa di Lawang Sewu sedang diadakan pameran, sehingga saya bisa melihat-lihat ke dalamnya.
Di tahun 2005 dulu, Lawang Sewu belum banyak dipakai pameran. Baru lantai 1 yang dipergunakan dengan pesan,"Awas, jangan melamun. Jangan lupa berdoa" ditempel di mana-mana. Pameran berlangsung asyik-asyik mencekam.
Tahun ini, tampaknya suasana sudah lebih mencair. Lantai 2 sudah dipakai, dan para penunggu stan menginap di sana tanpa ragu-ragu (saya masih belum mengerti di mana kamar mandi bangunan ini).
Bahkan dalam usianya yang sudah 100 tahun, Lawang Sewu seolah mengatakan bahwa dia bisa berdiri 100 tahun lagi. Yang dibutuhkan hanya renovasi kosmetik. Saya kira, kalau dijadikan hotel Lawang Sewu bisa bersaing dengan hotel Raffles Singapura. Tentu saja ada masalah sedikit dengan fitur 'uka-uka' dari gedung ini, tapi dengan sedikit daya tarik hal tersebut mungkin malah menambah daya jual.
Saya, dan banyak orang lainnya, berharap pemerintah menaruh perhatian terhadap bangunan ini dan banyak bangunan tua indah lainnya di kota Semarang.

Saturday, July 14, 2007

Kuil Sampokong

Tempat berikutnya yang saya kunjungi hari itu adalah kuil Sampokong.

Sedikit sejarah. Sekitar tahun 1400-an(sekitar 1405-143) kerajaan Cina (dinasti Ming) mengirimkan ekspedisi laut ke penjuru dunia. Pada saat itu Cina adalah negara termaju di dunia. Kapal yang dipergunakan oleh ekspedisi ini konon sebegitu besarnya sehingga kemudinya saja mencapai panjang 10 meter. Kapal Portugis yang dipakai ekspedisi ke Amerika (dan bahkan yang mencapai Malaka sekitar tahun 1500) hanyalah sebuah sekoci dibandingkan dengan kapal yang dipakai ekspedisi ini.

Ekspedisi ini dipimpin oleh Cheng Ho (Zheng He) yang terkenal. Saya masih kurang mengerti dengan Dinasti Ming ini. Tetapi tampaknya, ekspedisi yang berangkat berasal dari daerah Yunan yang mayoritasnya (saat itu) Muslim. Dari sanalah dicurigai Islam menyebar di Indonesia. Memang itemukan juga beberapa makam Muslim dengan tarikh yang lebih awal dari itu, seperti di Aceh (sekitar tahun 1000-an Masehi). Hanya saja, hubungan dengan Cina Muslim inilah yang mendorong majunya Islam di Indonesia.

Ekspedisi yang dipimping Cheng Ho mampir ke Indonesia, dan salah satunya berlabuh di Semarang. Di Semarang Cheng Ho mendirikan masjid.

Nah, kemudian setelah ekspedisi terakhir, Cina merubah kebijaksanaannya, dari terbuka menjadi tertutup. Teknologi ditinggalkan (karena takut merubah struktur sosial) dan mereka sibuk mengurus diri sendiri dengan keyakinan merekalah yang terhebat di dunia (pada awalnya sih memang begitu).

Akibat dari kebijaksanaan ini, maka hubungan dengan kerajaan-kerajaan di Selatan termasuk dengan komunitas-komunitas Muslim terputus. Akibatnya masjid-masjid yang ada (masjid Cina) berubah menjadi Kelenteng, termasuk yang di Semarang ini. Maka kita mengenalnya sekarang sebagai klenteng Sampokong.

Jadi berakhirlah migrasi dari Cina episode pertama. Beberapa puluh/ratus tahun kemudian, mulai lagi terjadi migrasi, namun bukan lagi didominasi komunitas Muslim. Konon pada migrasi ke-2 inilah marga seperti Lim dan Tan mulai hadir di Indonesia. Sayangnya akibat kebijaksanaan Belanda yang diteruskan oleh Orde Baru, integrasi/asimilasi antara migran gelombang ke-2 ini dengan pribumi tidak berjalan mulus.

Nah, baru pada jaman pemerintahan Gus Dur, komunitas Cina Indonesia bisa membuka diri lagi. Bisa memakai nama Cina tanpa harus merubahnya menjadi nama Indonesia. Pada saat itulah, Sampokong dibangun kembali. Jadi yang ada saat ini bukanlah bangunan asli.

Tetap saja, ini bangunan yang hebat menurut saya. Pembangunannya terus berlanjut, saya berharap bisa datang kembali tahun-tahun mendatang. Dan saya berharap bangsa Indonesia suatu saat benar-benar bisa menerima WNI keturunan sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Sehingga kita bisa berteriak,"Hei Cina kamu ya" tanpa pretensi apa-apa seperti kalau kita meneriaki teman kita,"Dasar Batak kamu!" atau,"Jawa sih, alon-alon asal klakon".

Semoga saja.

Minggu Pagi di Simpang Lima Semarang

Beberapa waktu lalu saya berkesempatan menghabiskan satu hari di Semarang. Walau pun masih mengantuk karena tiba dengan kereta pukul 4.30 pagi, saya paksakan untuk berangkat ke Simpang Lima pada Minggu pagi itu. Tahun sebelumnya saya terkesan dengan nasi Liwet Solo yang dijual di sana.

Liwet Solo-nya sebetulnya sama saja. Paling tidak, walaupun enak, sebetulnya tidak jauh rasanya dengan langganan saya yang di Bogor. Entah bagai mana, masakan Jawa terasa lebih enak dalam suasana Jawa. Satu hal yang paling saya ingat tentang nasi liwet ini, telurnya dipotong (dibelah) tidak dengan pisau, tetapi dengan benang. Ini biasa, semua penjual telur berpengalaman melakukannya karena lebih mudah dari pada dengan mempergunakan pisau. Yang membuatnya luar biasa, benang ini dipakukan di tiang kayu, memberikan kesan bahwa selama 30 tahun si penjual liwet selalu mempergunakan benang yang sama....

Penggunaan lapangan, atau ruang yang sedikit lapang, untuk pasar kagetan muncul di berbagai kota. Di Gasibu Bandung, Sempur Bogor. Di Cimahi setiap Minggu pagi ada pasar kagetan di Jalan Raya Cibabat.

Banyak ahli berpendapat, bahwa keterbatasan ruang publik membuat warga harus kreatif untuk memenuhi kebutuhannya akan ruang publik. Pasar yang muncul secara spontan ternyata lebih cocok ketimbang pasar yang didirikan Pemda. Biasanya pasar ini selalu mempunyai masalah: desain yang tidak tepat, lokasi yang tidak tepat, harga yang tidak tepat, dan sebagainya.Sekilas, keramaian ini mirip dengan yang ada di Gasibu Bandung. Tetapi setelah berkeliling beberapa lama, saya merasakan beberapa perbedaan.

Saya merasa bahwa banyak pedagang di Simpang Lima yang memiliki modal lebih terbatas dibandingkan dengan pedagang di Gasibu. Di Gasibu kita melihat orang-orang berjualan dengan menggunakan mobil lengkap. Banyak pedagang kecil, tetapi mereka tidak pernah terlihat begitu 'marhaen' (kaum dengan modal milik sendiri tetapi terbatas, menurut Bung Karno).Di Semarang, pedagang-pedagang seperti ini mudah sekali dijumpai. Mungkin mereka dalam kondisi yang lebih baik dari kelihatannya. Tapi sungguh, mereka terlihat lebih susah dari pada koleganya di Bandung.

Ibu tua yang berjualan pisang goreng ini, masih berada dalam strata yang bisa kita klasifikasikan sebagai 'lumayan'. Banyak sekali pengemis berusia lanjut yang ada di Simpang (di Gasibu pengemis tidak terlalu banyak dan tidak terdiri dari orang-orang yang sangat tua).

Mengatasi alun-alun yang ketinggiannya 1 meter di atas jalan raya, beberapa orang mengadakan jembatan darurat dengan himbauan untuk membayar seikhlasnya.
Anyway, Simpang Lima merupakan tempat yang cukup menyenangkan untuk menghabiskan Minggu pagi di Semarang. Usahakan datang ebih pagi, setelah pukul 9 matahari mulai menyengat di sana.

Wednesday, July 11, 2007

STIE AS*HO***

Dalam perjalanan melewati Pemalang, saya terkejut membaca sebuah iklan di jalan. Ternyata yang saya baca bukanlah yang semestinya.

Mungkin saya yang pikirannya terlalu negatif. Mohon maaf sebelumnya. Tapi kalau boleh saya usul, ada baiknya kata depan as dipisahkan dari kata sholeh. Aturannya setahu saya begitu. Minimal ada tanda pemisah (-). Supaya tidak terjadi kesalahpahaman seperti yang terjadi pada saya...

Tuesday, July 03, 2007

Nekad

Bahwa pekerja Indonesia pemberani, konon sudah terkenal sampai ke mancanegara. Membangun gedung pencakar langit, berdiri di ketinggian beberapa ratus meter sambil bekerja, dilakukan tanpa pengaman. Bahkan kalau ditegur, malah ngedumel (ngomel-ngomel).

Tapi yang satu-satu ini luar biasa. Anda tahu kan tentara jaga? Tentara yang ada di pos penjagaan kecil memegang senjata? Di Inggris tentara ini mungkin adalah bahan foto liburan. Di China saya juga pernah berfoto dengan yang satu ini. Di Indonesia? Saya belum pernah berani mencoba.

Jadi ini adalah foto yang luar biasa. Bukan sekedar mengajak ngobrol, bukan sekedar foto bersama, tukang-tukang ini berani berdiri di atas kepala prajurit jaga.

Ck ck ck. Memang pemberani. Silakan anda lihat sendiri fotonya. Diambil dari Kompas hari ini, 3 Juli 2007. Hehehe.

DPR dan Angkatan Udara kita

Pagi ini Kompas memuat berita tentang anggaran DPR. Untuk tahun ini, dari anggaran yang diajukan Rp 1,8T (trilyun), yang disetujui adalah Rp 1,4T. Anggaran ini diharapkan cukup untuk mendukung kinerja 546 orang anggota Dewan yang Terhormat. Dikatakan bahwa DPR terus berhemat, dan anggaran tersebut sesungguhnya hanyalah 0,3% dari APBN kita.
Sekarang saya ingin mengajak anda untuk menengok sebentar Angkatan Udara kita. Angkatan Udara kita berkekuatan sekitar 27.000 personil. Personil sebanyak ini dipakai untuk mengoperasikan skadron tempur (beberapa F5-Tiger, beberapa A-4 Hawk, beberapa F-16, beberapa Sukhoi 30/35), skadron angkut (Hercules C-130 dan CN-254), dan skadron helikopter (AS330 Puma dan beberapa jenis lainnya seperti Bolcow peninggalan Order Lama).
Sebagai penunjang, terdapat radar yang disebar di penjuru Indonesia dari Sabang sampai Merauke, walau tidak di semua wilayah. Juga untuk lepas landas dan mendarat pesawat-pesawat terbang, Angkatan Udara harus menyiagakan personilnya di lapangan-lapangan terbang militer seluruh Indonesia. Sampai ke tempat-tempat terpencil yang hanya bisa disaingi oleh eksplorasi minyak.
Ke-27 ribu personil ini tentunya terkadang (atau sering kali) harus dipindahkan. Mereka juga harus berlatih, mungkin berlatih menembak, atau terjun payung, dan sebagainya. Selain itu mereka juga harus dijaga kesehatannya melalui rumah sakit-rumah sakit yang ada di pangkalan-pangkalan. Juga kesejahteraan melalui perumahan dan sekolah di kompleks-kompleks militer.
Apakah anda mengetahui berapa anggaran TNI Angkatan Udara tahun ini?
Besarnya adalah USD 494 Million atau sekitar Rp 4,5 T. Anggaran ini termasuk anggaran untuk kesejahteraan prajurit yang besarnya mencapai 60%, dan di luar pembelian persenjataan baru yang dibiayai hutang dari Rusia.
Sekarang saya bertanya, mengapa 546 orang bisa memakan anggaran 1/3 anggaran angkatan udara kita. Apakah anggaran DPR kita terlalu besar? Apakah anggaran militer kita terlalu kecil? Jalan tol lingkar luar yang hendak dibangun di Surabaya membutuhkan hanya Rp 1,3T. Apakah anggaran DPR lebih mendesak dari tol lingkar luar Surabaya?
Anggaran universitas seperti UI, ITB, UGM hanya beberapa ratus milyar per tahun. Ratusan milyar itu menghasilkan generasi muda dengan pendidikan terbaik yang bisa diberikan negara ini.
Lalu apa yang dihasilkan oleh DPR?

Sunday, July 01, 2007

Cari Rasa



Bandung memang terkenal sebagai tempat jajanan dari dulu (tampaknya). Makanan yang terkenal dari Bandung silih berganti. Mulai dari jajanan khas Bandung (yang tradisional), roti La Belle, soes Merdeka, Brownies Primarasa, Kartika Sari, dst.

Tapi kali ini, saya mau mengajak untuk melihat satu roti yang lain.

Di Bandung sering ada tukang roti bakar lewat berkeliling di perumahan. Nah, sering kali yang lewat bertuliskan 'Cari Rasa'. Selidik punya selidik, ternyata 'Cari Rasa' ini adalah toko yang menjual roti bakar yang dulunya katanya ngetop di Bandung. Istilahnya kalau cari roti bakar, ya ke 'Cari Rasa' itu.

Sampai sekarang 'Cari Rasa' masih ada. Tepatnya di Kosambi, di pertokoan/ruko sebelah pasa Kosambi. Kalau kita datang dari arah Simpang Lima, itu artinya Pasar Kosambi di sebelah kiri dan 'Cari Rasa' ada di sebelahnya.

Di sini, semua roti dibuat sendiri. Mungkin memang gayanya masih seperti roti jaman dulu. Tidak seperti roti Bread Talk yang lembut. Tetapi saya akui, untuk roti bakar memang rasanya cukup mantab.

Selain itu di sana juga ada roti buaya dan roti buaya plus anaknya. Hehehe. Dulu roti buaya sempat menjadi roti wajib. Saya sendiri kurang suka makan roti yang berbentuk binatang. Pernah satu kali saya makan roti kura-kura bareng Mas Adit di Sumber Hidangan, Braga, dan segerombolan anak mengintip sambil mengomentari kura-kura yang sedang dimakan.

O ya. Tidak jauh dari situ ada gedung kesenian Baranang
Siang. Kalau gedung ini terletak sebelum pasar Kosambi, ada belokan ke kiri. Gedung ini cukup tua dan saya pikir seharusnya cukup bermanfaat jika direvitalisasi. Bandung butuh gedung pertunjukan terbatas untuk kesenian-kesenian non-pop rasanya. Tetapi sekarang gedung ini terhalangi kaki lima yang mangkal di sekitarnya.

Speedy Lagi ya...

Saya sedikit heran.

Sejak tanggal 25 Juni lalu, info pemakaian speedy saya tidak terupdate. Dalam catatan terakhir per tanggal 25 itu, pemakaian total saya sekitar 550 MB. Jadi masih ada 450 MB lagi di jatah saya. Beberapa bulan terakhir ini pemakaian internet saya memang menurun. Selain membaca email dan beberapa web, saya tidak tahu lagi harus membuka apa di internet.

Karena 450 MB masih cukup banyak, saya putuskan untuk mendownload beberapa file. Sampai dengan tanggal 28, info pemakaian tidak berubah. Mungkin karena beban server yang sangat tinggi, update dilakukan terlambat. Jadi di waktu terakhir, tanggal 30 Juni, saya mendownload buku-buku dari flazx dengan memperkirakan sisa quota saya.

Hebatnya, begitu saya buka lagi info billing/pemakaian hari ini, tanggal 1 Juli, data sudah diupdate dan tercatat bahwa ada kelebihan pemakaian sehingga saya harus membayar kelebihan sekitar 80 ribu rupiah.

Koq kalau update billing bisa cepat tapi update info pemakaian hari-hari terlunta-lunta ya?