Beberapa waktu lalu saya berkesempatan menghabiskan satu hari di Semarang. Walau pun masih mengantuk karena tiba dengan kereta pukul 4.30 pagi, saya paksakan untuk berangkat ke Simpang Lima pada Minggu pagi itu. Tahun sebelumnya saya terkesan dengan nasi Liwet Solo yang dijual di sana.
Liwet Solo-nya sebetulnya sama saja. Paling tidak, walaupun enak, sebetulnya tidak jauh rasanya dengan langganan saya yang di Bogor. Entah bagai mana, masakan Jawa terasa lebih enak dalam suasana Jawa. Satu hal yang paling saya ingat tentang nasi liwet ini, telurnya dipotong (dibelah) tidak dengan pisau, tetapi dengan benang. Ini biasa, semua penjual telur berpengalaman melakukannya karena lebih mudah dari pada dengan mempergunakan pisau. Yang membuatnya luar biasa, benang ini dipakukan di tiang kayu, memberikan kesan bahwa selama 30 tahun si penjual liwet selalu mempergunakan benang yang sama....
Penggunaan lapangan, atau ruang yang sedikit lapang, untuk pasar kagetan muncul di berbagai kota. Di Gasibu Bandung, Sempur Bogor. Di Cimahi setiap Minggu pagi ada pasar kagetan di Jalan Raya Cibabat.
Banyak ahli berpendapat, bahwa keterbatasan ruang publik membuat warga harus kreatif untuk memenuhi kebutuhannya akan ruang publik. Pasar yang muncul secara spontan ternyata lebih cocok ketimbang pasar yang didirikan Pemda. Biasanya pasar ini selalu mempunyai masalah: desain yang tidak tepat, lokasi yang tidak tepat, harga yang tidak tepat, dan sebagainya.
Sekilas, keramaian ini mirip dengan yang ada di Gasibu Bandung. Tetapi setelah berkeliling beberapa lama, saya merasakan beberapa perbedaan.
Saya merasa bahwa banyak pedagang di Simpang Lima yang memiliki modal lebih terbatas dibandingkan dengan pedagang di Gasibu. Di Gasibu kita melihat orang-orang berjualan dengan menggunakan mobil lengkap. Banyak pedagang kecil, tetapi mereka tidak pernah terlihat begitu 'marhaen' (kaum dengan modal milik sendiri tetapi terbatas, menurut Bung Karno).
Di Semarang, pedagang-pedagang seperti ini mudah sekali dijumpai. Mungkin mereka dalam kondisi yang lebih baik dari kelihatannya. Tapi sungguh, mereka terlihat lebih susah dari pada koleganya di Bandung.
Ibu tua yang berjualan pisang goreng ini, masih berada dalam strata yang bisa kita klasifikasikan sebagai 'lumayan'. Banyak sekali pengemis berusia lanjut yang ada di Simpang (di Gasibu pengemis tidak terlalu banyak dan tidak terdiri dari orang-orang yang sangat tua).
Mengatasi alun-alun yang ketinggiannya 1 meter di atas jalan raya, beberapa orang mengadakan jembatan darurat dengan himbauan untuk membayar seikhlasnya.
Anyway, Simpang Lima merupakan tempat yang cukup menyenangkan untuk menghabiskan Minggu pagi di Semarang. Usahakan datang ebih pagi, setelah pukul 9 matahari mulai menyengat di sana.